Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pria kurus dan perempuan berjilbab memakai masker hijau terlihat hilir-mudik di gerbang Alun-alun Menes, Pandeglang, Banten, Kamis, 10 Oktober lalu. Sang pria beberapa kali tampak menggenggam telepon seluler. Berbeda dengan pengunjung lain, pasangan tersebut tak tampak membeli jajanan yang ramai mengelilingi alun-alun. “Keduanya berdiri di sekitar gerbang cukup lama,” kata Anggi Rivana, 21 tahun, pedagang pulsa di depan gerbang alun-alun, kepada Tempo, Jumat, 11 Oktober lalu.
Puluhan orang berseliweran di sekitar alun-alun. Mereka tengah menanti tamu istimewa yang hendak kembali ke Jakarta meng-gunakan helikopter yang terparkir di alun-alun. Tamu itu adalah Menteri -Koordi-na--tor Politik, Hukum, dan Keamanan Wiran-to.
Wiranto hendak kembali ke Ibu Kota setelah meresmikan Universitas Mathla’ul Anwar, yang berjarak 7 kilometer dari alun-alun. Selain ingin melihat langsung menteri, penduduk setempat tak mau ketinggalan menyaksikan “kapal” terbang. Mereka menyebut helikopter dengan istilah “kapal”.
Petugas penjaga parkir helikopter mulai berdatangan menjelang siang. Pria kurus dan perempuan berjilbab itu makin mendekati gerbang dan menembus perimeter petugas. Kepala Kepolisian Sektor Menes Komisaris Dariyanto, yang berada di depan gerbang, berkali-kali menegur mereka. “Tolong menjauh dulu, mobil Pak Menteri mau datang,” ujar Dariyanto menirukan ucapannya kepada pasangan itu, -Jumat, 11 Oktober lalu.
Keduanya bergeming. Mereka beralasan ingin berswafoto dengan sang Menteri. Dariyanto mengaku tak menaruh curiga. Ia berfokus menyambut Wiranto. Apalagi gerakan tubuh pasangan itu seperti bersiap selfie dengan menggenggam telepon seluler. Ia membiarkan keduanya berada di sisi kanan belakang. Para petugas lain berjaga-jaga di dalam lapangan dan sekitar alun-alun.
Sekitar pukul 11.30, Menteri Wiranto dan rombongan tiba. Dariyanto menyambut dan beruluk salam kepada sang Menteri. Saat keduanya bersalaman, pria kurus berbaju hitam dan bercelana putih itu merangsek ke depan, lalu menujah Wiranto dengan pisau kunai tipe T-01. Tikaman pertama mengenai bagian bawah perut Wiranto. Tikaman kedua juga datang dengan cepat menyasar bagian bawah perut. Wiranto ambruk ke sisi kanan. Serangan itu hanya berlangsung tiga detik.
Dariyanto dan pengawal Wiranto langsung menghalangi pria itu agar tak bisa melanjutkan penusukan. Pelaku langsung dilumpuhkan belasan petugas. Pengurus Mathla’ul Anwar yang mengenakan peci dan batik berkelir merah, Fuad Syauqi, turut menahan serangan pria itu. Tangannya ikut terluka akibat sabetan pisau.
Saat orang-orang berusaha melumpuhkan pria itu, perempuan tadi menikamkan pisau jenis yang sama ke punggung Dariyanto hingga dua kali. Sambil menahan nyeri, Dariyanto berbalik badan dan memukul tangan perempuan itu dengan tongkat komando. Ia menyebutkan si perempuan terlihat menyerang seperti orang kesurupan. “Pisau itu pun tak jatuh karena di ujungnya ada lingkaran tempat menggenggam hingga tak mudah lepas,” katanya.
Perempuan itu juga langsung dilumpuhkan. Dua pelaku digelandang ke kantor Polsek Menes, yang hanya berjarak 150 meter dari gerbang alun-alun. Dariyanto hingga akhir pekan lalu masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Sari Asih, Serang. Adapun Wiranto langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Berkah, Pandeglang, dalam kondisi masih sadar. Setelah kondisinya sedikit membaik, ia dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, menggunakan helikopter.
Syahrial Alamsyah alias Abu Rara./istimewa
Sampai akhir pekan lalu, Presiden Joko Widodo sudah dua kali membesuk Wiranto. Menurut Presiden, kondisi Wiranto sudah membaik. Jokowi juga meminta Kepala Kepolisian RI mengusut tuntas perkara itu dan berjanji meningkatkan pengamanan pejabat negara. Sejumlah tokoh dan pejabat negara turut membesuk Wiranto. Ketua Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan, yang membesuk Wiranto pada Sabtu, 12 Oktober lalu, misalnya, mengatakan bekas Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia itu tengah menjalani terapi berdiri dan duduk. “Pak Wiranto mengutuk pelaku, itu pasti iblis,” ucap bekas Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat ini.
Pria yang menusuk Wiranto belakangan diketahui bernama Syahrial Alamsyah alias Abu Rara, 51 tahun, asal Medan. Namun, dari gambar kartu identitas Abu Rara yang beredar di media sosial, ia disebut kelahiran tahun 1988. Adapun sang perempuan bernama Fitria Diana, 20 tahun.
Keduanya merupakan pasangan suami-istri dengan satu anak perempuan. Rumah kontrakan mereka hanya berjarak sekitar 300 meter dari Alun-alun Menes. Rumah itu kini kosong. Polisi memboyong isi rumah, lalu menyegel dan menjaga kawasan tersebut. Akhir pekan lalu, keduanya dibawa ke Jakarta untuk diperiksa Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri.
Selama mengontrak di Menes, Abu Rara berjualan pulsa telepon dan token listrik. Ia juga melayani penjualan tiket beragam mo--da transportasi. “Mereka -mengon-trak sejak Februari kemarin,” tutur Suriah, 46 tahun, tetangga Abu Rara yang sama-sa-ma mengontrak di sana. Abu Rara dan Fitria, ka--ta Suriah, jarang mengobrol dengan te--tangga.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan Abu Rara adalah bagian dari Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Bekasi pimpinan Fazri Pahlawan alias Abu Zee Ghuroba, 27 tahun. Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap Abu Zee di Bekasi dan delapan anggota kelompok lain pada 23 September lalu. “Abu Zee yang menikahkan Abu Rara dan Fitria,” ujar Dedi, Jumat, 11 Oktober lalu.
Fitria Diana/istimewa
Kelompok Abu Zee berbaiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Mereka hampir tiap pekan melakukan idad—latihan fisik dan bela diri—sejak dua bulan lalu. Polisi menyatakan Abu Zee cs tengah menyiapkan penyerangan yang mereka sebut dengan “amaliyah” ke sejumlah tempat menggunakan bom. Abu Zee membantah tudingan ini. “Kami hanya latihan fisik untuk menjaga kebugaran,” kata Abu Zee kepada Tempo, Jumat, 11 Oktober lalu.
Abu Zee mengenal Abu Rara lewat seseorang bernama Asmaul, anggota jaringan JAD di Sumatera Utara. Awal Juli 2019, Abu Rara menghubungi Abu Zee lewat aplikasi WhatsApp. Ia meminta Abu Zee menikahkan dirinya dengan Fitria. Abu Zee menyanggupi permintaan itu.
Pernikahan berlangsung pada 29 Juli 2019 di rumah Abu Zee di Bekasi, Jawa Barat, dengan dihadiri tujuh tamu. Abu Zee mengaku itu adalah pertemuan pertama dan terakhir dengan Abu Rara. “Dia tak pernah ikut idad bersama kami,” ucap pria yang dulu mengaku senang melakukan balap sepeda motor itu. Ia mengaku baru mengetahui Abu Rara menikam Wiranto dari berita televisi dan video dari dalam -penjara.
Kepala Kepolisian Daerah Banten Inspektur Jenderal Tomsi Tohir Balaw mengatakan pihaknya sebenarnya sudah memaksimalkan penjagaan alun-alun dengan mengirimkan 200 personel. Ia mengaku tak mengetahui Abu Rara dan istrinya mengontrak rumah di sekitar alun-alun. “Kami lagi apes,” ujarnya.
Rumah kontrakan Syahrial Alamsyah alias Abu Rara disegel dan dijaga ketat polisi di Kampung Sawah, Desa Menes, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang.
PESAN di grup Telegram bernama “Ghuroba” itu terkirim pukul 07.27, Kamis, 10 Oktober 2019. Pengirimnya bernama Abu Rara dengan akun @ummurara. Ia memohon maaf dan mengucapkan pamit kepada para penghuni grup sambil mengagungkan makna jihad. Grup itu dihuni sekitar 170 akun. “Semoga Allah tetapkan hidayah-Nya dan Allah beri kekuatan agar kita istiqomah di jalan dakwah tauhid dan jihad sampai Allah karuniakan kesyahidan,” begitu potongan pesan tersebut.
Dari salinan percakapan yang diperoleh Tempo, tiga penghuni grup merespons dengan meminta admin mengeluarkan Abu Rara dari grup. Salah seorang anggota grup “Ghuroba” mengatakan Abu Rara jarang mengirimkan pesan. Jikapun ada, itu sebatas tautan artikel tentang penanaman nilai-nilai tauhid. “Grup itu berisi orang-orang Indonesia yang bersimpati terhadap perjuang-an ISIS,” kata salah seorang anggota grup.
Karena jarang menunjukkan aktivitasnya, nama Abu Rara tak menonjol di kalangan JAD dan kelompok simpatisan ISIS. Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo menyebutkan Abu Rara tak masuk daftar perburuan karena belum mengikuti pelatihan khusus. “Dia belum terindikasi melakukan kegiatan terorisme,” ujarnya.
Aktivitas Abu Rara, kata Dedi, berbeda dengan Abu Zee Ghuroba, yang pernah berkomunikasi dengan kelompok teroris lain, seperti jaringan Sibolga, Sumatera Utara, yang digulung pada Maret lalu. Kelompok Abu Zee juga berjaringan dengan penyerang pos polisi di Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah, pada Juni lalu, serta kelompok Jawa Tengah dan Jakarta lainnya.
Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan mengatakan personelnya sebenarnya memantau JAD pimpinan Abu Zee dan aktivitas anggotanya sejak tiga bulan lalu. Abu Rara pernah terpantau membeli dan mengumpulkan pisau, tapi ia belum masuk tahap pembuatan bom. Mereka juga tahu Abu Rara pernah bergabung dengan JAD Kediri, Jawa Timur. Namun, menurut dia, sempalan kelompok beraktivitas dengan sel-sel kecil yang sulit terpantau. “Sel ini sangat banyak,” kata Budi setelah menjenguk Wiranto.
Seorang penyidik mengatakan Abu Rara membeli pisau kunai tipe T-01 di situs belanja daring sekitar tiga bulan lalu. Ia membeli tiga bilah pisau seharga Rp 90 ribu plus sarungnya. Di berbagai situs belanja, je-nis pisau kunai diperdagangkan dengan harga Rp 25-45 ribu per bilah. Pisau jenis ini digambarkan selalu digunakan para ninja untuk menusuk atau untuk dilempar ke sasaran. Beberapa situs belanja kini memblokir lapak-lapak penjualan pisau tersebut.
Brigadir Jenderal Dedi memastikan penyerangan yang dilakukan Abu Rara dan Fitria Diana tergolong pidana terorisme karena sudah menyasar aparat pemerintah, yang selama ini dianggap thagut oleh teroris dan kelompok simpatisan ISIS. Dari hasil pemeriksaan sementara, Abu Rara menyerang Wiranto karena merasa stres. Setelah menggulung kelompok Abu Zee pada 23 September lalu, polisi menyebut nama Abu Rara dan Fitria sebagai anggota JAD Bekasi. Abu Rara merasa polisi menetapkan dia sebagai buron. “Dia berpikir, daripada tertangkap, sekalian saja ia melakukan ‘amaliyah’,” ujar Dedi.
Menurut Dedi, Abu Rara dan Fitria merencanakan penyerangan itu sehari sebelum penusukan. Selama pemeriksaan, keduanya mengaku spontan merencanakan penyerangan karena mendengar kabar ada menteri yang akan berkunjung ke desa mereka. Dedi menyebutkan Abu Rara tak mengetahui menteri yang akan berkunjung itu adalah Wiranto.
Pada Rabu malam, mereka menyiapkan siasat dan berbagi tugas serta menyiapkan pisau. Abu Rara akan menikam sang Menteri dan Fitria bertugas menusuk “petugas berbaju cokelat”. Seorang pejabat Detasemen Khusus 88 Antiteror mengatakan, saat Kamis subuh, keduanya kembali mengucapkan baiat setia kepada ISIS dan kesiapan untuk syahid. “Mereka sudah menyiapkan diri untuk mati,” ucap perwira menengah itu.
Detasemen Khusus Antiteror, kata pejabat tadi, tak pernah memasukkan Abu Rara ke daftar teroris, apalagi mendaftarkannya sebagai buron. Abu Rara berbeda dengan Abu Zee, yang memang aktif menjaring anggota dan berkomunikasi dengan kelompok simpatisan ISIS lain di berbagai daerah. “Dia tak masuk radar sebagai ancaman,” -ujarnya.
Nama Abu Rara juga tak populer. Peneliti Pusat Kajian Radikalisme dan Deradikalisasi, Adhe Bhakti, mengatakan Abu Rara hanya dikenal sebagai bagian dari kelompok Abu Zee. Kelompok ini memiliki jaringan ke Bandung, Jawa Barat; Jawa Tengah; dan Jawa Timur yang kerap menggelar kopi darat dalam bentuk pengajian dan idad. “Kelompok ini sudah berhasil merakit bom jenis TATP (triaseton triperoksida),” kata Adhe, Jumat, 10 Oktober lalu. Ini adalah jenis bom yang meledak di sejumlah gereja di Surabaya pada Mei 2018.
Adhe menganggap serangan Abu Rara tak direncanakan dengan matang. Pola serangan seperti ini, menurut dia, sekarang lazim ditemui di kalangan pro-ISIS lain. Selain karena doktrin bekas pemimpin ISIS, Abu Bakar al-Baghdadi, yang meminta pengikutnya menyerang musuh meski dengan pisau dapur, kelompok pro-ISIS saat ini tengah mengalami kesulitan pendanaan. “Serangan Abu Rara terjadi karena ada kesempatan untuk melakukan ‘amaliyah’ di tengah persembunyiannya,” ujar Adhe.
Peneliti dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin, mengatakan penyerangan Abu Rara adalah taktik khas di kalangan simpatisan ISIS yang dikenal dengan istilah “inghimasi”. Ini adalah taktik menyerbu musuh dengan cepat menggunakan senjata apa pun. Selain bertujuan menyerang dan membunuh musuh, para pelaku menggunakan taktik ini untuk mendapatkan mati syahid. “Serangan itu bisa juga dilakukan dengan pisau,” ucapnya. Di berbagai situs, pengguna taktik ini juga disebut dengan pasukan ninja ala ISIS.
Berbeda dengan polisi dan Abu Zee, Solahudin ragu Abu Rara tak pernah menjalani pelatihan fisik dan bela diri. Ini bisa terlihat dari kuda-kuda Abu Rara saat menujah Wiranto. “Cara dia menusuk sambil mendo-rong-kan tubuh ke arah tusukan menunjukkan dia sudah menjalani pelatihan,” -ujar-nya.
Seseorang yang dekat dengan kelompok teroris mengatakan serangan Abu Rara dikategorikan gagal karena tidak berhasil membunuh sasaran. Dalam doktrin para simpatisan ISIS, penyerangan yang dilakukan akan disebut berhasil jika jatuh korban meninggal terhadap sasaran.
Itu sebabnya, hingga Sabtu, 12 Oktober lalu, belum ada pernyataan apa pun dari akun-akun di media sosial luar negeri yang berafiliasi dengan ISIS. Sementara itu, Abu Zee berpendapat sebaliknya. “Bisa dikatakan serangan itu berhasil,” ucapnya.
MUSTAFA SILALAHI, HUSSEIN ABRI DONGORAN, RIKY FERDIANTO (PANDEGLANG)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo