Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARU saja mendarat di Bandar Udara Soekarno-Hatta sepulang umrah di Mekah pada 9 Juni lalu, Patrice Rio Capella mendapat perintah mendadak menghadap Surya Paloh. Lewat sambungan telepon, Ketua Umum Partai NasDem ini meminta Patrice datang ke kantor partai di kawasan Gondangdia, Jakarta Pusat, saat itu juga.
Dengan menunggang Toyota Vellfire putih, Patrice tiba di kantor NasDem dan langsung mendatangi ruang kerja Surya di lantai lima. Setelah bertemu, dia menanyakan alasan pemanggilan mendadak itu. Namun, bukannya menjawab, Surya malah mencecar Patrice.
"Apakah Kakak Rio pernah ketemu Gatot dan istrinya, Evy?" Nama yang dimaksud Surya adalah Gubernur Sumatera Utara 2013-2018, Gatot Pujo Nugroho, dan istrinya, Evy Susanti. "Apakah mereka kasih sesuatu kepada kamu?"
Kepada Surya ketika itu, Patrice membenarkan bertemu dengan Gatot dan Evy. Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu juga mengaku menerima Rp 200 juta dari orang suruhan Evy, Fransisca Insani Rahesti, pertengahan Mei lalu. Mendengar pengakuan Patrice itu, Surya kemudian memberikan wejangan singkat. "Ya sudah, hati-hati saja kalau gitu."
Pertemuan itu diceritakan kembali oleh Patrice saat diperiksa dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat dua pekan lalu. Menurut seorang aparat penegak hukum, saat merekonstruksi pertemuan dengan Surya itu ke penyidik, Patrice tidak menceritakan alasan Evy memberi uang. Belakangan, diketahui duit itu hadiah dari Gatot atas jasa Patrice dalam pengaturan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) dan hibah Sumatera Utara 2012-2013, yang sedang disidik Kejaksaan Agung. Gatot memerlukan jasa Patrice, yang diketahui dekat dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo.
Atas penerimaan duit itu, pada 15 Oktober lalu Patrice ditetapkan KPK sebagai tersangka dugaan suap pengaturan kasus tersebut. Ketika menerima uang, Patrice berstatus anggota DPR. Pemeriksaan pada Jumat dua pekan lalu itu pemeriksaan pertamanya sebagai tersangka. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan Gatot dan Evy sebagai tersangka pemberi suap.
Kasus Patrice ini pengembangan dugaan suap tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan yang menangani gugatan keabsahan pengusutan kasus bansos di Kejaksaan. Gatot dan Evy juga tersangka kasus ini. Kasus yang menyeret pengacara Gatot, Otto Cornelis Kaligis, ini terbongkar setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap anak buah Kaligis, M. Yagari Bhastara alias Gerry, yang tengah memberikan sogokan US$ 15 ribu dan Sin$ 5.000 kepada tiga hakim PTUN Medan, awal Juli lalu.
Pengacara Patrice, Maqdir Ismail, menolak menjelaskan soal pertemuan itu. Dia hanya membenarkan bahwa Surya Paloh mengetahui penerimaan uang oleh kliennya. "Hanya itu, yang lain sudah masuk materi penyidikan," katanya.
Ditemui di Hotel Gumaya, Semarang, Kamis pekan lalu, Surya Paloh membantah kabar bahwa Patrice pernah menceritakan penerimaan duit dari Evy di ruang kerjanya. "Siapa pun pihak yang menyampaikan itu, sama sekali tidak ada."
DALAM surat permohonan menjadi justice collaborator ke KPK, 27 September lalu, yang salinannya diperoleh Tempo, Gatot menyebutkan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Kejaksaan titipan Partai NasDem. Menurut Gatot, operator lapangannya adalah Tengku Erry Nuradi, wakilnya di pemerintahan yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah NasDem Sumatera Utara. "Saya mendapat informasi, pelapor kasus itu adalah Erry dan kelompoknya," kata Gatot.
Menurut catatan tim pidana khusus Kejaksaan Agung, kasus bantuan sosial dan hibah senilai total Rp 2,3 triliun ini dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada Desember 2014. Akhir Januari 2014, kasus itu juga dilaporkan salah satu organisasi mahasiswa, yang disebut Gatot Kelompok Cipayung binaan Erry, ke Kejaksaan Agung. Sebulan berselang, Kejaksaan Agung mengambil alih kasus itu.
Ketika diperiksa penyidik KPK sepanjang Agustus lalu, Gatot mengatakan ia baru mengetahui kasus itu ditangani Kejaksaan Agung dari dua anak buahnya pada akhir Maret lalu. Mereka adalah Sabrina, Sekretaris Daerah, dan Ahmad Fuad Lubis, Kepala Biro Keuangan. Gatot terperanjat ketika keduanya mengatakan akan diperiksa sebagai saksi untuk dia, yang disebutkan sudah berstatus tersangka. Menurut surat panggilan Kejaksaan yang diperoleh Tempo, keduanya dipanggil sebagai saksi untuk Gatot, yang diduga melakukan korupsi bansos dan hibah.
Gatot lantas meminta Kaligis, penasihat hukumnya sejak 2013, menggugat keabsahan penyelidikan itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, awal Mei lalu. Belakangan, Gatot mengaku mendapat informasi pelapornya suruhan Erry. Dituduh sebagai pelapor kasus bansos, Erry meminta Gatot tidak asal bicara. "Tolong buktikan," katanya kepada Sahat Simatupang dari Tempo di Medan.
Gatot semakin yakin kasus itu bermuatan politik setelah anak buah Kaligis yang mencari informasi ke Kejaksaan memberitahukan surat penyelidikan terbit setelah Direktur Penyidikan Khusus Maruli Hutagalung dipanggil Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, yang juga berasal dari NasDem.
Saat diperiksa komisi antikorupsi sepanjang Agustus itu, Gatot juga mengaku diminta Kaligis menyiapkan duit Rp 500 juta untuk mengamankan kasus tersebut buat orang Kejaksaan. Melalui Evy, Gatot menyerahkan duit itu ke Kaligis untuk diserahkan kepada Maruli. "Belakangan, istri saya melaporkan Kaligis sudah memberitahukan duit itu sudah sampai ke Maruli," ujarnya.
Maruli membantah pernah menerima uang dari Kaligis. Tapi ia tidak membantah mendapat perintah dari Prasetyo untuk mengusut kasus itu. "Kasus ini saya tangani atas perintah Jaksa Agung," ujarnya kepada Itsman M.P. dari Tempo, awal pekan lalu.
Atas saran Kaligis, yang juga Ketua Mahkamah NasDem, Gatot juga diminta menyelesaikan kasusnya secara politik. Ia disarankan bertemu dengan Patrice supaya melobi Jaksa Agung Prasetyo menutup kasusnya. Menurut Kaligis, di NasDem, Patrice termasuk orang yang bisa langsung berhubungan dengan Prasetyo. Ditemani Kaligis, April lalu, Gatot bertemu dengan Patrice di Restoran Edogin, Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. "Saat itu dia bersedia membantu. Kami juga diminta menyiapkan 'sesuatu'," ujar Gatot ke penyidik KPK, 27 Agustus lalu. Sesuatu yang dimaksud adalah uang Rp 200 juta yang belakangan menjerat Patrice. Pengacara Patrice, Maqdir, tak membantah soal ini. "Ada pertemuan, tapi klien saya tak menjanjikan apa-apa."
Belakangan, Gatot menyadari bahwa cara lain agar dia tak terseret kasus bansos adalah melakukan islah dengan Erry. Gatot minta bantuan Kaligis dan Patrice untuk membujuk Surya memfasilitasi pertemuan islah itu. Pada 19 Mei lalu, pertemuan islah itu terjadi di ruang kerja Surya. Selain ada Surya, Gatot, dan Errry, Kaligis ikut pertemuan tersebut.
Menurut seorang penegak hukum yang menemui Gatot di Rumah Tahanan Cipinang tiga hari setelah ia ditahan KPK, pertemuan di ruang kerja Surya itu bukan sekadar islah. Di sana Gatot akhirnya bersedia berbagi kekuasaan dengan Erry. Gatot sepakat membagi 40 persen kekuasaan untuk Erry. Tapi ia meminta Surya membantunya agar kasus penyidikan bansos berhenti. Menurut penegak hukum ini, Gatot bercerita Surya saat itu langsung menelepon Prasetyo.
Sehari setelah islah itu, Gatot meminta Kaligis tak meneruskan gugatan ke PTUN karena ia yakin kasusnya di kejaksaan akan ditutup. Tapi Kaligis ngotot kasus itu berlanjut dengan dalih kalau menang kasus itu menjadi acuan hukum. Belakangan, keputusan itu menyeret mereka berurusan dengan KPK.
Kepada Tempo, Rabu pekan lalu, Gatot dan Evy membenarkan semua keterangan yang pernah ia sampaikan ke penyidik KPK sepanjang Agustus lalu. Ihwal cerita Gatot yang menyebutkan Surya menelepon Prasetyo, pengacara Gatot, Yanuar Wasesa, mengaku belum tahu. "Klien saya belum cerita itu," ujarnya. Kaligis sebelumnya juga membantah menyarankan Gatot mencari segala upaya menghentikan kasusnya di Kejaksaan.
Prasetyo juga mengaku tidak pernah dihubungi atau didekati Patrice agar ia tak melanjutkan kasus bansos. Bahkan ia bersumpah tidak pernah dihubungi Surya Paloh untuk urusan ini. "Ini ada kepentingan lain untuk mengganti saya sebagai Jaksa Agung," katanya. Surya juga menyangkal menelepon Prasetyo.
KPK akan tetap memeriksa silang para saksi yang hadir dalam pertemuan itu. Jumat pekan lalu, misalnya, penyidik memeriksa Surya selama tiga jam. Salah satunya menanyakan ihwal pertemuan islah itu. "Untuk menentukan ada-tidaknya keterkaitan suap dengan latar belakang pertemuan tersebut," ujar Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji.
GATOT merasa sudah tidak harmonis dengan Erry dua bulan setelah keduanya dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara pada Maret 2013. Ia menuding ada tangan-tangan Surya di NasDem yang hendak mendongkelnya. Kalau Gatot lengser, Erry yang otomatis menggantikannya. "Salah satu tujuannya menjadikan Sumatera Utara basis NasDem," kata Gatot.
Pasangan Gatot-Erry diusung lima partai, termasuk Partai Keadilan Sejahtera dan NasDem. PKS merupakan partai asal Gatot. Menurut orang dekat Gatot, setelah menjadi gubernur, Gatot dianggap tidak memberikan kontribusi besar buat NasDem dan Erry. Ia pernah menolak salah satu kerabat Surya yang meminta jabatan kepadanya.
Menurut kerabat Gatot itu, Partai NasDem semakin berang setelah Gatot di awal pemerintahan menolak proposal proyek monorel di Sumatera Utara. Alasannya, proyek itu dianggap belum layak buat Medan. Belakangan, kata dia, Gatot mengetahui perusahaan itu masih rekanan dengan Surya Paloh.
Ada juga, kata kerabat Gatot ini, proyek besar di Sumatera Utara yang diincar banyak pengusaha, tak terkecuali Surya Paloh. Proyek itu adalah pengambilalihan lahan sawit Register 40, Padang Lawas, seluas 48 ribu hektare, yang sebelumnya dikuasai D.L. Sitorus. Perkebunan itu sebentar lagi akan dieksekusi Kejaksaan Agung, lalu dikembalikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Gatot hanya tersenyum ketika ditanya soal adanya kerabat Surya yang meminta jabatan kepadanya. Sedangkan soal monorel, ia membenarkan ada pengusaha yang mengajukan proposal soal itu. Belakangan, dia mendengar perusahaan itu di-takeover Surya Paloh. Sedangkan ihwal pengambilalihan lahan sawit Register 40, kata mantan Ketua PKS Sumatera Utara ini, "Memang banyak yang berminat."
Upaya menggoyang Gatot juga datang dari Fraksi NasDem di DPRD melalui hak interpelasi, pada Agustus 2014 dan April 2015. Namun upaya interpelasi itu kandas karena Fraksi NasDem tidak mendapat dukungan fraksi lain. Mantan Ketua NasDem Sumatera Utara Ali Umri membenarkan partainya yang ngotot menginterpelasi Gatot. "Karena pengelolaan anggarannya buruk," ujar anggota di Komisi Hukum DPR itu kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Surya membantah punya kepentingan politik dan bisnis di Medan. Apalagi, kata dia, dengan cara melengserkan Gatot. "Tidak ada itu."
Anton Aprianto, Muhamad Rizki, Prihandoko, Mawardah, Istiqomatul Hayati, Rofiuddin
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo