HANCUR luluhnya jalan raya sepanjang 80 kilometer antara
Medan-Rantau Perapat di wilayah Kabupaten Asahan, Sumatera
Utara, bukan saja membikin para pemakainya menggerutu panjang.
Tapi juga menimbulkan baku tuduh antara Surarno Kepala DPU dan
Rafiun Nasution, Kepala DLLAJ Kabupaten Asahan. Ini bisa
dimaklumi. Sebab tentunya jalan raya yang merentang antara
kilometer 120 di kampung Tanjung Kasau -- perbatasan Kabupaten
Asahan dan Deli Serdang -- sampai kilometer 200 di Kampung
Leidong Barat perbatasan Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu --
kini tak ubahnya bagaikan kubangan kerbau hingga perlu diusut
penyebabnya. Dan deretan kubangan yang terus meningkat parah di
bulan-bulan penghujan mampu membenamkan bis dan prahoto dan
memacetkan lalulintas. Keadaan ini mematahkan hubungan tak
kurang 10 kampung seperti Kampung Bumi, Kisaran dekat kantor
Bupati Asahan itu.
"Itu akibat kendaraan yang melintas di sana melebihi tonase
seharusnya", teriak Sumarno jengkel. Menurut Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Asahan itu, "jalan propinsi di
kabupaten Asahan itu sebenarnya berkonstruksi kelas III". Tapi,
katanya, oleh Gubernur dikwalifikasikan kelas II, dengan catatan
hanya boleh dilintasi kendaraan yang memiliki tekanan as 5 ton
saja Tahu-tahu yang lewat kendaraan bermuatan rata-rata lebih 5
ton. Bahkan mobil gerobak beroda 8 atau 10, sampai-sampai bawa
muatan lebih 10 ton. Dan Sunarno menuding contoh kenderaan roda
10 milik PT Socfinda yang biasa memuat kelapa sawit dari
Perkebunan Aek Loba ke pabriknya di Perkebunan Tanah Gambus,
Kecamatan Lima Puluh. Kendaraan seperti itu yang berlalu lalang
di sana ditaksir sekitar 800 kali setiap harinya, tak termasuk
bis, sedan dan kenderaan kecil lainnya.
Kenapa kenderaan-kenderaan itu bisa bersimaharajalela lewat di
sana? Dengan nada pasti Sunarno berucap, "petugas-petugas DLLAJ
penjaga jembatan timbang yang tiga buah jumlahnya itu tak
berfungsi sebagaimana mestinya". Bahkan dikatakannya ada main
dengan mengutip Rp 300 sampai Rp 500 per kenderaan sekali
lintas. "Saya sering pergoki praktek mereka itu", katanya seraya
menjelaskan: "kutipan biaya siluman itu kalau dijumlahkan bisa
menutupi biaya rutin perawatan jalan tersebut yang dikeluarkan
Pemda Sumatera Utara".
Tentu saja Sunarno tak mau berpicing mata. Dilayangkanlah
sepucuk surat kepada Kepala DLLAJ Sub Wilayah III Kabupaten
Asahan dengan tembusan kepada para Muspida Kabupaten. Isinya,
minta ketegasan Kepala DLLAJ itu tentang praktek yang
dinyatakan kotor itu. Karena berakibat buruk bagi keselamatan
jalan. Cukup pedas, katanya mengaku. Dan gayungpun bersambut.
Rafiun Nasution, Kepala DLLAJ Sub Wilayah III Asahan, tentu
saja membantah. Dan menyebutnya "terlalu kasar". "Tak pantas
diperbuat seorang pejabat", katanya tanpa mengungkapkan isi
surat. Akan halnya kenderaan yang melebihi Tonase, Rafiun memang
tak membantahnya. Tapi tak berarti ia tak ambil peduli.
Buktinya? "Selama tahun 1975 saja tak kurang 500 perkara
disorongkan ke Kejaksaan untuk diteruskan ke Pengadilan",
katanya. Dan ia menyatakan tak berwenang, bila Sumarno
menyarankan membongkar saja kelebihan muatan di kenderaan itu.
Harus ada izin Muspida," katanya. Bahkan Rafiun mengeluh,
"karena ringannya hukuman yang dijatuhkan". "Hanya kena denda
saja", keluhnya. Dan, katanya, supir-supir itu rata-rata para
residivis karena melakukan pelanggaran membawa muatan lebih.
Rp 6000
Lagi pula Rafiun terheran-heran karena kenderaan yang lalulalang
di daerah Asahan itu adalah juga yang bersimpang-siur di
Kabupaten Labuhan Batu dan Deli Serdang. "Lantas kenapa jalan
propinsi tersebut tak separah jalan di Asahan?" Dan Rafiun pun
unjuk sebab musababnya. "Jalan di Asahan kurang baik
perawatannya. Parit-paritnya tak beres. Hingga waktu hujan,
airnya merembes ke jalan aspal. Dan Dinas PU kurang cekatan.
Baru sibuk memperbaikinya, setelah kerusakan jalan menjadi
parah". Tapi tentu saja Rafiun Nasution tak bisa mengendus
pengakuan seorang pengusaha angkutan. "Kalau kami memenuhi
ketentuan yang berlaku, bawa muatan cuma 6 ton, perusahaan
bisa bangkrut", katanya. Karena antara Kisaran-Medan, ia harus
mengeruk koceknya buat dana siluman tak kurang dari Rp 6000
sekali jalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini