Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sehat Raga Terpaut Jiwa

Sukses di Cilandak, aplikasi e-Jiwa akan dipakai di puskesmas se-Jakarta.

7 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Puskesmas Cilandak, Dokter Luigi saat ditemui TEMPO di gedung Puskesmas Cilandak, Jakarta, 18 Desember 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gagasan itu muncul setelah Luigi, Kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Luigi, sekian lama mengamati pasien yang berulang kali berobat dengan keluhan yang sama. Misalnya, ada pasien yang mengeluhkan sakit kepala atau gangguan perut berkepanjangan. Mereka tak merasa membaik meski telah mendapat pengobatan dari dokter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Setelah dirujuk ke poliklinik kejiwaan baru ketahuan ternyata faktor stres ikut mempengaruhi fisik mereka," kata Luigi, awal pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Luigi mencatat, pada 2016, jumlah pasien gangguan psikosomatis yang berobat ke Puskesmas Cilandak terus bertambah. Penyakit mereka semakin berat karena tekanan kejiwaan. Sebagian dari mereka diantar keluarganya dalam keadaan tak lagi bisa berkomunikasi normal. Masalahnya, tak pernah ada orang yang datang ke puskesmas dan berterus terang bahwa dia sedang stres atau mengalami depresi.

Pada tahun yang sama, di Kecamatan Cilandak ada orang bunuh diri akibat depresi. Petugas puskesmas juga menemukan orang dengan gangguan jiwa yang diisolasi keluarganya sepanjang hari.

Luigi lantas mengawali pembuatan aplikasi elektronik untuk mendeteksi gangguan kejiwaan seseorang. Dibantu tiga orang dari tim teknologi dan informasi di puskesmas itu, dia menciptakan aplikasi yang bisa membuat perawatan kejiwaan terintegrasi. Namanya aplikasi e-Jiwa. Tak hanya membaca gejala awal, aplikasi tersebut juga bisa menakar seberapa jauh seseorang mengalami tekanan psikosomatis.

Setelah melalui beberapa kali uji coba, aplikasi e-Jiwa mulai dimanfaatkan pada Juni lalu. Luigi dan timnya memilih Kelurahan Gandaria Selatan sebagai lokasi pertama penerapan aplikasi itu. Alasannya, wilayah kelurahan ini tak terlalu luas. Dengan begitu, Puskesmas Cilandak bisa mengevaluasi penggunaan aplikasi e-Jiwa dengan cepat.

Luigi mengajak camat dan lurah setempat mencoba aplikasi e-Jiwa. Dengan begitu, ia berharap para pejabat lokal itu bisa menjadi contoh bagi warganya agar mereka bersedia diperiksa. Selama dua pekan pemantauan, di wilayah ini ada 1.025 orang yang bersedia diperiksa kesehatan jiwanya. Adapun 35 orang menolak dengan berbagai alasan. Dari 1.025 orang yang diperiksa, 32 orang mengalami gejala depresi ringan hingga berat.

Dalam pemeriksaan, petugas dan dokter puskesmas menanyakan 29 pertanyaan kepada pasien. Daftar pertanyaan merujuk pada Self Reporting Questionnaire 29 (SRQ-29) yang dikembangkan Badan Kesehatan Dunia. Pertanyaan itu menjadi pembuka untuk analisis gejala kecemasan, penggunaan zat psikoaktif, gejala psikotik, dan gangguan stres pasca-trauma yang dirasakan responden selama sebulan belakangan. Jawaban responden hanya "ya" dan "tidak".

Hasilnya dibagi menjadi tiga kategori, yakni hijau, kuning, dan merah. Hanya mereka yang hasil pemeriksaannya hijau tergolong bebas dari gejala depresi. Adapun yang hasilnya kuning bisa langsung berkonsultasi dengan dokter. Adapun mereka yang masuk kategori merah akan dirujuk ke puskesmas.

Dalam sistem e-Jiwa, riwayat pemeriksaan tercatat rapi. Petugas membantu para pasien mendaftar ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan begitu, perawatan yang mereka terima terintegrasi dan menyeluruh.

Luigi dan kawan-kawan sudah menyerahkan aplikasi e-Jiwa ke Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Hak paten aplikasi itu bakal diurus Dinas. Luigi dan timnya juga sudah memberi pelatihan untuk tim dokter dari fasilitas kesehatan lain untuk menggunakan aplikasi e-Jiwa. Mulai bulan ini, aplikasi e-Jiwa akan diresmikan dan digunakan secara bertahap oleh puskesmas di seluruh Jakarta.

Kurniati, 56 tahun, adalah salah seorang pasien yang mencoba aplikasi e-Jiwa. Saat pertama kali diperiksa, ia tergolong mengalami depresi ringan, dengan hasil pemeriksaan kategori kuning. Nenek satu cucu itu dirujuk ke puskesmas untuk mendapat pengobatan. "Saya senang didatangi tim puskesmas, jadi ada teman ngobrol," kata dia.

Senada dengan Kurniati, Nur Sinah juga berterima kasih kepada tim puskesmas yang menerapkan aplikasi e-Jiwa. Perempuan 55 tahun itu mengalami depresi berat saat pertama kali diperiksa. Sumber depresi Nur Sinah adalah putranya yang mengalami gangguan jiwa.

Kedatangan tim Puskesmas Cilandak membuat Nur Sinah merasa terbantu. Sebelumnya, ia tak tahu apa yang harus dilakukan ketika anaknya mengamuk atau gelisah. Dari Puskesmas Cilandak, Nur Sinah rutin menerima obat depresi untuk dia dan putranya yang berusia 26 tahun itu. "Sekarang saya lebih tenang, tadinya saya juga malas keluar rumah," kata dia.


Luigi

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus