Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Ikut Uji Emisi Walau Terpaksa

Sikap warga Jakarta dan kota sekitar yang sehari-hari memakai mobil terbelah soal uji emisi. Ada yang mendukung, ada juga yang menolak. Pasar mobil bekas diperkirakan tak tergerus.

5 November 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Penjualan mobil bekas di Bursa Mobil Bekas Mangga dua, Jakarta, 21 Desember 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sikap warga terbelah soal rencana sanksi tilang uji emisi.

  • Warga pemilik mobil tua khawatir kendaraannya tak lolos uji emisi.

  • Pasar mobil bekas dinilai tak akan terpengaruh rencana aturan baru ini.

JAKARTA — Sebagai warga Bogor yang sehari-hari bekerja di Jakarta, Adam Nugraha, 35 tahun, mengaku khawatir saat mendengar rencana penerapan sanksi tilang uji emisi di Ibu Kota. Pasalnya, karyawan swasta yang berkantor di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, itu kerap memakai mobil pribadinya untuk berangkat kerja. “Selama pandemi ini, saya 2-3 kali seminggu pergi ke kantor memakai mobil pribadi,” kata Adam kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gara-gara kabar soal rencana kebijakan baru itu, Adam, yang selama ini belum pernah melakukan uji emisi untuk mobilnya, jadi terpikir untuk mendatangi bengkel guna mencari tahu. Kebetulan, ia memiliki sebuah minibus keluaran 2007. “Jadi penasaran juga, mobil saya apakah memenuhi syarat atau tidak.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menilai kebijakan ini tak ubahnya seperti syarat sertifikat vaksinasi Covid-19 atau kewajiban tes swab untuk bepergian. Pengujian emisi kendaraan pun, menurut dia, mau tak mau dilakukan jika kebijakan jadi diterapkan. “Agar aman kalau bawa mobil ke Jakarta.”

Rencana kebijakan ini dianggap mengkhawatirkan karena besaran dendanya yang terhitung lumayan besar. Dalam rencana kebijakan ini, disebutkan bahwa pelanggar uji emisi di Jakarta terancam dikenakan sanksi denda maksimal Rp 500 ribu untuk mobil dan Rp 250 ribu untuk sepeda motor yang tak lolos uji emisi. Selain itu, sertifikat lolos uji emisi menjadi syarat melakukan perpanjangan masa berlaku pajak kendaraan bermotor.

Hal senada diungkapkan Oddie Reza, 34 tahun, seorang wiraswasta yang tinggal di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kendaraan pribadi Oddie adalah sebuah minibus keluaran 2013 yang ia beli dalam kondisi bekas beberapa tahun lalu. Meski keberatan, Oddie akan tetap mengikuti aturan itu. “Asalkan biaya tesnya tidak terlalu mahal. Kalau hanya sekitar Rp 100 ribu, masih okelah,” ujarnya.

Petugas Dinas Lingkungan Hidup melakukan uji emisi kendaraan berbahan bakar bensin di Jalan Perintis Kemerdekaan, Pulogadung, Jakarta, 26 Oktober 2021. TEMPO/ Dwi Nur A.Y.

Menurut Oddie, kebijakan ini memberatkan warga yang belum mampu membeli mobil keluaran tahun lebih muda. “Seharusnya kalau mau mengurangi emisi, transportasi umum dibenahi jadi lebih baik dulu. Warga juga tidak keberatan tak memakai mobil pribadi kalau layanan transportasi umum yang bagus sudah meluas.” Oddie khawatir, gara-gara usia mobilnya sudah lebih dari 5 tahun, ia tak bisa mendapatkan sertifikat lolos uji emisi, kendati ia rutin merawat mesin mobilnya.

Dukungan justru datang dari penggemar mobil klasik. Anggota komunitas pencinta mobil klasik Holden Klasik, Janu Satria, berujar, sejauh ini komunitasnya tidak menentang kebijakan tersebut lantaran polusi udara di Ibu Kota memang harus segera diatasi. Namun ia berharap kebijakan tersebut tepat sasaran dan menjadi solusi untuk mengurangi polusi di Jakarta. Selain itu, ia mengusulkan agar kepolisian memberikan kemudahan dalam pengurusan legalitas penggantian mesin pada mobil klasik.

Selama ini, kata Janu, mobil berusia tua biasanya sekadar menjadi benda koleksi dan tersimpan dengan baik di garasi pemiliknya. “Karena memang itu bukan mobil harian.” Kalau pun mobil klasik akan dipakai untuk harian, mesin mobil tersebut bisa diganti (swap engine) memakai mesin yang usianya lebih muda agar tetap lolos uji emisi.

"Kalau mobil tua sama sekali tidak boleh jalan, mau dikemanakan? Salah satu solusinya ya swap engine. Tapi selama ini untuk mengurus legalitas penggantian mesin masih susah," ujar Janu.

Regulasi soal emisi gas buang pun diperkirakan tak mempengaruhi minat penggemar mobil klasik. Begitu juga dengan pasarnya. "Karena mobil antik harganya tidak pernah turun, kecuali mobilnya tidak dirawat dan rusak. Penggemar mobil klasik akan selalu ada." Namun ia mengakui, pada masa pandemi, pasar mobil tua melesu akibat berkurangnya pembeli. Sedangkan penjual mobil keluaran "jadul" tetap banyak.

Mobil tua dari gabungan seluruh pencinta dan penggemar mobil tua, di Lapangan Parkir Timur Senayan, Jakarta. Dok Tempo/M. Iqbal Ichsan

Pasar mobil bekas untuk penggunaan harian pun diperkirakan tak bakal terpukul jika regulasi uji emisi jadi dijalankan. Chief Executive Officer (CEO) Garasi.id, Ardyanto Alam, menilai semestinya kebijakan kewajiban uji emisi tidak akan mengurangi minat membeli mobil bekas. Garasi.id, yang bermula sebagai platform niaga mobil bekas, belakangan memperluas layanan jasa otomotif. Bersama jaringan bengkel Nawilis, mereka menyediakan layanan dan fasilitas uji emisi.

Menurut dia, kontribusi biaya uji emisi terbilang minor. Kemudian penjualan mobil berdasarkan usia kendaraan terkadang tergantung kemampuan finansial. Ardyanto mengatakan selalu ada konsumen yang butuh mobil berusia di atas sepuluh tahun, baik karena alasan finansial maupun karena preferensi minatnya.

Untuk menghadapi rencana aturan baru ini, Ardyanto mengatakan, setiap pedagang mobil bekas pun akan punya kebijakan masing-masing. “Pada umumnya, mereka akan memberikan kemudahan sebelum dijual ke konsumen. Contohnya mobil dagangannya diberikan uji emisi dulu dan dipastikan lulus.”

Jaringan bursa mobil bekas, PT Serasi Mitra Mobil atau Mobil88, juga masih optimistis pasar mobil bekas akan tetap tumbuh. Bahkan, per Agustus lalu, penjualan mobil bekas di seluruh cabang Mobil88 tumbuh 20 persen. Presiden Direktur PT Serasi Mitra Mobi Naga Sujady, mengatakan salah satu motor pendorong kenaikan penjualan ini adalah permintaan masyarakat yang memilih transportasi alternatif di tengah pandemi Covid-19.

"Saat ini, karena orang peduli dengan kesehatan, mereka membutuhkan alat transportasi pribadi. Jadi, mereka akan mencoba membeli mobil untuk melakukan kegiatan sehari-hari," tutur Naga, beberapa waktu lalu. Ia memperkirakan permintaan mobil bekas akan tetap positif seiring dengan kepedulian masyarakat atas kesehatan yang semakin tinggi.

Adapun menurut hasil Carsome Consumer Survey yang diluncurkan pada awal tahun ini, 64 persen masyarakat Indonesia berencana membeli mobil bekas pada periode April-September 2021. Dalam laporannya, Carsome optimistis daya beli masyarakat akan semakin kuat, sehingga mendorong pertumbuhan pasar mobil bekas.

PRAGA UTAMA | LARISSA HUDA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus