Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sampai Kiamat

Banjir melanda Jakarta. Kerugian ditaksir Rp 250 juta dan 2 orang meninggal. Banjir kiriman dari bogor. dki jakarta tak sanggup membiayai untuk mengatasi banjir dan merasa kewalahan.

24 Januari 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 17% wilayah Jakarta terkepung banjir. Ini terjadi pada hari-hari tahun baru 1976. Dan kemungkinan untuk terulang selama bulan Januari ini masih belum tertutup. Di hari-hari tahun baru itu sendiri beberapa wilayah seperti di Jakarta Timur, Jakarta Utara dan sebagian Jakarta Pusat genangan air yang masuk ke rumah-rumah penduduk berkisar antara « sampai 2 meter. Sedang di Jakarta Barat dan Selatan, meskipun genangan air agak lama baru surut -- dan lebih Darah dibanding tahun yang lalu keadaannya tak separah yang di Jakarta Timur. Di Pulo Gadung, ribuan penduduk yang berdiam di pinggir kali Sunter harus mengungsi, begitu juga di sekitar jalan by-pass Yos Sudarso dan tempat-tempat lainnya yang kebanjiran. Sekitar 250.000 orang yang mengalami kesulitan sebagai akibat genangan air itu, kata Gubernur DKI Ali Sadikin. Sedang kerugian Pemerintah DKI menurutnya sekitar Rp 250 juta akibat rusaknya jalan-jalan yang juga dilalui genangan air itu. Dan korban jiwa relatif kecil cuma 2 orang. Seperti tahun-tahun lalu menurut Gubernur Ali Sadikin, sebab utama timbulnya "genangan air" di Jakarta ada]ah karena kiriman air yang terlalu berlimpah-limpah dari selatan kota. Bogor maksudnya. "Kalau ini terjadi berbarengan dengan hujan lokal, air seolah-olah ditumpahkan ke Jakarta dan inilah yang menyebabkan bencana", ujar Ali Sadikin kepada pers di Ruang Pola DKI dua pekan yang lalu. Begitu pula dengan letak beberapa wilayah Jakarta yang berada di bawah permukaan laut, yang terendah sekitar 80 cm. Tak urung juga merupakan penyebab, karena jika hujan sedang deras-derasnya dan air laut pasang, curah airnya tak akan sampai ke laut. Walaupun secara rata-rata menurut Ir. Bun Yamin Ramto Kepala, DPU DKI, Jakarta berada antara 1 sampai 1,5 meter di atas permukaan laut. Di samping itu, oleh Ali Sadikin jua diakui bahwa sistim pengendalian banjir yang ada sekarang nyaris sisa peninggalan Belanda. "Dulu, sistim itu diarahkan untuk menyelamatkan penduduk yang jumlahnya hanya 600 ribu orang", ujar Sadikin membandingkan jumlah penduduk yang sekarang meningkat hampir 10 kali itu. Tak sekedar yang dulunya tempat ular dan kodok bangkon saja yang sekarang ditempati manusia, tempat yang seharusnya untuk penampungan air juga sudah diserobot perumahan", tambahnya. Sebab itu pula, Gubernur mengulangi kembali apa yang pernah dikatakannya, "saya tak pernah menjanjikan Jakarta bebas dari banjir". Lantas diapun menjelaskan betapa besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mencegah terulangnya banjir setiap tahun. Bagi pembuatan banjir kanal, waduk-waduk dan rumah pompa dibutuhkan Rp 207,5 milyard. Sedang untuk pembuatan drainase dan sanitasi -- yang ada dalam kota -- membutuhkan biaya tak kurang dari Rp 242 milyard, karena setiap jalan harus ada sistim riolering yang menampung air dari tiap rumah. Total jenderal biaya seluruhnya mencapai Rp 450 milyard. "Ini perhitungan tahun 73, kalau sekarang berapa? Tutur Sadikin pula, yang menyebut proyek ini sebagai proyek raksasa. Khusus mengenai pembiayaannya Ali Sadikin pun tak luput bertanya, "siapa yang akan mengeluarkan biayanya, Pusat atau DKI", tanyanya. "Kalau saya sampai kiamat tak akan ada", tambahnya sambil menyorongkan masalah itu pada Bappenas, sebagai satu-satunya yang mungkin memecahkannya. Tak sekedar itu, dia pun membandingkan pengeluaran selama ini untuk menghadapi kemungkinan banjir. Sejak awal Pelita I sampai sekarang sudah Rp 10,6 milyard yang dikeluarkan, Rp 4,2 milyard di antaranya dari Departemen PUTL dan selebihnya dari DKI. Namun dari segi urgensinya, Ali Sadikin tetap beranggapan bahwa perbaikan sarana pendidikan dan kesejahteraan rakyat jauh lebih penting. "Genangan air paling 10 hari, sedang 3 juta penduduk yang hidup di kampung-kampung selama 360 hari tentu lebih memerlukan perhatian", ujarnya. Memang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus