Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
+ “Assalamualaikum, Abu Zee.”
- “Naam, ini siapa?”
+ “Ana Abu Rara. Ngomong-ngomong Abu Zee mau menikahkan Asep Roni dan Sutiah? Ya udah sekalian, ana juga mau menikah. Tolong bantu ana.”
- “Enggak bisa barengan. Asep dibantuin keluarga, ada makan-makan juga.”
+ “Kalau begitu, paham ana. Bagaimana kalau besok?”
- “Insya Allah, ya.”
Percakapan tersebut adalah pesan WhatsApp terakhir antara Fazri Pahlawan alias Abu Zee dan Syahrial Alamsyah alias Abu Rara. Abu Zee menceritakan percakapan tersebut kepada Tempo pada Jumat, 11 Oktober lalu. Obrolan daring itu terjadi pada 28 Juli lalu.
Pada hari itu, Amir Jamaah Ansharud Dau-lah Bekasi (JAD) ini tengah bersiap menikah-kan salah satu anggotanya, Sutiah dan Asep. Pria yang akan berusia 28 tahun pa--da Novem-ber nanti itu bertindak sebagai penghulu.
Keesokan harinya, datang pasangan Abu Rara dan Fitria Diana. Beda usia mereka 31 tahun. Saat tiba di rumah Abu Zee di Jalan Trias, Kampung Sasak Tiga, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Abu Rara berambut gondrong dan memakai kacamata hitam gelap. Ia membawa anak perempuannya hasil pernikahan dengan istri pertama yang telah diceraikan. Mereka datang dari Bogor, Jawa Barat. “Dia ternyata datang beneran ke rumah. Datang lebih awal, katanya buru-buru ingin nikah,” ujar Abu Zee, yang ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian RI pada September lalu.
Pernikahan berlangsung singkat dan hanya dihadiri beberapa teman Abu Rara. Tak ada satu pun anggota keluarga mempelai. Awalnya Abu Zee ragu menikahkan mereka karena tidak ada wali. Namun Abu Rara mengatakan, kalau Abu Zee tidak berani menikahkan dia dengan Fitria hanya karena alasan tak ada keluarga, tindakannya tergolong dosa besar. “Setelah menikah, dia langsung buru-buru pulang ke Pandeglang. Kepada saya, mereka bilang akan jalan kaki menuju Pandeglang,” katanya. Itulah, menurut Abu Zee, pertemuan terakhirnya dengan Abu Rara.
Belakangan, pasangan itu tercatat me-ngon-trak rumah di Kampung Sawah, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Ban-ten. Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menggeledah rumah kontrakan tersebut pada Jumat, 11 Oktober lalu. Penggeledahan dilakukan beberapa jam setelah peristiwa penusukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto oleh Abu Rara dan penusukan Kepala Kepolisian Sektor Menes Komisaris Dariyanto oleh Fitria. Penusukan terjadi di Alun-alun Menes, yang berjarak 300 meter dari kontrakan pelaku.
Berburu Penumpang “Kapal”
Abu Zee mengaku awalnya tidak percaya Abu Rara melakukan tindakan senekat itu. Di matanya, Abu Rara adalah orang yang berperilaku santun dan lembut seperti ustad. Lulusan sarjana hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 1987 itu dianggap sosok yang apa adanya. “Bicaranya itu halus,” ucapnya.
Abu Zee mengenal Abu Rara dari seorang kawan dari Sumatera Utara. Awalnya, kata dia, sang kawan meminta seniornya dimasukkan ke grup WhatsApp “Keluarga Bahagia”. Abu Rara juga berasal dari Sumatera Utara. Alamat rumahnya berada di Jalan Alfakah V, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan. Kediamannya itu kini sudah tidak ada lantaran terkena proyek pembangunan jalan tol.
Tetangga Abu Rara di Medan, Mira, menuturkan, pria kelahiran 1968 itu dikenal sebagai ahli teknologi informasi dan jago komputer. Tapi mereka mengenalnya sebagai Syahrial, bukan Abu Rara. Alex, sahabat Syahrial di Medan Deli, mengatakan rekannya itu mulai berubah setelah pulang dari Malaysia pada tahun 2000. Awalnya, menurut dia, Syahrial suka bermain judi dan memakai narkotik, tapi belakangan menjadi islami. “Dia langsung meninggalkan semua perbuatan yang dia sebut maksiat,” ujarnya. Sejak 2016, Syahrial tidak tinggal di Medan dan merantau ke Pulau Jawa.
Syahrial alias Abu Rara sempat ke Bogor hingga akhirnya mengontrak di Pandeglang. Menurut Ketua RT 04 Desa Menes, Ahmad Sanusi, Abu Rara tinggal di rumah kontrakan sejak beberapa bulan lalu. Dia dan keluarganya dikenal tertutup. Para tetangga hanya mengetahui pendatang itu berprofesi sebagai pebis-nis online, seperti menjual pulsa elektro-nik dan baju anak-anak serta berbisnis travel. “Tapi tidak pernah bergaul,” ucap Sanusi.
Nama Abu Rara -sebenarnya muncul dalam catatan polisi sejak Abu Zee dan kelompoknya ditangkap Detasemen Khusus dengan tuduhan melakukan peren-ca-naan pengeboman di sejumlah kantor po-li-si di Jakarta pada 23 September lalu. Adalah Abu Zee yang menyebut nama Abu Rara saat diperiksa polisi. Ia menyatakan -sebagai orang yang menikahkan beberapa anggo-ta JAD Bekasi. Salah satunya Abu Rara dengan Fi--tria. Dia diketahui pernah ditampung di rumah sing-gah-- di Kediri, Jawa Timur.
Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan mengatakan pemerintah mengawasi Abu Rara sejak tiga bulan lalu saat dia pindah dari Kediri ke Bogor. “Pelaku pindah dari Kediri ke Bogor, kemudian dari Bogor ke Menes karena cerai dengan istri pertama,” ujar Budi.
BIN juga memantau Abu Rara, yang beberapa kali mengumpulkan pisau. “Belum ada tahapan bom,” kata Budi. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menuturkan, sebelumnya polisi tidak menangkap ataupun memasukkan nama Syahrial alias Abu Rara dan Fitria ke daftar pencarian orang lantaran mereka dianggap baru terpapar radikalisme.
Seusai peristiwa penusukan Wiranto, barulah polisi menyebutkan bahwa Syahrial dan Fitria terpapar paham kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sahabat Abu Rara di Medan Deli, Alex, menuturkan, kawannya itu pada 2013 mengajaknya pergi ke Suriah untuk berjihad. Rencananya uang keberangkatan berasal dari keuntungan proyek pekerjaan di Palu, Sulawesi Tengah. Namun ia dan Abu Rara gagal berangkat ke Negeri Syam tersebut.
Tempo berupaya meminta konfirmasi Syahrial alias Abu Rara, yang ditahan Detasemen Khusus. Tapi polisi tidak mengizinkan siapa pun menemui pria 51 tahun kelahiran Medan tersebut. “Karena kami masih perlu memeriksanya secara intensif,” ujar Dedi Prasetyo.
HUSSEIN ABRI DONGORAN, WASIUL ULUM (PANDEGLANG), MEI LEANDHA (MEDAN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Simpul ISIS Bekasi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo