Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Seikat Kembang di Kamp Stutthof

Inilah kamp konsentrasi pertama Hitler yang dibangun di luar Jerman.

3 Agustus 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terletak 34 kilometer dari Gdansk, salah satu kota terbesar di Polandia Timur yang juga tempat lahirnya gerakan solidarnosc, tempat itu sungguh indah, tampak sangat damai. Hutan dengan aneka pohon menjulang dan daun yang menghijau terlihat bergoyang-goyang diembus angin musim panas saat saya mengunjungi tempat itu pada akhir Juni lalu.

"Memang demikianlah kesannya. Tapi, begitu masuk, mereka langsung merasa syok," kata Stanislaw Swigon, pemandu kamp konsentrasi Stutthof, tempat yang saya datangi itu.

Swigon berusia 85 tahun. Ia tentu saja sempat mengalami masa-masa saat tentara Jerman menyerbu dan menjajah Polandia serta membantai jutaan kaum Yahudi di negeri itu pada 1940-an. Dan "mereka" yang dimaksud Swigon adalah ribuan orang yang dibawa tentara Jerman ke tempat "damai" itu. "Sekitar 110 ribu orang dimasukkan ke sini, dan sekitar 85 ribu di antaranya mati," katanya.

Suara Swigon bariton dan dingin. Nada bicaranya mengingatkan saya pada pembawa acara film dokumenter. Lalu matanya menatap bangunan besar-besar berwarna merah di bagian depan lapangan yang luasnya hampir seluas lapangan sepak bola itu. "Di sanalah tentara Nazi dan penjaga kamp berkantor," katanya menunjuk.

Kendati namanya tidak seterkenal Auschwitz, kamp konsentrasi Stutthof juga menyimpan kisah kekejaman pasukan Adolf Hitler yang tak kalah ganasnya dengan yang mereka lakukan di Auschwitz. Bahkan inilah kamp konsentrasi pertama yang dibangun Hitler di luar Jerman. "Hitler menangkap siapa saja yang dianggap berbahaya untuk dirinya. Bukan hanya orang Yahudi, tapi juga para politikus, dosen, dan jurnalis Polandia," kata Artur Konopacki, pengajar ilmu politik pada Universitas Bialystok.

Hitler memang membenci kaum Yahudi. Karena itu, begitu pasukannya (lewat serangan kilat pada 1 September 1939) merangsek ke Polandia melalui Semenanjung Westerplatte di Gdansk (dan sebulan kemudian menguasai seluruh Polandia), ia membangun Stutthof. Semua orang Yahudi dan semua yang dianggap musuh atau dianggap "sampah"—termasuk kaum homoseks—digiring ke Stutthof. Dan, seperti cerita Swigon, mereka tidak pernah menduga bahwa tempat yang mereka datangi itu "neraka".

Bukan hanya Yahudi dari Gdansk, orang Yahudi dari Kota Bialystok pun, yang saat itu jumlahnya hampir separuh warga kota, dimasukkan ke Stutthof. Di sini mereka ditempatkan di dalam sekitar 80 barak serta dijaga seribuan anggota pasukan SS (Schutzstaffel), pasukan khusus Hitler.

Bangunan utama kamp ini—gedung merah itu—masih utuh, berdiri gagah perkasa. Demikian pula "perlengkapan" kamp konsentrasi ini: kamar gas, tiang gantungan, dan "tungku" krematorium yang digunakan untuk menghancurkan mayat. Tempat pembantaian itu terletak di bagian paling belakang kamp. Di sana terdapat pula rel kereta api. Saya bergidik saat memasuki ruang krematorium yang kusam dan agak kelam, dan melihat tungku-tungkunya—membayangkan ribuan orang tak berdosa dijadikan abu di dalamnya. Beberapa ikat bunga, yang dibawa pengunjung, tergeletak di depan tungku penghancur tubuh manusia itu.

Selain tempat pembantaian, di sini masih dilihat sejumlah meja operasi yang digunakan para dokter Jerman untuk melakukan berbagai eksperimen—termasuk pembedahan—dengan menggunakan tawanan. Di dekat meja operasi, terlihat sebuah kamar dengan toilet duduk yang kusam. Tempat itu berada di dalam bilik yang hanya bisa dilihat pengunjung dari luar. "Mereka yang tidak tahan dengan kehidupan di kamp banyak yang memilih bunuh diri di dalam wc itu," kata Swigon.

Hitler dengan sistematis memilah-milah mereka yang masuk kamp ini. Tiap golongan dibedakan dengan warna. Warna merah, misalnya, merujuk pada golongan politikus, warna putih orang Italia, dan warna kuning kaum Yahudi. Daftar mereka yang masuk warna-warni itu juga masih ada di tempat ini.

Saat kamp ini pertama kali digunakan tentara Jerman pada 1940-an, luasnya masih sekitar 4 hektare. Beberapa tahun kemudian, kamp ini diperluas hingga seluruh areanya mencapai 120 hektare. Tawanan dipaksa bekerja siang-malam untuk kepentingan tentara Hitler dengan ransum makanan dan fasilitas yang sangat minim. Pada 1942 dan 1944, di kamp ini berjangkit wabah tifus, yang membuat ratusan penghuninya mati.

Tawanan paling menderita tentu saja kaum Yahudi–termasuk anak dan wanita. Mereka yang sakit-sakitan dihabisi dengan cara disuntik mati atau ditembak–setelah banyak yang ditelanjangi untuk diambil pakaiannya. "Sebagian tawanan dihukum mati dengan cara digantung untuk menimbulkan efek ketakutan kepada yang lain," kata Swigon. Dia menunjuk sebuah tiang gantungan yang berdiri sekitar sepuluh meter di depan saya.

Holocaust tak ayal membuat jumlah kaum Yahudi di Polandia langsung mengempis, tapi juga kocar-kacir. Yahudi, yang dulu demikian besar jumlahnya di Polandia, kini seolah-olah "tak tampak". Sejumlah sinagoge dan kuburan Yahudi, termasuk yang berada di Bialystok, sekarang berubah menjadi obyek wisata.

Saat meninggalkan kamp, saya mampir ke monumen di luar kompleks yang dibangun untuk mengenang para korban kekejaman Hitler itu. Di salah satu sisinya terdapat sebuah kotak kaca memanjang. Saya terkesima, isinya serpihan tulang-tulang manusia.

Seperti "gunungan" sepatu dan sandal para tawanan yang sengaja dilestarikan di dalam kamp, serpihan tulang itu seakan-akan memberi pesan kepada siapa pun yang mengunjungi tempat ini: di sini ada kekejaman luar biasa yang tak boleh berulang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus