Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Berharap pada Bambu

Sebagian sirkuit Formula E berada di tanah bekas rawa-rawa. Dengan cerucuk bambu diharapkan tanah bekas rawa itu tidak ambles saat digunakan untuk balapan.

15 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja menyelesaikan proyek pembangunan jalur balap Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, 6 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo dianggap terburu-buru menggarap sirkuit Formula E Ancol.

  • Tanah bekas rawa menjadi indikasi kurang cermatnya DKI memutuskan sirkuit Jakarta E-Prix.

  • Pemprov DKI dikejar target sirkuit Ancol rampung bulan depan. 

JAKARTA – Pembangunan sirkuit Formula E Jakarta E-Prix di kawasan Taman Impian Jaya Ancol terhambat tanah rawa. Jenis tanah ini sangat labil sehingga sulit membangun konstruksi jalan di atasnya. Untuk mengatasi kendala itu, PT Jaya Konstruksi MP menggunakan cerucuk bambu. Metode ini dianggap mampu memperkuat struktur tanah basah agar tidak ambles.

Anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta, Gilbert Simanjuntak, mengatakan, berdasarkan informasi yang ia peroleh, setidaknya dibutuhkan 80 ribu batang bambu yang ditancapkan ke lahan rawa kawasan Ancol. Gilbert menyebutkan tanah basah itu berada di zona 5 yang merupakan tikungan, dekat dengan pantai.

Gilbert khawatir kendala tanah rawa bakal menyulitkan pembangunan sirkuit. Ia ragu lintasan itu bakal aman saat digunakan untuk balap mobil listrik. "Khawatirnya malah ambles sebelum digunakan atau saat digunakan," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu, kemarin.

Sesuai dengan rencana, sirkuit Ancol harus rampung pada April mendatang. Sebab, perhelatan balap Jakarta E-Prix akan digelar pada awal Juni. Walhasil, setidaknya panitia lomba perlu memastikan uji coba, pemeriksaan, dan homologasi pada Mei mendatang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pekerja mengoperasikan alat berat pada proyek pembangunan jalur balap Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta, 6 Maret 2022. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Gilbert, pengerjaan lintasan yang serba mepet menjadi bukti bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bekerja efektif dalam menyiapkan penyelenggaraan Formula E. Selain itu, Gilbert menyebutkan temuan tanah rawa di Ancol menunjukkan bahwa pemprov dan Jakarta Propertindo (Jakpro)—selaku penanggung jawab balapan Formula E—bekerja serampangan dalam menentukan lokasi balapan.

"Semua serba terburu-buru. Dari Monas pindah ke tempat lain. Sekarang baru ditemukan masalahnya," kata dia.

Gilbert pun menduga naiknya biaya pembangunan lintasan Ancol dari semula nilai lelang sebesar Rp 50,15 miliar menjadi Rp 60 miliar terjadi lantaran temuan tanah rawa tersebut. Walhasil, kontraktor membutuhkan biaya tambahan untuk menambal persoalan tanah basah. "Tapi disebutkan tambahan biaya itu untuk menjadikan sirkuit permanen. Jadi lihat saja nanti seperti apa," kata dia.

Sebelumnya, Gilbert sempat menyoroti transparansi proyek Formula E Jakarta karena inkonsisten dalam penganggaran dan perencanaan. Dia mengatakan trek Formula E itu semula dianggarkan Rp 850 miliar, tapi ternyata bisa dibuat hanya dengan Rp 60 miliar.

Lantas dalam rapat Komisi B pada September 2019, anggaran total untuk Formula E disebutkan Rp 1,8 triliun serta dilaksanakan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga DKI Jakarta. Namun, dalam rapat DPRD 2019-2024, Jakpro yang menjadi pelaksana proyek. Biaya pembangunan trek turun, dari Rp 850 miliar menjadi Rp 350 miliar.

Biaya pembuatan sirkuit berubah lagi setelah venue dipindahkan ke Ancol, yaitu Rp 150 miliar dengan menggunakan dana perusahaan Jakpro. Adapun Jakpro sempat mengatakan dana Rp 70 miliar sudah digunakan sewaktu merencanakan trek di Monas. "Tapi, setelah dicek di lapangan, ternyata baru barrier atau pembatas milik Jaya Konstruksi seharga Rp 15 miliar," kata Gilbert.

Gilbert mempertanyakan mengapa anggaran untuk membuat sirkuit di jalan yang sudah ada (existing) bisa mencapai Rp 850 miliar, yang kemudian diturunkan hingga Rp 350 miliar. Padahal anggaran untuk pembuatan di jalan baru di atas tanah rawa di Ancol yang lebih sulit dikerjakan ternyata hanya Rp 60 miliar.

Selanjutnya, dari anggaran sekarang untuk jalan di atas rawa Rp 150 miliar, yang terpakai untuk membuat trek adalah Rp 75 miliar. "Seharusnya biaya terbesar adalah membangun trek. Lalu buat apa sisa anggaran Rp 75 miliar itu?” kata dia.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berdalih pembangunan sirkuit Formula E berjalan lancar tanpa kendala. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebutkan penggunaan bambu tergolong wajar sebagai salah satu cara jitu mengatasi tanah lunak dan berair.

Riza, yang merupakan insinyur dari Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta, mengatakan bambu akan memberikan daya dukung terhadap tanah lunak sehingga membuat lintasan menjadi lebih baik dan permanen. Riza juga menyebutkan penggunaan fondasi bambu hanya di beberapa titik sirkuit.

Politikus Partai Gerindra itu mengklaim penggunaan bambu sebagai fondasi sudah banyak dan biasa digunakan untuk konstruksi, antara lain pembangunan di daerah pinggiran sungai. "Itu biasa dalam teknik sipil untuk pekerjaan jalan," kata Riza.

Ihwal penambahan biaya pembangunan sirkuit Ancol menjadi Rp 60 miliar, Riza beralasan biaya tersebut diperlukan untuk meningkatkan status lintasan menjadi sirkuit permanen. Dengan begitu, sirkuit Ancol masih bisa dipakai untuk balapan lain.

Menurut data pada Ahad pekan lalu, perkembangan pembangunan sirkuit Ancol sudah mencapai 52 persen. Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Muhammad Taufik, sempat meninjau pembangunan sirkuit itu pada Ahad pekan lalu.

Hasilnya, Taufik optimistis penyelesaian 48 persen pengerjaan sirkuit bisa rampung pada April mendatang. Politikus Partai Gerindra itu juga menyebutkan konstruksi jalanan untuk balap Formula E tersebut memiliki standar sendiri yang tidak mungkin bisa dibandingkan dengan konstruksi jalan raya biasa.

"Mereka (Jaya Konstruksi) pasti sudah memperhitungkan kekuatan jalan ini sesuai dengan ketentuan," ujar Taufik.

Adapun penanggung jawab pembangunan sirkuit Formula E dari PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama, Ari Wibowo, sempat menyinggung upaya pemadatan tanah dan penguatan fondasi bawah tanah. Menurut Ari, tanah dasar di kawasan sirkuit Formula E memang kurang bagus. "Masih bisa diperbaiki dengan teknologi cerucuk bambu," kata dia.

Sesuai dengan spesifikasi, sirkuit Formula E Jakarta memiliki panjang 2,4 kilometer dengan lebar 12 meter. Rencananya, Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC) memiliki 18 tikungan dengan desain mirip kuda lumping dengan pemandangan Jakarta International Stadium (JIS).

INDRA WIJAYA | ANT

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus