Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAM kerja telah lewat pada akhir Desember 2010. Tapi Inspektur Jenderal Djoko Susilo masih kerasan di ruang kerjanya sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menurut seorang bekas anggota stafnya, pada malam itu sang Jenderal masih menerima tamu: pengusaha Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi.
Sekitar pukul 21.00, Djoko Susilo memanggil sejumlah perwira bawahannya yang bertugas mengelola pengadaan barang di korps itu. Mereka diminta berkumpul di ruang kerja Djoko, lantai dua gedung Korps Lalu Lintas, Jalan M.T. Haryono, Kaveling 37-38, Jakarta Selatan.
Setelah membuka rapat malam itu, Djoko meminta bawahannya segera menyiapkan tender pengadaan simulator kemudi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi. Proyek ini dilakukan menggunakan alokasi anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak Polri 2011.
Djoko memerintahkan para perwira itu berangkat ke Singapura untuk melakukan studi banding di Singapore Safety Driving Centre, mencari contoh spesifikasi simulator. Menjelang akhir pertemuan, kata sumber lain, ia mengeluarkan instruksi: ”Jadi, nanti Ndoro Budi yang mengerjakan proyek ini.”
Bawahannya sudah mafhum, panggilan ”Ndoro” merujuk pada Budi Susanto. Tak jelas, ada hubungan seperti apa di antara keduanya, sehingga sang Jenderal menjuluki pengusaha itu dengan panggilan di Jawa, yang biasanya diucapkan pembantu kepada majikannya. Yang pasti, panggilan itu acap diucapkan.
Dalam waktu singkat, Korps Lalu Lintas menggelar tender pengadaan simulator kemudi. Pada tahap pertama, dibuat 700 unit simulator kemudi roda dua senilai Rp 54,45 miliar. Berikutnya, dilakukan pengadaan 556 unit simulator kemudi roda empat senilai Rp 142,4 miliar.
”Perintah” Djoko Susilo pada pertemuan malam itu terlaksana dengan baik. PT Citra Mandiri Metalindo Abadi ditetapkan sebagai pemenang setelah ”menyisihkan” empat perusahaan. Belakangan, Citra Mandiri ternyata mengalihkan pengerjaannya kepada PT Inovasi Teknologi Indonesia milik Sukotjo S. Bambang. Setelah kongsi keduanya pecah, Sukotjo mengungkap manipulasi tender yang sejak awal diatur untuk dimenangi Citra Mandiri.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyidik perkara yang diduga digelembungkan hampir Rp 100 miliar itu. Djoko, yang telah berpindah tugas menjadi Gubernur Akademi Kepolisian, ditetapkan sebagai tersangka. Begitu juga Budi Susanto, Wakil Ketua Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Sukotjo Bambang, serta Komisaris Besar Teddy Rusmawan, ketua panitia pengadaan. Jumat pekan lalu, untuk pertama kalinya Djoko diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Budi membantah memenangi proyek karena bantuan Djoko Susilo. Menurut dia, Citra Mandiri mencari informasi tender melalui situs Korps Lalu Lintas. ”Kami mengikuti semua proses yang wajar,” katanya dalam jawaban tertulis kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Tommy Sihotang, kuasa hukum Djoko, menolak menjawab substansi perkara. ”Semuanya akan dibuka Djoko di Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya.
Berdasarkan penelusuran Tempo, proyek Budi Susanto di Korps Lalu Lintas merentang jauh dari sekadar simulator.
MENURUT Sukotjo, beriringan dengan proyek simulator, Budi Susanto mengincar dua pekerjaan lain pada 2011: pengadaan material tanda nomor kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan bermotor senilai hampir Rp 800 miliar. Sukotjo, yang kini menjalani hukuman di penjara Kebon Waru, Bandung—sebagai terpidana kasus penggelapan uang perusahaan milik Budi—mengingat dengan jelas kronologi pengejaran proyek itu. Ia mencatatnya pada empat lembar tulisan tangan, yang diserahkan kepada Tempo beberapa waktu lalu. ”Saya dilibatkan dalam semua persiapannya,” tulisnya.
Persiapan tender untuk proyek tanda nomor kendaraan bermotor dimulai pada awal Januari 2011. Menurut Sukotjo, Citra Mandiri Metalindo Abadi tidak ikut tender, tapi menjadikan Primer Koperasi Kepolisian (Primkoppol) Korps Lalu Lintas sebagai ”voorijder”. ”Biar kelihatan prosesnya fair, empat perusahaan diikutkan sebagai perusahaan pendamping,” Sukotjo menulis.
Uniknya, Teddy Rusmawan, yang memimpin panitia pengadaan, juga merupakan Ketua Primkoppol. Tapi, dalam proses tender, seorang karyawan Citra Mandiri Metalindo Abadi bernama Mulyadi seolah-olah bertindak sebagai wakil Primer Koperasi. Panitia tender mengunci spesifikasi material yang akan dipilih, yaitu aluminum alloy 531, dagangan yang memang dijual Citra Mandiri. Simsalabim, tentu saja, panitia lelang kemudian menetapkan Primkoppol sebagai pemenang.
Sukotjo juga menyatakan diminta Budi menyiapkan bahan presentasi Djoko Susilo di depan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo. Dia mengaku terpaksa menginap di kantor Korps Lalu Lintas untuk membuat materi paparan. Sesuai dengan peraturan pemerintah, proyek di atas Rp 100 miliar mesti diajukan dan disahkan Kepala Polri sebagai pengguna anggaran.
Dia mengingat pada dinihari mesti pergi ke daerah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, buat mencetak dan menjilid bahan presentasi. ”Pukul tujuh pagi, bahan itu saya antarkan ke kantor Kapolri,” Sukotjo menulis. Pada tengah hari, setelah paparan usai, tiga proyek mendapat lampu hijau dari TB-1, kode untuk Kepala Polri.
Dalam dokumen bendahara negara yang salinannya diperoleh Tempo, proyek tanda nomor kendaraan bermotor dan simulator kemudi ini telah dibayar lunas secara bertahap. Pembayaran 700 unit simulator kemudi roda dua dan 556 unit roda empat dilunasi masing-masing senilai Rp 54,45 miliar pada 17 Maret 2011 dan Rp 142,4 miliar pada 5 Desember 2011. Sedangkan proyek material tanda nomor kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan bermotor dilunasi lima kali senilai Rp 782,2 miliar.
Jauh sebelum pelaksanaan tender, Budi sudah mengikat kontrak kerja sama dengan Primkoppol untuk memasok aluminium. Kesepakatan ditandatangani Budi bersama—lagi-lagi—Teddy Rusmawan sebagai Ketua Primkoppol. Dibuat di hadapan notaris Imam Cahyono, dalam kontrak itu kerja sama diikat untuk 15 tahun.
Sumber Tempo mengatakan proyek kerja sama pemasok aluminium ini tidak lepas dari peran Djoko Susilo. Menurut dia, setahun sebelum proyek itu, Budi mendirikan pabrik peleburan aluminium di Kilometer 57, Karawang, Jawa Barat, bernama PT Mitra Alumindo Selaras. Sebagian saham perusahaan itu disebut-sebut dimiliki Brigadir Jenderal Utjin Sudiana, pensiunan Direktur Lalu Lintas Polri, yang juga besan Djoko.
Eric S. Paat, kuasa hukum Sukotjo, membenarkan tulisan tangan kliennya itu. Notaris Imam mengakui soal pengikatan kerja sama itu. ”Pengikatan kerja sama terjadi pada 26 Mei 2010,” katanya kepada Tempo. Imam mengatakan dalam akta tertera anggaran ratusan miliar. ”Namun saya tidak tahu apakah itu sesudah pemenang ditetapkan atau sebelumnya.”
Budi membenarkan terlibat dalam kerja sama Primkoppol Korps Lalu Lintas untuk memasok material tanda nomor kendaraan bermotor. Dia menegaskan kerja sama itu dilalui dengan prosedur yang berlaku. ”Saya berusaha di bidang ini sejak 2006,” katanya.
Adapun Teddy, yang ditahan di Markas Brigade Mobil Kepolisian, Kelapa Dua, Depok, tidak menjawab pertanyaan tertulis yang dikirimkan Tempo. ”Teddy belum bisa memberi jawaban,” kata Dwi Ria Latifa, kuasa hukumnya. Kapolri Jenderal Timur Pradopo membenarkan soal proyek material tanda nomor kendaraan bermotor dan surat tanda nomor kendaraan. ”Tiap tahun juga adanya,” katanya.
KARPET merah Djoko untuk Budi juga terbentang pada saat Citra Mandiri Metalindo Abadi mengajukan permohonan kredit ke PT BNI pada pekan pertama Desember 2010. Sukotjo menyatakan pernah diajak Budi melakukan presentasi ke kantor BNI di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Dia masih mengingat dengan jelas pernyataan Budi ketika berada di Aula Djajoesman, Korps Lalu Lintas Polri. ”Bams, hari ini kita presentasi ke BNI Sudirman. Kamu jelaskan produksi dan kapasitasnya. Yang lain nanti saya yang bicara,” Sukotjo Bambang menulis pernyataan Budi, yang sering memanggilnya ”Bams”.
Tak hanya itu, Budi juga mewanti-wanti Sukotjo agar tidak salah bicara. ”Dua hari yang lalu, Pak Djoko sudah presentasi bareng saya,” Sukotjo menulis pernyataan Budi. ”Presentasi ini penting biar kita bisa mendapat uang untuk pekerjaan-pekerjaan kita.”
Sumber Tempo mengatakan kehadiran Djoko Susilo diperlukan karena sebelumnya Citra Mandiri Metalindo Abadi selalu gagal mendapatkan kucuran kredit. Alasannya, kredit lebih dari Rp 100 miliar tidak bisa diperoleh dengan agunan surat perintah kerja proyek simulator kemudi roda dua, yang hanya senilai Rp 54,45 miliar. Sebelumnya, Budi sempat membawa surat perintah kerja untuk proyek simulator kemudi roda empat, yang proses tendernya belum berlangsung. ”Agar pihak BNI percaya, dihadirkan Djoko,” kata sumber itu.
Seorang sumber mengatakan Djoko tidak hanya datang mendampingi Budi. Dia juga diketahui beberapa kali melakukan komunikasi telepon dengan seorang pejabat BNI. Memo call komunikasi ini kabarnya telah disita Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi, ditanya soal ini, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menolak berkomentar. ”Saya belum mendapat laporan dari penyidik,” ujarnya.
Direktur Bisnis BNI Krishna Suparto membenarkan adanya pengucuran kredit untuk Citra Mandiri Metalindo Abadi. Menurut dia, Budi Susanto merupakan nasabah lama BNI dan memiliki rekam jejak yang baik. ”Proses kredit itu normal seperti yang lain-lain,” katanya. Jaminan yang diberikan untuk kredit itu juga sesuai dengan prosedur yang lazim.
Soal kehadiran Djoko, Krishna menyatakan tidak tahu. Budi juga membantah kehadiran Djoko. Menurut dia, proses pemberian kredit sudah sesuai dengan standar yang baku. ”Bohong besar kalau disebut kami pakai jalur tidak resmi,” ujarnya.
Bagaimanapun, Citra Mandiri sukses mencairkan kredit. Pada 12 Januari, BNI mentransfer kredit ke rekening Inovasi Teknologi sebesar Rp 35 miliar. Duit ini segera menyebar ke mana-mana, antara lain Rp 15 miliar disetor ke rekening Primkoppol. Duit Rp 2 miliar, menurut Sukotjo, juga diantar ke ruang kerja Djoko Susilo dan diterima sekretaris pribadinya. Fulus juga dipakai sebagai pelicin untuk memuluskan proses pre-audit proyek.
Sebagian kredit dipakai buat membiayai proyek simulator. Begitu dana proyek keluar dari bendahara negara, duit digulirkan untuk menggarap proyek tanda nomor kendaraan bermotor. Walhasil, dengan modal minim, perusahaan Budi memperoleh proyek senilai hampir Rp 1 triliun pada 2011.
Menurut sumber, kejanggalan proyek pelat nomor ini luar biasa. Ia menyebutkan harga material pelat nomor pada 2010 hanya Rp 5.000 per pasang. Tapi pada 2011, setelah proyek dimenangi Primkoppol dan Budi Susanto, harganya melonjak jadi Rp 30 ribu per pasang. Padahal materialnya persis dan ukurannya hanya bertambah empat sentimeter.
Dari penggelembungan inilah diduga duit mengalir sampai jauh. Itu sebabnya, kata seorang sumber, Markas Besar Polri berkeras mencegah perkara ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Apalagi peran Jenderal Timur Pradopo selaku pengguna anggaran juga disorot. Sebab, setelah mendapat presentasi dari Djoko Susilo selaku kuasa pengguna anggaran, Timur menetapkannya sebagai pemenang. Hal itu tertuang dalam surat bernomor Kep/193/IV/2011 tertanggal 8 April 2011, dalam penetapan pemenang proyek pengadaan simulator roda empat senilai Rp 142,4 miliar, yaitu Citra Mandiri Metalindo Abadi.
Sumber Tempo mengatakan, sebelum meneken surat penetapan pemenang, Timur melakukan prosedur penelitian. Salah satunya menurunkan tim pre-audit dari Inspektur Pengawasan Umum Polri untuk mengecek proses tender dan kelayakan perusahaan pemenang.
Jenderal Timur, yang ditemui Kamis pekan lalu, mengatakan tidak ingat apakah menyetujui penetapan pemenang untuk pengadaan material tanda nomor kendaraan bermotor. ”Yang pasti, semua proses sesuai dengan ketentuan,” katanya.
Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Fajar Prihantoro menolak menjawab soal pre-audit proyek. ”Untuk simulator kemudi, kami tidak menemukan adanya penyimpangan.” Djoko Susilo, yang diperiksa selama delapan jam di KPK, berkomentar singkat, ”Saya akan ikut proses hukum.”
Budi Setyarso, Setri Yasra, Widiarsi Agustina, Aryani Kristanti, Rusman Paraqbueq, Fransisco Rosarians, Martha Thertina, Ilham Tirta
Dua Menguak Proyek
PENGADAAN simulator kemudi sepeda motor dan mobil serta material tanda kendaraan bermotor di Korps Lalu Lintas Markas Besar Kepolisian RI pada 2011 dilakukan beriringan. Pengusaha Budi Susanto diduga memainkan proyek-proyek itu sekaligus, dengan bantuan petinggi Korps Lalu Lintas.
Budi Setyarso
A. Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Kendaraan Bermotor
B. Simulator Kemudi
Kendaraan roda dua
Kendaraan roda empat
Lunas
Dua proyek itu telah dibayar lunas oleh bendahara negara.
17 Maret 2011:
27 April 2011:
7 Juni 2011:
11 Juli 2011:
30 September 2011:
16 November 2011:
5 Desember 2011:
Zigzag Proyek
2010
Mei
Agustus
Oktober
November
2011
Januari
12 Januari
13 Januari
14 Januari
17 Januari
26 Januari
18 Februari
21 Februari
25 Februari
Akhir Februari
Maret
Juli
Sumber: Dokumen proyek, wawancara, Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo