Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ISTILAH scrubber mencuat setelah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan mengumumkan bahwa industri berat wajib menggunakan alat pengendali emisi itu. Tujuannya, mengurangi polusi udara Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Scrubber berfungsi mengendalikan dan membersihkan gas buang hasil aktivitas industri dengan menggunakan cairan atau padatan.
Menindaklanjuti pernyataan Luhut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto mewajibkan semua industri di Ibu Kota memasang scrubber dan sistem pemantauan emisi secara kontinu (CEMS). “Nanti kami coba paksakan untuk pasang scrubber dan CEMS karena ada aturannya,” kata Asep kepada Tempo di kantornya, Kamis, 24 Agustus lalu.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak mewajibkan empat jenis industri memasang CEMS. Keempatnya adalah industri besi dan baja, pulp dan kertas, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, serta semen. Asep mengatakan, ke depan, aturan itu diterapkan untuk semua industri yang memiliki cerobong asap.
Baca: Penyebab Utama Polusi Udara Jakarta
Menurut Widiatmini Sih Winanti, perekayasa ahli utama pada Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), industri besar semestinya memiliki scrubber. “Saat pengajuan persetujuan teknis dan kelayakan operasional, biasanya industri menyebut perangkat pengendali pencemaran lingkungan. Scrubber itu salah satunya,” ucap Widiatmini melalui sambungan telepon, Kamis, 24 Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wet Scrubber. Ilustrasi: Tempo/Rio Ari Seno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih itu mengatakan scrubber juga terpasang di proyek percontohan yang berdiri di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Bahkan unit pengendali pencemaran PLTSa Merah Putih berukuran lebih dari separuh pembangkit. “Terdiri atas quenching, dry scrubber, dan filter bags,” tuturnya.
Di PLTSa Merah Putih, gas buang dari insinerator akan disalurkan ke perangkat quenching dan langsung didinginkan agar tak terbentuk dioksin dan furan. Gas buang itu kemudian dialirkan ke dry scrubber untuk menangkap sulfur dioksida (SO2), logam, dan komponen organik berbahaya dengan memakai zat padat seperti bubuk kapur dan karbon aktif. Sebelum dilepaskan melalui cerobong asap, gas buang melewati kantong filter yang bertugas menangkap abu terbang.
Menurut Widiatmini, prinsip kerja serupa berlaku pada sistem pengendalian pencemaran di industri. “Perbedaannya mungkin pada penggunaan peralatan atau teknologi,” ujarnya. Jika menggunakan wet scrubber, penangkapan bahan polutan menggunakan air atau cairan kimia. Ada pula industri yang memakai electrostatic precipitator untuk menangkap partikulat atau debu halus yang menyebabkan polusi udara.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Pencuci Gas Berbahaya"