Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RAPAT paripurna Dewan Perwakilan Daerah berakhir dengan riuh pada Rabu pekan lalu. Lontaran protes dan kekecewaan atas kegagalan Oesman Sapta Odang menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat membuncah di ujung pembahasan alat kelengkapan lembaga berisi 130 anggota itu. "Para anggota saling menyalahkan atas kekalahan Pak Oesman menjadi Ketua MPR," kata Ketua DPD Irman Gusman kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Ahmad Nawardi, anggota dari Provinsi Jawa Timur, bahkan beberapa kali meminta pengusutan anggota DPD yang membelot dari kesepakatan. Rapat berakhir setelah para anggota tuntas menyampaikan unek-unek. Paket lima calon pemimpin MPR dengan Oesman sebagai ketua kalah tipis dalam pemungutan suara rapat paripurna MPR yang berakhir pada Rabu subuh. Oesman hanya lolos sebagai wakil ketua. Hasil inilah yang memicu kericuhan tersebut.
Kemenangan disabet koalisi Prabowo Subianto, yang disokong Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional. Kubu Joko Widodo terjungkal. Koalisi ini terdiri atas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan, yang bergabung di detik-detik terakhir.
Meraih total dukungan 347 suara, koalisi Prabowo menang 17 suara atas lawannya. Walhasil, ini kelima kalinya kubu Jokowi terpelanting dalam persaingan melawan kubu Prabowo: pembahasan Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3); Tata Tertib DPR; Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah; pemilihan pemimpin DPR; dan terakhir pemilihan Ketua MPR. DPD menjadi sorotan setelah kekalahan di MPR.
Ketua Fraksi PKB di MPR, Muhammad Lukman Edy, mengatakan biang kekalahan adalah bocornya suara DPD. "Kami hanya mendapat 85 suara dari DPD," ucapnya. Padahal semula 100 suara dipastikan menyokong paket Oesman dan empat calon wakil ketua, yakni Ahmad Baskara (PDIP), Imam Nahrawi (PKB), Patrice Rio Capella (NasDem), dan Hasrul Azwar (PPP). Paket ini diyakini bisa menggaet dukungan penuh DPD ketimbang paket lawan, yang menempatkan Oesman sebagai wakil ketua bersama Mahyudin (Golkar), Evert Erenst Mangindaan (Demokrat), Hidayat Nur Wahid (PKS), dan calon ketua Zulkifli Hasan (PAN).
PPP mengklaim 39 anggotanya solid. "Paling empat yang lari," ujar Wakil Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, Selasa pekan lalu. Irman membenarkan, setiap anggota DPD punya kedekatan dengan partai. Tapi dia tak menyebut jumlahnya. Menurut seorang anggota DPD, jumlah kader partai di dewan ini hampir 50 persen.
Menjabat Wakil Ketua MPR periode 1999-2004, Oesman mengaku bakal menempati kursi ketua kalau mayoritas anggota tak bertingkah sebagai kader partai. Adapun Jusuf Kalla mengakui pihaknya kalah karena tak mempertimbangkan begitu banyak kader partai di DPD.
Kubu Prabowo sudah lama menggarap DPD. Sejumlah anggota DPD yang terpilih lagi mengaku didekati kubu Prabowo pada Mei lalu. Lobi berlanjut setelah DPD memilih tiga pemimpinnya pada 2 Oktober. Ketiga-tiganya inkumben: Irman, Ratu Hemas, dan Farouk Muhammad. Bambang Sadono, juga inkumben, terpilih menjadi Ketua Kelompok Anggota DPD—semacam fraksi di DPR.
Anggota DPD yang dihubungi Tempo menuturkan, kubu Prabowo memakai lima orang dalam untuk merebut posisi Ketua MPR. Mereka, menurut dia, antara lain Ahmad Muqowam dan Bambang Sadono. Kubu Jokowi mengirim Aria Bima dan Ahmad Baskara (PDIP), Abdul Kadir Karding (PKB), serta orang dekat Kalla, Iskandar Mandji. Aria Bima mengakui dia dan Baskara ambil bagian dalam lobi.
Muqowam membantah berada di kubu Prabowo. Dia juga tak yakin Bambang, mantan anggota DPR dari Golkar, jadi pelobi. Alasannya, menjelang pemilihan, Bambang mengumumkan DPD ada di kubu Jokowi. "Pernyataan itu justru bumerang," ucap kader PPP ini. Wakil Ketua Umum Gerindra Edhy Prabowo juga menganggap Bambang berada di kubu seberang.
Menurut Edhy, pendekatan baru dilakukan pada Selasa siang, ketika DPD mengajukan sembilan calon yang kemudian dikerucutkan menjadi hanya Oesman. Semula kubunya menolak Oesman sampai DPD bertahan hanya mengusulkan pria asal Kalimantan Barat itu.
Lobi-lobi sembilan jam selama skors sidang paripurna diwarnai hengkangnya PPP ke kubu Jokowi. Penyebabnya, partai berlambang Ka’bah itu tak mendapat jatah calon Wakil Ketua MPR. Jatah justru diambil PKS. Padahal PPP, yang menyokong koalisi Prabowo, sudah tak mendapat posisi Wakil Ketua DPR. "Kami tak mengemis jabatan," ujar Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuziy. Perebutan jabatan petinggi MPR berakhir dengan kemenangan di pihak Prabowo.
Apa yang ditawarkan sehingga DPD pindah haluan?
Menurut sejumlah anggota DPD, pada pertemuan Mei lalu, kepada mereka dijanjikan dukungan di MPR dengan meningkatkan kewenangan DPD lewat amendemen konstitusi. MPR, yang dikuasai unsur DPR, dengan 560 anggota, memang didominasi kubu Prabowo. Total jumlah anggota DPD adalah 132—52 di antaranya inkumben.
Kubu Prabowo menyodorkan sepuluh poin tawaran, termasuk mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang berwenang memilih presiden dan wakil presiden. Rekomendasi mengamendemen UUD—walau pasal-pasal yang akan diubah belum diputuskan—sudah diketuk oleh MPR periode 2009-2014. "Tawaran itu dikomunikasikan dengan anggota inkumben lain," kata seorang anggota DPD kepada Tempo, Senin pekan lalu.
Menurut Abdul Kadir Karding, dominasi kubu Prabowo memudahkan manuver dalam pelantikan Jokowi dan Kalla oleh MPR pada 20 Oktober nanti. Ia khawatir MPR memuluskan pemakzulan terhadap Jokowi setelah MPR mengamendemen konstitusi. "MPR akan memiliki kewenangan tertinggi," ujarnya Rabu pekan lalu.
Politikus PDIP, Arif Wibowo, mengatakan, setelah DPR dan MPR dikuasai, kubu Prabowo tinggal menaklukkan Mahkamah Konstitusi. "Itu tiga pilar pemakzulan," ucapnya. Ia menilai, upaya meraih dominasi diawali dengan merevisi Undang-Undang MD3 pada 8 Juli lalu—sehari sebelum pemilihan presiden.
Bambang Sadono berpendapat amendemen terutama untuk memperbaiki ketatanegaraan, misalnya menguatkan peran DPD dan memunculkan kembali garis-garis besar haluan negara. Soal menjadikan MPR sebagai lembaga tertinggi dan pemilihan presiden oleh MPR, "Kalau diperlukan, silakan nanti masyarakat memberi masukan."
Rully Chairul Azwar, mantan anggota tim rekomendasi MPR dari Golkar, menolak tudingan bahwa amendemen konstitusi diniatkan untuk menjatuhkan Jokowi. "Tak ada rencana menghapus kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyidangkan gugatan pemakzulan," ujarnya Jumat pekan lalu.
Wakil Ketua MPR dari PKS, Hidayat Nur Wahid, memastikan kubu Prabowo tak akan menjegal pemerintah baru. Perubahan sejumlah aturan, misalnya Undang-Undang MD3, tak diniatkan untuk menekuk presiden baru. "Terlalu naif kalau amendemen hanya ditafsirkan untuk menjegal Jokowi," kata Ketua MPR periode 2004-2009 ini.
Jobpie Sugiharto, Rusman Paraqbueq, Reza Aditya, Ridho Jun Prasetyo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo