Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JALAN Habib Bourguiba adalah jalan raya utama di Kota Tunis, jantung politik dan ekonomi Tunisia. Bourguiba adalah presiden pertama Republik Tunisia dan pemimpin nasional perjuangan kemerdekaan negara itu dari Prancis pada 1956. Jalan lebar tersebut sejajar dari arah timur ke barat, dipagari pepohonan dan toko serta bagian depan kafe di kedua sisinya.
Seperti Tahrir Square di Kairo, Mesir, kawasan ini menjadi saksi peristiwa politik penting. Awal Januari lalu, ribuan warga Tunisia berkumpul di bawah pengawasan ketat aparat keamanan saat memperingati tahun kedelapan revolusi Tunisia atau “Musim Semi Arab”. Peristiwa itu menandai jatuhnya Zine al-Abidine Ben Ali pada 2011, presiden yang berkuasa selama 20 tahun.
Di jalan ini juga banyak monumen dan bangunan penting. Di ujung timur terdapat patung Habib Bourguiba dengan kantor Kementerian Dalam Negeri di sisi kirinya. Di ujung barat, sekitar 600 meter, berdiri penanda lain yang tak kalah penting: patung filsuf, sejarawan, dan sosiolog Abd al-Rahman Ibn Khaldūn alias Ibnu Khaldun.
Patung setinggi sekitar 3 meter itu diapit Katedral St. Vincent de Paul, yang pembangunannya rampung pada 1897, di sisi kiri dan Kedutaan Besar Prancis, negara yang menguasai Tunisia sejak 1881 sampai kemerdekaannya 75 tahun kemudian, di sisi sebaliknya. Itu satu-satunya gedung kedutaan negara asing di kawasan utama Kota Tunis tersebut.
Tunisia menghormati pemikir besar Islam yang namanya sangat akrab di telinga para sejarawan, filsuf, sosiolog, dan ekonom dunia itu karena pemikirannya yang luas. “Salah satunya dengan membangun patungnya di jantung Kota Tunis,” kata Muhammad, warga Tunis yang juga pengajar di sebuah sekolah di Jalan Ouled Haffouz.
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada 27 Mei 1332. Ia meninggal di Kairo, Mesir, pada 17 Maret 1406. Keluarganya berasal dari Yaman, tapi tinggal di Sevilla, Spanyol, saat daerah itu jatuh ke tangan penguasa Arab. Perubahan situasi politik di Sevilla mendorong keluarga Khaldun pindah ke Maroko dan kemudian tinggal di Tunisia.
JALAN Habib BourgUiba./ Tempo/Abdul Manan
Mengikuti jejak keluarganya, Khaldun mempelajari berbagai macam pengetahuan, dari fikih sampai matematika. Ia juga memiliki karier panjang di bidang hukum dan pemerintahan. Pengetahuan dan pengalamannya yang luas berkontribusi terhadap kelahiran sejumlah karya monumentalnya: Al-‘Ibar, Al-Muqaddimah, dan Al-Ta’rîf bi Ibn-Khaldűn wa Riħlatuhu Għarbân wa Sharqân.
Dari ketiganya, adikarya Ibnu Khaldun adalah Al-Muqaddimah, yang ditulis pada 1375. Kitab itu berisi pengamatan brilian tentang historiografi, ekonomi, politik, dan pendidikan. Sejarawan asal Inggris, Arnold J. Toynbee (1889-1975), menyebut Al-Muqaddimah sebagai “sebuah filsafat sejarah yang tak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang belum pernah diciptakan oleh pemikir mana pun”.
Pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun yang disampaikan pada abad ke-13 tentang pembagian kerja dan perdagangan internasional yang tertuang dalam kitab itu juga masih sangat relevan dengan situasi saat ini. Sebagian gagasan serupa kemudian disampaikan pemikir ekonomi abad ke-17, Adam Smith, yang kini dikenal sebagai “Bapak Ekonomi” modern. Profesor ekonomi di Georgetown University, Amerika Serikat, Ibrahim Oweiss, mengatakan, dengan sumbangan pemikiran itu, Khaldun seharusnya ditempatkan dalam sejarah pemikiran ekonomi sebagai pelopor utama, jika bukan “bapak” ekonomi.
Tak mengherankan jika Tunisia memberikan penghormatan kepadanya. “Ibnu Khaldun adalah putra Tunisia yang dibanggakan rakyat dan pemerintah Tunisia. Setiap orang yang melewati Jalan Habib Bourguiba pasti akan melihat patung itu,” ujar Ikrar Nusa Bhakti, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang menjadi Duta Besar Indonesia di Tunisia sejak 2017.
Di patung itu terdapat keterangan dalam bahasa Arab yang artinya kira-kira “penghargaan untuk pemikiran”. Kalimat di bawahnya menjelaskan bahwa yang memerintahkan pembangunan patung ini adalah Presiden Bourguiba. “Patungnya di pusat kota yang memegang buku menunjukkan betapa pentingnya buku dan ilmu pengetahuan,” Ikrar menambahkan.
Di depan patung Ibnu Khaldun terdapat situs “I Love Tunisia”, yang menjadi lokasi berfoto favorit warga setempat dan wisatawan asing. Saat saya mengunjungi patung Ibnu Khaldun, pertengahan Juni lalu, cuaca Kota Tunis sedang panas. Suhunya sekitar 27 derajat Celsius. Juni, Juli, Agustus, dan September merupakan bulan terpanas di Tunisia. Namun hal itu tak mengurangi minat warga dan wisatawan berfoto di sana.
House of Culture Ibn Khaldoun di Tunis./Tempo/Abdul Manan
Sebagai jalan utama, daerah ini sangat ramai. Di sisi kiri dan kanan jalan dipenuhi kafe dan toko, yang padat pengunjung pada hari libur. Di sisi kanan terdapat toko buku Librairie Alkitab, yang menjual buku berbahasa Arab, Prancis, dan Inggris. Raknya didominasi buku berbahasa Arab dan Prancis, sesuatu yang bisa dimaklumi karena negara ini pernah dijajah Prancis lebih dari setengah abad.
Di rak bagian buku berbahasa Inggris terdapat karya Adam Smith yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations, yang pertama kali diterbitkan pada 1776. Saat saya bertanya apakah ada buku tentang Ibnu Khaldun, penjaganya menyodorkan buku Al-Muqqadimah berbahasa Arab yang tebalnya lebih dari 500 halaman. “Tidak ada yang dalam bahasa Inggris,” kata sang penjaga.
Selain toko dan kafe, terdapat banyak hotel berbagai bintang di area itu, dari The New Oscar Hotel yang bintang tiga dengan tarif kamar sekitar Rp 400 ribu per malam sampai yang bintang lima seperti Hotel Afrika. Hotel-hotel di daerah ini menjadi pilihan karena sangat dekat dengan pusat kota, pusat hiburan, juga tempat belanja.
SELAIN toko dan kafe, di sekitar Jalan Habib Bourguiba ada situs bersejarah Bab el Bhar—ada yang menulisnya Bab Bhar—yang berjarak hanya sekitar 250 meter dari patung Ibnu Khaldun. Arti harfiahnya adalah gerbang laut. Situs yang juga dikenal sebagai Porte de France (Gerbang Prancis) itu adalah gerbang kota di Tunis. Tempat ini juga menandai pemisahan Medina of Tunis dengan kawasan Eropa.
Medina of Tunis merupakan area perdagangan dan hunian tua yang padat. Tidak seperti di sejumlah kawasan penting lain, rumah dan bangunan di daerah ini sangat didominasi arsitektur Arab. Adapun beberapa daerah lain amat kuat dipengaruhi arsitektur Prancis berupa bangunan bertingkat dan balkon dengan pagar berukir.
Selain karena bersejarah, Bab el Bhar banyak dikunjungi lantaran terdapat pasar tradisional dan pusat penjualan suvenir, dari gantungan kunci seharga 1 dinar Tunisia atau sekitar Rp 4.800 hingga kerajinan tangan lain berharga puluhan atau ratusan dinar. Pusat suvenir ini buka sepanjang pekan, kecuali Ahad.
Toko Buku Librairie Alkitab yang juga menjual buku al-Muqaddimah karya Ibnu Khaldun di TUNIS./Tempo/Abdul Manan
Seperti banyak negara lain, apresiasi pemerintah Tunisia kepada Ibnu Khaldun ditunjukkan lewat penamaan jalan. Ibn Khaldoun dipakai sebagai nama jalan di lokasi yang juga strategis, hanya sekitar 300 meter dari patung sang pemikir. Panjang Jalan Ibn Khaldoun sekitar 1 kilometer. Ujung utaranya berbatasan dengan Jalan Bourguiba, sementara ujung selatannya dengan Jalan Moncef Bey.
Terdapat beragam bangunan di Jalan Ibn Khaldoun. Ada kafe, restoran, tempat pemutaran film, juga bengkel mobil. Di jalan yang sama terdapat rumah masa kecil Ibnu Khaldun yang kemudian dipugar oleh pemerintah Tunisia menjadi House of Culture Ibn Khaldoun. “Bangunan itu kini jadi pusat kebudayaan,” tutur Muhammad, warga Tunis, sembari menunjuk bangunan putih dua lantai tersebut.
House of Culture Ibn Khaldoun buka sejak pagi sampai sore pada hari biasa. Saat saya datang, Sabtu, 15 Juni lalu, pusat kebudayaan ini tutup. Saat itu hanya tampak sejumlah pria yang sedang duduk-duduk di depannya. Semua informasi kegiatan yang tertempel di gedung tertulis dalam dua bahasa: Arab dan Prancis.
Di bangunan itu tampak spanduk acara Journées Théâtrales de Carthage, 8-16 Desember 2018. Ini adalah festival teater terpenting di Tunisia. Setelah digelar tiap dua tahun sejak 1983, festival teater ini diadakan setiap tahun mulai 2016, menampilkan karya seniman dan budayawan dari Tunisia dan dunia.
House of Culture Ibn Khaldoun baru saja direhabilitasi. Menurut 7dnews.com, pemerintah memutuskan memugar rumah masa kecil Ibnu Khaldun itu sebagai bagian dari upaya melestarikan warisan sejarawan besar tersebut. Dalam pengumumannya, Kementerian Kebudayaan Tunisia berencana mengubahnya menjadi museum yang akan menampung semua karya berharganya. Rumah itu sebelumnya ditempati Departemen Arsip. Keputusan ini diambil sebagai bagian dari perayaan Tunisia sebagai ibu kota kebudayaan Islam pada 2019.
Rumah Ibnu Khaldun itu mencerminkan gaya aristokrat selama periode Hafsid, dinasti muslim Sunni keturunan Berber yang memerintah Ifriqiya pada 1229-1574. Sebelum direnovasi, rumah dua lantai ini memiliki pintu masuk kecil yang mengarah ke halaman yang terbuka ke semua kamar di lantai dasar. Lantai pertama hampir sama dengan lantai dasar kamarnya. Dindingnya keramik dengan warna tua dan cerah.
Rumah itu masih mempertahankan desain arsitektur aslinya. Arsitektur besarnya tidak berubah, kecuali hal kecil pada ornamen langit-langit, pintu kayu, dan gerbang luar. Beberapa perubahan lain dilakukan setelah rumah itu terhubung dengan jaringan air dan listrik. Selain itu, rumah tersebut utuh tanpa ada restrukturisasi ataupun modernisasi.
Spot Berfoto turis di Jalan Habib Bourguiba./ Tempo/Abdul Manan
Salah satu jejak lain Ibnu Khaldun- yang bisa dilihat saat ini adalah Masjid Al-Zaytuna, tempat dia belajar dan kemudian mengajar. Masjid yang dibangun sekitar 731 Masehi ini berada di Medina of Tunis, berjarak sekitar 760 meter dari patung Ibnu Khaldun dan sekitar 1 kilometer dari House of Culture Ibn Khaldoun. Masjid seluas 1,2 hektare itu juga dikenal sebagai salah satu universitas pertama dan terbesar dalam sejarah -Islam, Ez-Zitouna University.
Banyak cendekiawan muslim yang lulus dari Ez-Zitouna selama lebih dari seribu tahun ini. Di antaranya salah satu ulama Islam tersohor, Mohammad Ibnu Arafa al-Warghammi (1316-1401); ahli hukum, Imam Maziri (1061-1141); dan penyair kenamaan Tunisia, Aboul-Qacem Echebbi (1909-1934). “Ibnu Khaldun juga alumnus Ez-Zitouna,” kata Ikrar Nusa Bhakti.
Muhammad juga menginformasikan bahwa nama Ibnu Khaldun banyak dijadikan nama sekolah atau universitas. “Cukup banyak sekolah yang memakai namanya,” ucapnya. Salah satu kampus yang memakai namanya adalah Ibn Khaldoun University. Kampus swasta yang berdiri pada 2005 ini berada di Montplaisir,- Tunis. Bank Sentral Tunisia pun memuat gambar Ibnu Khaldun pada uang pecahan 10 dinar.
Ikrar menambahkan, penghormatan lain kepada Ibnu Khaldun diberikan dengan menularkan semangatnya. “Biasanya para khatib dan dosen sering menyebut nama Ibnu Khaldun tidak hanya sebagai penghargaan, tapi juga sebagai pemecut bagi generasi muda agar juga menjadi- pemikir, pencipta, dan penggerak yang inovatif bagi bangsa dan negara Tunisia,” ujarnya.
ABDUL MANAN (TUNIS)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo