Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANGUNAN jembar peninggalan Belanda itu tampak kokoh dengan gaya arsitektur kolonial. Warna cat cokelat-krem yang dominan memberi kesan muda di usia gedung yang sudah satu setengah abad lebih itu.
Terletak di dataran tinggi Jorong Kampung Baru, Nagari Baringin, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, bangunan di lahan seluas 10.690 meter persegi itu semula benteng perang Belanda bernama Van der Capellen. Kini bangunan itu sudah bersalin rupa menjadi kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Tanah Datar.
Selama satu tahun sejak 1 September 1954, bangunan tersebut sempat disulap menjadi lokasi Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Batusangkar oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan ketika itu, Muhammad Yamin. Selain dua bangunan utama, pada masa menjadi lokasi perguruan tinggi, empat ruangan yang semula sel tahanan digunakan sebagai ruang kelas. Luas ruangan rata-rata mencapai 34 x 6,5 meter. Atapnya ketika itu masih menggunakan seng. Parit dan tanggul di sekeliling bangunan yang sebelumnya berfungsi sebagai media pertahanan sudah ditimbun dan diratakan.
Syahdan, Muhammad Yamin-lah yang memprakarsai berdirinya perguruan tinggi pendidikan guru. Perguruan tinggi pertama didirikan di Batusangkar, ibu kota Tanah Datar. Lokasinya tak jauh dari Sawahlunto, tanah kelahiran Yamin. Awal September 1954, dia meresmikan sekolah ini. Sebulan berselang, perguruan tinggi serupa didirikan di Bandung, kemudian di Malang, Jawa Timur. "Perguruan Tinggi Batusangkar ini cikal-bakal Universitas Negeri Padang," ujar mantan Rektor Universitas Padang Z. Mawardi Effendi.
Dalam perkembangannya, Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Batusangkar melebur dengan Universitas Andalas menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau IKIP. Pada awal 1964, fakultas tersebut lepas dari Universitas Andalas dan menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jakarta Cabang Padang. Setahun berselang, statusnya resmi berdiri sendiri menjadi IKIP Padang. Pada Agustus 1999, IKIP Padang beralih status menjadi Universitas Negeri Padang.
Pada tahun pertama, menurut Mawardi, ada enam program studi di Perguruan Tinggi Batusangkar, yakni bahasa Indonesia, sejarah, bahasa Inggris, ekonomi, ilmu pasti, dan biologi. "Di setiap program studi, guru tidak hanya digembleng pengetahuan, tapi juga keterampilan," katanya.
Buku risalah sejarah Universitas Negeri Padang mencatat, pada tahun pertama, proses pendidikan di Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Batusangkar kerap tersendat. Salah satunya karena kekurangan tenaga pengajar. Banyak mahasiswa akhirnya pindah ke perguruan tinggi serupa di Bandung dan Malang. Karena jumlah guru yang ikut perkuliahan menciut, program studi bahasa Inggris dan ilmu pasti dihapus. Untuk menarik minat para guru, khususnya di Sumatera, agar belajar di situ, Perguruan Tinggi Batusangkar membuka program studi baru bidang hukum. Belakangan, jurusan inilah yang pertama kali mencetak guru dengan predikat sarjana.
Setahun kemudian, perguruan tinggi ini dipindahkan ke Bukit Gombak, masih di Batusangkar, dengan lahan lebih luas, mencapai 150 hektare. Bekas Benteng Van der Capellen saat itu akan dipakai markas Angkatan Perang Republik Indonesia. Kini bangunan di Bukit Gombak tersebut dimanfaatkan menjadi gedung Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Batusangkar. Adapun perguruan tinggi itu pindah ke Kota Padang setelah melebur ke Universitas Andalas.
Bangunan bekas Benteng Van der Capellen punya tempat istimewa dalam perjalanan sejarah Universitas Negeri Padang. Ia menjadi tonggak sejarah universitas tersebut dan perguruan tinggi pencetak tenaga guru di berbagai kota di Indonesia. Di bangunan yang kini menjadi cagar budaya itu, jejak Muhammad Yamin tersimpan dalam catatan sejarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo