Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KPK menyelidiki transaksi jual-beli gas antara PGN dan Isar Gas pada 2017.
BPK menyatakan PGN merugi karena ada utang tak tertagih dari pembayaran uang muka ke Isar Gas.
Sejumlah bekas direktur PGN diperiksa KPK.
PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN terbelit perkara. Komisi Pemberantasan Korupsi tengah memeriksa sejumlah eks direktur perusahaan gas pelat merah itu yang tersangkut dalam transaksi jual-beli gas dengan beberapa perusahaan yang diduga berujung kerugian. Pemeriksaan ini adalah buntut temuan dalam laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi PGN 2017-2022 yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan pada April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jobi Triananda Hasjim yang menjabat Direktur Utama PGN pada 2017 mengakui dimintai keterangan oleh KPK sebulan setelah hasil audit BPK itu terbit. "Prosesnya sudah ditangani KPK," katanya pada Kamis, 24 Agustus lalu. Selain memeriksa Jobi, KPK memanggil sejumlah direktur PGN lain pada periode itu, yakni Dilo Seno Widagdo (Direktur Infrastruktur dan Teknologi), Nusantara Suyono (Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko), Danny Praditya (Direktur Sales dan Operasi), serta Desima Siahaan (Direktur Sumber Daya Manusia dan Penunjang Bisnis).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Sales dan Operasi PGN tahun 2017, Danny Praditya [Tempo/ M. Taufan Rengganis]
Perkara ini bermula ketika PGN membayarkan US$ 15 juta kepada Isar Gas pada 2017 sebagai uang muka kerja sama pengadaan gas. Uang panjar itu menjadi masalah karena, hingga kontrak berakhir, PGN baru menerima pengiriman gas senilai US$ 800 ribu. Sisa uang US$ 14,1 juta tak terbayarkan dan PGN membukukannya sebagai impairment atau kerugian.
Aktivitas karyawan PT Isar Gas dalam video company profilenya. (foto: Tempo/ Gunawan Wicaksono)
BPK menyebutkan ada sejumlah keganjilan dalam pemberian uang muka itu. Di antaranya kontrak PGN-Isar Gas diteken setelah terbit Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2016 yang melarang penjualan bertingkat. Artinya, penjual gas kepada konsumen akhir seperti PGN seharusnya membeli gas dari pemilik ladang, bukan trader atau pihak ketiga seperti Isar Gas. Kejanggalan lain, saat Isar Gas gagal mengirimkan gas, PGN tidak mengeksekusi fidusia dan jaminan yang seharusnya diberikan. Proyek Libra, kode untuk kerja sama antara PGN dan Isar Gas, pun kini membebani perseroan.
•••
PERUSAHAAN Gas Negara menghadapi persaingan di kawasan Surabaya Raya yang mencakup Surabaya, Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo, dan Lamongan setelah pemerintah membagi alokasi gas dari Lapangan Madura Strait yang dikelola Husky CNOOC Madura Ltd (HCML) pada 2006. Saat itu PGN cuma kebagian jatah gas 20 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan dua perusahaan gas swasta, yaitu PT Parna Raya dan PT Inti Alasindo Energi (Isar Gas), mendapat jatah masing-masing 40 MMSCFD.
Padahal kawasan Surabaya Raya adalah pasar besar untuk penyalur gas industri seperti PGN. Di wilayah pusat industri terbesar di Jawa Timur tersebut, PGN bisa menyalurkan gas hingga 11 miliar British thermal unit per hari (BBTUD) yang dapat mendatangkan penghasilan hingga US$ 28 juta per tahun. Angka ini hanya kalah dibanding pasar PGN di Jawa bagian barat dengan penjualan 18 BBTUD dan penghasilan US$ 56 juta per tahun. PGN mendapatkan gas dari Husky dengan harga US$ 7,02 juta British thermal unit (MMBTU).
Sejumlah petugas PGN memeriksa instalasi pipa gas. (Antara Jatim/HO-PGN)
Pada September 2017, tersiar kabar Isar Gas hendak bekerja sama dengan PT Pertamina Gas atau Pertagas, anak usaha PT Pertamina (Persero). Tak hanya membeli gas, Pertagas bahkan disebut-sebut akan mengakuisisi Isar Gas. Dua sumber di kalangan pelaku industri gas mengungkapkan, dari semua pasokan gas Husky yang diperoleh Isar Gas, sebagian besar disalurkan ke smelter atau fasilitas pemurnian mineral di Gresik dan pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Masih ada sisa 16-20 MMSCFD yang belum mendapat pasar. “Ini barang liar yang bisa masuk ke mana saja, termasuk ke pelanggan PGN," kata sumber itu.
Ketika itu PGN mendengar Isar Gas sudah mulai menawarkan gas kepada pabrik-pabrik di Jawa Timur dengan harga US$ 7,7 per MMBTU. Angka ini jauh di bawah harga jual gas PGN yang sudah di atas US$ 8 per MMBTU. PGN yang ogah kehilangan pasar buru-buru mendekati Isar Gas untuk menghindari persaingan. Seorang mantan pejabat PGN mengatakan pendekatan itu juga bertujuan memotong manuver Pertagas.
Dalam hitungan manajemen PGN saat itu, jika kerja sama Isar Gas dengan Pertagas dibiarkan, ada potensi kehilangan pendapatan US$ 20 juta per tahun. Karena itu, PGN langsung meneken perjanjian jual-beli gas dengan Isar Gas, termasuk pembayaran uang muka yang kini dipersoalkan BPK. "Uang muka itu dibayarkan pada November 2017,” ujar mantan pejabat PGN ini.
Menurut sumber tersebut, Isar Gas tertarik bekerja sama dengan PGN karena sedang membutuhkan dana segar. Perusahaan ini tengah terbelit utang kepada PT Pertagas Niaga—anak usaha Pertagas—dan satu bank pelat merah. Walhasil, Isar Gas menawarkan jatah gas dari Husky kepada semua pihak dengan syarat memberi uang muka yang cukup besar buat membayar utangnya.
PGN akhirnya menyepakati perjanjian jual-beli gas dengan Isar Gas pada 2 November 2017. Dalam kontrak ini, Isar Gas akan menjual gas sebanyak 15 MMSCFD kepada PGN dengan harga US$ 7,02 plus US$ 0,4 per MMBTU selama enam tahun dengan opsi perpanjangan empat tahun. Manajemen PGN saat itu menambah sejumlah klausul, antara lain dapat memanfaatkan semua jaringan pipa Isar Gas secara eksklusif. Dalam perjanjian ini, penggunaan jaringan pipa Isar Gas harus didasari izin PGN.
PGN kemudian memberikan uang muka US$ 15 juta kepada Isar Gas yang diperhitungkan sebagai utang. Jatuh tempo utang tersebut enam tahun dengan skema set off atau angsuran dalam bentuk gas, setara dengan US$ 83 ribu per bulan di tahun pertama dan US$ 233 ribu per bulan mulai tahun kedua-keenam.
Dalam perjanjian itu, PGN sepakat uang panjar tersebut boleh dipakai Isar Gas buat membayar utang US$ 8 juta kepada Pertagas Niaga, US$ 2 juta kepada satu bank pelat merah, dan US$ 5 juta kepada PT Isar Aryaguna, induk usaha Isar Gas. PGN menyertakan sejumlah klausul, yaitu adanya garansi dari induk usaha Isar Gas dan fidusia berupa jaringan pipa PT Banten Inti Gasindo yang terafiliasi dengan Isar Gas serta uang muka itu dapat diperhitungkan sebagai pengurang jika kelak PGN akan mengakuisisi saham Isar Gas. Pembayaran panjar berlangsung pada 17 November 2017.
Belum sempat Isar Gas mengalirkan gas ke PGN, muncul permintaan dari pemerintah untuk mengalihkan alokasi gas dari Lapangan Madura Strait ke PT Petrokimia Gresik. Dalam tata niaga gas nasional, industri pupuk menjadi prioritas nomor satu untuk mendapat alokasi gas bumi. Walhasil, gas yang seharusnya dikirim Isar Gas ke PGN malah dialirkan ke Petrokimia Gresik.
PGN baru beroleh aliran gas pertama dari Isar Gas pada 5 April 2019. Keduanya kemudian mengubah perjanjian jual-beli gas hingga April 2025, tapi poin pelunasan utang tetap berlaku sampai 2021. Baru saja Isar Gas mengalirkan gas senilai US$ 800 ribu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sudah memberikan peringatan.
Apa pasalnya? Rupanya, sebelum ada perjanjian jual-beli PGN dengan Isar Gas pada 2017, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sudah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi. Aturan ini melarang penjualan gas bertingkat demi mencegah kenaikan harga akibat aksi ambil untung dari banyaknya perantara perdagangan.
Lewat aturan ini, pemerintah melarang penyalur gas seperti PGN membeli gas dari sesama pedagang, termasuk Isar Gas. PGN dan Isar Gas, menurut pemerintah, seharusnya bertransaksi langsung dengan para kontraktor pengelola ladang gas. Kendati aturan ini baru berlaku efektif pada April 2018, BPK menemukan bukti direksi PGN tidak mempertimbangkan klausul-klausul yang berlaku sehingga berpotensi membatalkan perjanjian jual-beli yang kadung diteken dengan Isar Gas.
Apa yang dikhawatirkan pun terjadi. Pada September 2021, BPH Migas menegur PGN dan Isar Gas: tidak boleh menjual gas bertingkat. Pada 8 September 2021, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan solusi: Isar Gas masih boleh menyalurkan gas ke PGN dengan skema interruptible selama dua tahun. Dalam skema ini, Isar Gas tak boleh menjanjikan volume dan tidak ada ketentuan take-or-pay atau kewajiban membeli semua pasokan. Jika dalam dua tahun Isar Gas tidak bisa mencari konsumen akhir selain PGN, sisa alokasi gas sebesar 15 MMSCFD akan dicabut oleh pemerintah.
PGN menindaklanjuti keputusan pemerintah itu dengan menghentikan perjanjian jual-beli gas dengan Isar Gas mulai 21 Oktober 2021. Padahal saat itu duit panjar pembelian gas yang kadung dibayarkan masih tersangkut. Per 31 Desember 2021, PGN mengakui uang muka yang kadung dibayarkan kepada Isar Gas sebagai kerugian dalam laporan keuangan mereka.
•••
BEBERAPA bulan setelah memberi panjar pembelian gas kepada Isar Gas, manajemen Perusahaan Gas Negara meminta PT Bahana menggelar uji tuntas atau due diligence. Uji tuntas itu bertujuan menghitung layak-tidaknya Isar Gas diakuisisi oleh PGN. Akuisisi menjadi antisipasi risiko jika Isar Gas tak sanggup mengembalikan panjar yang telah menjadi utang tersebut.
Hasil uji tuntas oleh Bahana tidak menyarankan PGN mengakuisisi Isar. Alasannya, utang lancar Isar Gas jauh lebih besar dibanding aset lancarnya. Hal ini menjadi alarm bagi keberlangsungan sebuah perusahaan. Sebab, semua asetnya tak bisa memenuhi utang jangka pendek perusahaan. Seorang mantan pejabat PGN bercerita, semua pendapatan Isar Gas masuk ke rekening bank pelat merah yang menjadi kreditor. "Kalau bagian pembayaran utang itu sudah beres, baru bisa dipakai oleh Isar Gas,” tuturnya.
Selain ada urusan akuisisi, nilai jaminan Isar Gas jauh di bawah uang muka yang sudah diberikan. Jaringan pipa yang menjadi jaminan ternyata hanya bernilai Rp 16,7 miliar.
PGN dan Isar Gas sebetulnya sudah mulai mencari solusi mengembalikan uang muka tersebut pada Oktober-Desember 2022. Pada 7 Desember tahun lalu, menurut sumber itu, Isar Gas mengajukan usul mengangsur pengembalian uang muka maksimal sampai 2026 atau sembilan tahun sejak perjanjian jual-beli gas diteken. Isar Gas juga mengusulkan kelanjutan perjanjian jual-beli gas dengan PGN seharga US$ 6-7 per MMSCFD.
Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko. (istimewa)
Kepada Tempo pada Jumat, 25 Agustus lalu, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan usulan Isar Gas tersebut diajukan kepada direksi lama perseroan. Manajemen PGN saat ini baru mengevaluasi usulan restrukturisasi Isar Gas, "Mengingat penjadwalan pembayaran utang seharusnya bisa diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata Rachmat. Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko mengatakan saat ini sedang dalam proses pengakuan piutang Isar Gas. “Kalau dulu kan baru sebagai uang muka,” ujarnya.
Dalam audit BPK disebutkan potensi kerugian PGN menguat karena perseroan tidak bisa mengambil garansi ketika Isar Gas gagal mengirimkan pasokan gas dan mengangsur pembayaran utang. Menurut pemeriksaan BPK, dalam dokumen perjanjian terdapat klausul bahwa, apabila Isar Gas baik secara bersama maupun terpisah gagal melaksanakan kewajiban, Isar Aryaguna selaku induk usaha dan penanggung segera melaksanakan kewajiban itu. Isar Aryaguna tercatat sebagai perusahaan induk yang membawahkan banyak perusahaan, termasuk Inti Alasindo dan Isar Gas yang bertransaksi dengan PGN.
Direktur Utama PGN pada 2017 Jobi Triananda Hasjim. [Tempo/Fakhri Hermansyah]
Pembayaran uang muka yang macet ini pun bakal berbuntut perkara. Dalam laporan hasil audit, BPK merekomendasikan PGN bersama PT Pertamina (Persero) yang kini menjadi induk usahanya berkoordinasi dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk melaporkan kasus ini kepada penegak hukum. Direktur Utama PGN 2017 Jobi Triananda Hasjim serta Direktur Sales dan Operasi PGN 2017 Danny Praditya mengaku sudah dimintai keterangan oleh KPK. “Saya menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Danny pada Jumat, 25 Agustus lalu. Sedangkan juru bicara KPK, Ali Fikri, mengaku mendengar kasus tersebut. “Saya cari informasinya dulu,” ucapnya.
Manajemen Isar Gas tidak memberikan jawaban ketika dimintai klarifikasi melalui surat permohonan wawancara yang dilayangkan Tempo ke kantor mereka di Plaza Asia, Jakarta. “Untuk saat ini kami tidak dapat memberikan klarifikasi apa pun mengingat proses sedang berjalan,” tutur Sekretaris Perusahaan Isar Gas Riri Sajid pada Jumat, 25 Agustus lalu.
Tatkala direksi lama menghadapi penyelidikan KPK, direksi baru PGN tengah menyelesaikan pembayaran panjar yang berujung kerugian ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Rugi Panjar Proyek Libra"