Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lahir dari ibu Polandia dan ayah Batak Karo, Anna Sembiring menghabiskan masa kanak-kanak hingga sekolah menengah atas di Jakarta. Saat kecil ia ingat kerap diajak ayahnya mengunjungi keluarga atau ikut pertemuan keluarga sang ayah.
Anna mengaku menangkap at-mosfer kebersamaan yang dalam pada pertemuan-pertemuan keluarga ayahnya. "Saya tidak bisa bahasa Batak. Karena itu, jika ada yang berbicara dalam bahasa Batak, saya minta diterjemahkan," kata perempuan kelahiran Warsawa, 14 Maret 1979, yang saat usia lima tahun dibawa ibunya ke Indonesia itu.
Setelah lulus SMA, Anna terbang ke Polandia. Ia mengambil jurusan konservasi di Akademi Warsawa. Di sini ia mempelajari, antara lain, kimia konservasi, pembuatan kertas, menjahit buku, sejarah buku, dan ilmu filsafat. Saat kuliah, ia sempat mempraktekkan ilmunya di Museum Berlin dan Museum Yahudi—juga di Berlin.
Anna kemudian melanjutkan studi masternya di Academy of Fine Arts Warsawa, yang membuatnya memperoleh gelar master of art in conservation. Dia kemudian bekerja di Archive of New Records di Warsawa, lalu Perpustakaan Nasional Warsawa, kemudian "bergabung" dengan Museum Polin pada 2013.
Sudah 15 tahun bungsu dua bersaudara tersebut menetap di Polandia. Ia mengaku sangat menikmati pekerjaannya sebagai konservator di Museum Yahudi ini. Jam kerjanya dimulai dari pukul 10.00 dan pulang pukul 18.00. Ke kantor kadang ia naik trem, yang memakan waktu hanya 15 menit, atau berjalan kaki.
Sebagai konservator, apa tugas utama Anda di Museum Yahudi ini?
Tugas utama saya memelihara semua eksponat (barang yang dipamerkan) koleksi Museum Polin dan eksponat lain yang dipinjam dari museum lain. Semua benda itu membutuhkan suhu stabil agar tidak rusak. Suhu udara dan kelembapan di dalam ruangan harus dikontrol. Kalau terlalu tinggi atau rendah bisa berakibat fatal. Untuk koleksi yang terbuat dari kayu, misalnya, kalau kelembapannya terlalu rendah, kayu itu akan retak. Kalau kelembapan terlalu tinggi dan di samping itu suhunya juga naik, kertas bisa jadi berjamur.
Risiko keliru dalam menilai situasi dapat menyebabkan eksponat pecah, berubah warna, retak, robek, tulisan hilang, rusak tanpa bisa diperbaiki lagi. Setiap kali ada eksponat yang diterima dari museum lain, saya harus menandatangani protokol yang memuat foto dan pernyataan tentang kondisi eksponat yang bersangkutan. Eksponat itu harus kembali ke museum induknya dalam kondisi tidak berubah sama sekali seperti dalam protokol peminjamannya. Kalau ada perubahan, museum yang meminjam akan meminta ganti rugi lewat asuransi.
Seberapa menarik bidang yang Anda tekuni ini?
Ini ilmu yang berkembang terus. Banyak sekali konferensi yang melibatkan ilmuwan dari seluruh dunia bertanding untuk bisa "menyetop waktu". Ilmu ini berkembang tidak hanya dalam arti kimia, seperti penemuan substansi kimia baru yang bisa menghilangkan titik atau noda, juga mengambil prinsip fisika dan teknologi yang semua itu digunakan untuk memperkuat konstruksi eksponat. Walau saya sudah lebih dari 10 tahun bekerja dalam bidang ini, selalu ada inovasi dan penemuan baru.
Dari mana saja koleksi museum ini?
Terutama berasal dari donor yang hendak meninggalkan barang itu agar "bisa hidup kembali". Biasanya koleksi itu sempat melewati bahaya, dihancurkan atau dibakar pada waktu Holocaust. Museum ini juga membeli barang dari penjual.
Apakah ada koleksi dari Indonesia atau Asia?
Selama ini kami belum pernah mendapat eksponat dari Asia kecuali dari Timur Tengah.
Terhadap barang yang masuk ke sini, Anda ikut menyeleksi atau memberi saran?
Sebagai anggota komisi penerimaan eksponat, saya boleh menyarankan atau tidak menyetujui penerimaan suatu benda. Biasanya saya menilai kondisinya dan kadang-kadang harus menilai apakah surat atau arsip itu, misalnya, asli atau tidak dari jenis tinta dan kertasnya.
Adakah benda yang belum Anda temukan atau Anda inginkan untuk koleksi museum?
Ada, baju-baju tradisional Yahudi yang bisa menggambarkan budaya mereka masa lalu. Museum Polin belum memiliki baju seperti itu.
Apa sebenarnya tujuan dari pendirian Museum Yahudi ini? Memuliakan bangsa Yahudi?
Tidak. Museum ini berfungsi terutama sebagai forum diskusi dan tempat belajar. Juga bisa digunakan oleh orang Polandia atau turis, atau orang Yahudi yang ingin menelusuri riwayat keluarga yang hilang dalam Holocaust. Museum ini juga berpartisipasi dalam diskusi yang menyinggung hal-hal lebih luas daripada sekadar budaya Yahudi. Yang diundang itu juga, antara lain, para tokoh komunitas Islam di Warsawa. Berbagai diskusi yang intinya mengajarkan toleransi kepada semua golongan.
Anda pernah masuk museum yang ada di Indonesia?
Ya, tapi hanya Museum Gajah (Museum Nasional).
Apa yang akan Anda lakukan seandainya Anda ditunjuk untuk mengurus museum tersebut?
Saya tidak tahu sama sekali bagaimana kondisi konservasi di Indonesia. Yang saya tahu, banyak sekali eksponat dari Indonesia ada di museum-museum di Negeri Belanda dan diteliti secara cermat. Apakah mereka lebih menghargai sejarah itu daripada orang Indonesia, saya tidak tahu. Yang saya tahu, di Belanda, konservasi merupakan salah satu bidang yang bagi mereka sangat penting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo