MESKIPUN tidak segawat kodya Banjarmasin beberapa bagian
kecamatan kabupaten Banjar tak kurang digoda langkanya air minum
nan bersih. Hal ini tentu karena daerah ini belum sempat
menikmati sejuknya air ledeng. Bahkan kecamatan Sungai Tabuk
tempat asal Saluran Air Minum Banjarmasin", hanyalah kelaluan
pipanya saja, sedangkan kami tak pernah menikmatinya", seperti
keluh beberapa penduduk daerah itu kepada TEMPO. Kalau pun air
asin di Banjarmasin sudah merambat sampai ke sini, penduduk pun
terpaksa merogoh koceknya buat mencicipi air tawar yang
dijajakan tongkang-tongkang air.
Gambut si lumbung padi kabupaten Banjar, lain lagi ceriteranya.
Selama setahun ia bersumur di langit alias semata-mata menadah
air hujan. Bila langit lagi mogok, penduduk pun tertatih-tatih
dengan ember menunggu mobil tangki yang menyedot air sungai
dekat Jembatan Takara Bashi atau sumur sentral di kota Martapura
si ibukota kabupaten. Tentu saja dengan membeli. Di Gambut air
tak pernah kering memang, namun coklatnya nauzubillah, kelat dan
masam. Celakanya, di musim kemarau adalah saatnya diperlukan
sekali air minum untuk daerah Gambut, Kertak Hanyar dan
Aluh-Aluh. Sebab waktu itu beribu penuai musiman dari Hulu
Sungai mengalir ke sana untuk mengambil upah menuai padi.
Seharian berjemur di terik matahari, tenggorokan ingin juga
disantuni air sejuk. Nah, problim pengadaan air minum yang
hegenis semakin mengelucak.
Pemerintah daerah amat mafhum ihwal begini. Tahun lalu
menjelang musim kemarau PAH alias penadah air hujan dibuat di
Gambut dan Aluh-Aluh. (TEMPO, 17-5-75). Tapi dianggap tidak
sesuai dengan selera Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
yang lebih cenderung pembuatan sumur pompa. Pokok fikiran kepala
dinas disetujui bupati Soeindiyo yang menuangkannya dalam DIP
sektor kesehatan. Lewat Inpres No.7 tahun 1975 kabupaten Banjar
yang belakangan ini makin membenahi diri, kecipratan 15 buah
sumur pompa dengan anggaran sebesar Rp 900.000. Namun biaya
sekian dirasakan amat minim untuk mencapai sasaran, sebagaimana
dikatakan oleh Abd. Galib pelaksana pemborong yang ditunjuk
bupati.
Team Survey
Selesai 10 buah, masih belum rampung 5 buah, tampaknya Galib
mengalami keseretan kerja karena kurang lancarnya uang dari kas
daerah plus peralatan yang diniainya sendiri "masih peralatan
primitif. Maksimum bisa menembus tanah 24 meter. Sementara itu
untuk sumur pompa -- di kecamatan Simpang empat dan Banjarbaru
Galib menemui kesulitan tanahnya sukar ditembus karena berbatu
keras sedang yang di Aluh-Aluh karena dekat muara Barito nan
laut dikirakan bersumber air asin. Sedangkan 3 buah sumur pompa
Inpres yang telah rampung di desa Malintang dengan kedalaman 18
meter, di Tambak Sirang (18 m) dan di Kabuau (24 m) menurut
camat Gambut A. Syarani Sani BA macet. Memang masih macet itu
cuma kesalahan teknis jawab Galib. Apa itu? Penduduk
seharusnya terus-terusan memompanya sampai beberapa kubik air
sehingga dasar sumur cukup meluas karena tarikan isapan pompa.
Nyatanya tidak. Mungkin agak malas. Tapi tak apa, kita akan
segera memperbaiki dan memberikan bimbingan. Toh masih belum
diserahterimakan".
Tengah pemda masih getol-getolnya membenahi sumur pompa
dikabupaten ini, akhir Nopember kemarin datang team survey sumur
artesis dari Direktorat Geologi Departemen Pertambangan. Dengan
peralatan pemboran yang mekanis, pasang kemah, mengadakan
penelitian/pemetaan air, lapisan tanah dan batu-batuan.
Jenis-jenis tanah dan batu-batuan serta data-data pemetaan
dikirim ke Bandung. Itu di dua tempat muka mesjid Gambut dan
dekat gedung DPRD kabupaten di komplek Antasari Martapura. Di
Gambut pada kedalaman 31-42 meter sudah muncrat air tawar,
namun terus dibor hingga kedalaman 83 meter sebagai sumber
cadangan di musim kemarau. Selesai survey oleh ir. Hartono
kepala Kantor Wilayah Departemen Pertambangan Kalimantan eks
lubang boran itu diserahkan kepada pemda untuk dimanfaatkan buat
sekalian sebagai sumur pompa. Begitu pula pengeboran di
kompleks Antasari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini