Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Jalur Khusus Anak Jenderal Polisi Masuk Akademi Kepolisian

Ombudsman NTT menduga ada maladministrasi dan konflik kepentingan dalam seleksi penerimaan calon taruna akademi kepolisian.  

 

19 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga hadir dalam sidang akhir kelulusan calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dalam Panitia Daerah (Panda) Polda NTT tahun ajaran 2024, di aula Rupatama Polda NTT, Kupang, NTT, 3 Juli 2024. Dok. Humas Polda NTT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Seleksi penerimaan calon taruna akademi kepolisian di Nusa Tenggara Timur tahun ini mengundang polemik.

  • Diduga ada calon taruna yang memanipulasi syarat administrasi pendaftaran.

  • Hasil seleksi penerimaan calon taruna sebaiknya ditinjau ulang.

HASIL seleksi calon taruna (catar) Akademi Kepolisian di Nusa Tenggara Timur pada 2024 menuai polemik. Pasalnya, dari sebelas peserta yang lolos seleksi, sebanyak delapan orang merupakan anak pejabat Kepolisian RI. Ombudsman NTT menduga ada maladministrasi dan konflik kepentingan dalam proses seleksi di provinsi tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius B. Daton mengatakan persoalan ini sudah dilaporkan oleh berbagai elemen masyarakat ke Mabes Polri. “Jadi kami tunggu tindak lanjut Mabes Polri,” ujarnya ketika dihubungi, Kamis, 18 Juli 2024.

Darius menjelaskan, terdapat dua hal yang dilaporkan ke Mabes Polri. Salah satunya adalah dugaan manipulasi domisili calon taruna. Dugaan ini muncul karena ada anak salah satu jenderal polisi yang dinyatakan lolos verifikasi administrasi pendaftaran. Padahal calon siswa harus memenuhi ketentuan berdomisili minimal enam bulan di kepolisian daerah tempatnya mendaftar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada pula tuntutan kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan afirmasi khusus kepada putra-putri daerah NTT dalam pendaftaran calon siswa pada tahun depan dan seterusnya. Alasannya, dari sebelas pendaftar calon taruna yang lolos saat ini, hanya satu orang yang merupakan warga asli NTT. 

Massa dari Aliansi Nusa Tenggara Timur melakukan aksi protes berkaitan dengan pengumuman seleksi calon siswa Akademi Kepolisian Polda Nusa Tenggara Timur, di Mabes Polri, Jakarta, 12 Juli 2024. TEMPO/Martin Yogi Pardamean

Ombudsman NTT, kata Darius, belum menelusuri lebih lanjut persoalan ini. “Kami juga belum menerima laporan resmi dari para orang tua catar Akpol yang merasa dirugikan sehingga belum melakukan pemeriksaan,” ujarnya. Kendati demikian, Ombudsman telah berkoordinasi dengan Inspektur Pengawasan Daerah Polda (Irwasda) NTT. “Kami minta dilakukan pengawasan ke biro SDM yang melaksanakan seleksi.” 

Namun, Darius mengakui, koordinasi itu baru sebatas obrolan informal melalui aplikasi perpesanan. Dia meminta Irwasda Polda mencermati keberatan dari masyarakat.

Karena masalah seleksi catar Akpol ini sudah menjadi atensi publik, kata Darius, Ombudsman berharap Kapolri, melalui divisi SDM, bisa mengecek kembali berbagai keberatan dan protes masyarakat NTT. “Apabila keberatan tersebut benar, diharapkan hasil seleksi bisa ditinjau kembali,” katanya.

Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Ariasandy membantah semua tudingan Ombudsman itu. Menurut dia, proses penerimaan sudah sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Pelaksanaan seleksi dijalankan secara transparan serta diawasi ketat oleh pihak internal Polri ataupun pihak eksternal yang diwakili kelompok masyarakat, akademikus, profesional, dan media.

“Sampai pengumuman terakhir, belum ada komplain dari para peserta seleksi karena mereka menerima dan menyetujui hasil dari upaya mereka masing-masing,” ujar Ariasandy. Bahkan, kata dia, survei menunjukkan 80 persen peserta puas atas hasilnya. 

Ariasandy menjelaskan, terdapat dua kategori kuota seleksi catar Akpol 2024, yakni kuota Mabes Polri dan kuota reguler. Dia membantah tudingan bahwa hanya ada satu warga asli NTT yang lolos seleksi tersebut. “Dari lima orang yang masuk kuota Mabes Polri, ada satu orang yang merupakan anak asli dan lahir besar di Manggarai Barat,” katanya. Sementara itu, empat peserta lain yang lolos merupakan anak pejabat Polri.

Adapun dari enam orang yang masuk kuota reguler, sebanyak empat orang merupakan putra asli NTT. “Jadi ada empat anak asli NTT yang lulus, yaitu dua orang suku Timor, dua orang pendatang tapi lahir besar di sini, dan dua orang lagi ikut bapaknya yang dinas di sini juga,” ucap Ariasandy. 

Ihwal dugaan pemalsuan dokumen oleh anak seorang pejabat Polda NTT, Ariasandy juga membantah hal tersebut. Menurut dia, persyaratan domisili enam bulan bagi anak TNI, Polri, dan pegawai negeri terhitung pada saat pembukaan pendidikan. “Pembukaan pendidikan Akpol itu pada Agustus. Jadi anak Kapolda sudah memenuhi syarat domisili karena terhitung tujuh bulan lebih berdomisili,” katanya. 

Ariasandy menegaskan, seleksi calon taruna memiliki mekanisme yang bisa diawasi oleh masyarakat. Dengan demikian, kecil kemungkinan terjadi praktik nepotisme dalam proses seleksi. “Kan tidak ada celah karena hasil tes langsung diumumkan saat itu. Semuanya terbuka dan sangat kecil untuk kami intervensi proses seleksinya,” ujarnya.

Gubernur Akademi Kepolisian Inspektur Jenderal Krisno H. Siregar mengatakan tidak mengetahui persoalan ini secara rinci. Ia hanya mendapat informasi dari media. Dia meminta Tempo langsung menghubungi unit kerja Polri yang berwenang dalam proses rekrutmen ini. 

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko dan Asisten Staf SDM Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo tak kunjung membalas pesan yang dikirim Tempo ke telepon selulernya.

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, setuju soal dua skema jalur seleksi Akpol, yakni 30 persen kuota jalur khusus dan 70 persen kuota umum. “Daripada dibuka umum semua tapi faktanya banyak calon titipan,” katanya. “Kuota khusus ini pun bersaing dan dinilai dengan fair di antara mereka.”

Namun hal yang menjadi masalah adalah kuota khusus ini terbatas, sehingga banyak calon yang lompat zonasi lewat panitia daerah dengan persaingan tidak ketat. “Makanya banyak yang mendaftar di daerah,” ujarnya. Menurut Bambang, hal itulah yang terjadi apabila pengawasan tak berjalan. “Selalu ada celah meski berbagai peraturan sudah dibuat.”

Karena itu, kata Bambang, Mabes Polri harus menertibkan dan menegakkan peraturan Kapolri perihal penerimaan taruna Akpol dengan memeriksa ulang berkas. Apabila ada kecurangan dan hal yang tak sesuai dengan aturan, maka yang melanggar harus segera dianulir penerimaannya.

Berbeda pendapat dengan Bambang, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso tak setuju soal kuota khusus bagi keluarga Polri. “Kuota khusus ini bisa menjadi pintu yang bisa mendiskriminasi peserta seleksi lainnya,” katanya.

IPW mendorong Kapolri dan Polda NTT menurunkan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri untuk meninjau proses seleksi calon taruna di NTT. “Karena banyak keluhan dan kritik dari masyarakat di NTT,” ujarnya. Untuk menghindari dugaan praktik nepotisme, IPW beranggapan perlu adanya sikap transparan dari hasil seleksi Akpol tersebut.

Calon taruna Akademi Kepolisian dalam panitia daerah (Panda) Polda NTT tahun ajaran 2024 mengikuti pemeriksaan kesehatan di Kupang, NTT, 21 April 2024. Dok. Humas Polda NTT

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai mekanisme promosi dan mutasi di semua instansi di Indonesia masih problematik. “Karena belum menggunakan merit system dan tidak ada mekanisme eksternalitas, yang artinya melibatkan pihak-pihak eksternal instansi yang obyektif dan independen,” katanya. Hal ini menjadi masalah dasar kenapa banyak titipan, preferensi, jalur khusus, dan lain-lain. 

“Ditambah parah dengan masalah dalam transparansi penilaian dan akuntabilitas soal bagaimana dia menilai, memberikan nilai, memberikan indikator terhadap penilaian, dan segala macamnya. Itu problem,” ucap Julius. 

Dia menekankan soal pelibatan pihak eksternal instansi yang lepas secara penuh dari Polri dalam proses rekrutmen. Selain itu, menurut dia, penting bagi Kapolri untuk memeriksa ulang siapa saja yang lulus, baik berkas administrasinya maupun mekanisme penilaian. “Ini tidak boleh diserahkan kepada pihak internal lagi.”

Julius menyebutkan kepolisian tidak bisa berhenti hanya di Divisi Profesi dan Pengamanan atau Kompolnas sebagai mitra strategis. “Dia harus melibatkan pihak luar karena jaminan transparansi dan akuntabilitas itu hanya akan terjadi apabila terjadi eksternalitas,” ucapnya.

Anggota Komisioner Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, mengatakan sedang bertugas ke NTT ketika isu kecurangan dalam seleksi calon taruna ini mencuat. Karena itu, Kompolnas segera mengirim surat permintaan klarifikasi kepada Polda NTT. “Informasi yang kami dapatkan, dalam pelaksanaan seleksi catar Akpol di tingkat panitia daerah NTT, sudah diawasi oleh pengawas internal dan pengawas eksternal Polri di NTT,” katanya. Selanjutnya, mereka yang lulus sesuai dengan kuota daerah dikirim ke tingkat panitia pusat.

Kesebelas orang itu, kata Poengky, akan diseleksi lagi di tingkat pusat dan nantinya bergantung pada total kuota Akpol untuk Polda NTT. “Artinya, 11 orang tersebut juga pasti ada yang tidak lolos karena terbatasnya kuota di tingkat pusat untuk masing-masing Polda.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus