Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Senjata laras panjang jenis XM15 E2S buatan Amerika Serikat dan FAMAS buatan Prancis ditemukan di rawa-rawa Jalan Tol Ir Sedyatmo, Jakarta Utara. Senjata jenis ini hanya dipakai oleh pasukan elite negara anggota NATO, Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Bahkan TNI maupun Polri mustahil bisa membelinya. Lebih istimewa lagi, senjata yang ditemukan itu dibuat terbatas atau limited edition. "Jelas bukan milik TNI dan Polri," kata Kepala Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Adang Firman, Rabu pekan lalu.
Wasa, pemulung asal Pandeglang, menemukan senjata-senjata mahal itu dan melaporkannya ke polisi, Jumat dua pekan lalu. Jumlahnya cukup untuk membekali satu regu pasukan tempur. Dalam sepuluh karung yang ditemukan Wasa, terdapat 14 pucuk senjata berikut peredam suara, 53 magasin, delapan penutup magasin, 18 pelindung pegangan senjata, 6.978 butir peluru. Semua alat tempur itu terkubur dalam lumpur di samping jalan tol kilometer 26,5.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana, memastikan Jenderal Sutanto sejak menjabat Kapolri sudah mengeluarkan larangan pemberian izin impor senjata bukan standar. Kemungkinan barang selundupan? "Bisa jadi juga (itu senjata selundupan). Tapi kami harus mengacu pada fakta," kata Ketut.
Ratu dan Presiden
Hati-hati menyapa pejabat. Jika keliru, bisa bernasib seperti Mulan Kwok, salah satu personel grup penyanyi Ratu. Mulan salah menyebut nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kurang pas menyapa mantan presiden Abdurrahman Wahid, dan tidak melihat kehadiran Gubernur DKI Sutiyoso. Akibatnya, manajer Ratu, Vitalia Ramona, harus meminta maaf melalui beberapa media, Rabu pekan lalu.
Peristiwanya terjadi saat penutupan Rapat Kerja Nasional Partai Demokrat di Pekan Raya Jakarta pada Jumat dua pekan lalu. Usai menyanyikan sebuah lagu, Mulan berkata: "Terima kasih kepada Bapak Presiden Bambang Susilo Yudhoyono." Nah, kebalik, kan. Lalu, saat mantan presiden Abdurrahman Wahid datang, Mulan bersikap terlalu akrab. "Saya ucapkan selamat datang buat Saudara Gus Dur. Saya merasa amat dekat dengan beliau," katanya.
Suasana menjadi tegang. Beberapa tamu di barisan belakang melontarkan cacian kesal. Melihat suasana kurang nyaman, Maia Ahmad, juga penyanyi Ratu, berusaha menetralisir. "Terima kasih juga untuk Bapak Jusuf Kalla (wakil presiden). Bapak ya, bukan saudara," ucapan Maia itu disambut tawa pengunjung. Mulan menimpali. "Maaf di sini silau, saya tidak bisa melihat para hadirin. Saya baru sadar ada Pak Sutiyoso di samping Pak SBY," kata Mulan. Pengunjung kembali terdiam.
Nah, saat mereka bersiap menyanyikan lagu ketiga dari enam lagu yang direncanakan, tiba-tiba pengeras suara dimatikan. Akhirnya Ratu turun panggung.
Max Sopacua, salah satu pengurus DPP Partai Demokrat, menampik dugaan Ratu dipaksa turun panggung. Menurut dia, jadwal acara begitu ketat sehingga waktu penampilan dibatasi. "Presiden harus ke luar negeri esok harinya," kata Max.
Pejabat Bojonegoro Pesiar ke Aceh
Studi banding pejabat dalam rombongan besar terus mewabah. Yang terkena wabah kali ini, para pejabat pemerintah dan anggota legislatif Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Sebanyak 85 orang pergi ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dengan menghabiskan anggaran daerah Rp 1 miliar, Rabu pekan lalu. "Ini namanya ngelencer (pesiar) dan buang-buang uang rakyat," kata Bisri, Wakil Direktur Bojonegoro Institute, sebuah lembaga swadaya lokal.
Rombongan dipimpin Bupati Bojonegoro M. Santoso, diikuti seluruh anggota DPRD Bojonegoro, 45 orang. sisanya pejabat pemerintah. Mereka akan mengunjungi ladang minyak yang dikelola ExxonMobil Oil Indonesia di Arun dan Lhok Seumawe. Studi banding itu dilakukan karena Bojonegoro sedang mempersiapkan ladang minyak Blok Cepu yang juga bekerja sama dengan Exxon.
Menurut juru bicara Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Joni Nurharyanto, Bojonegoro belum berpengalaman dalam pengelolaan minyak. "Kami ingin belajar dari daerah penghasil minyak, bukan jalan-jalan," katanya.
Wartawan Australia Diusir
Baru dua hari mendarat di Jayapura, lima kru televisi Australia harus angkat kaki dari Papua. Imigrasi Jayapura memulangkan mereka karena tidak memiliki izin meliput dari Departemen Luar Negeri. "Visa mereka hanya kunjungan wisata, bukan liputan," kata Kepala Imigrasi Jayapura, Giri Haryanto, Kamis pekan lalu.
Para jurnalis yang diusir itu bekerja untuk televisi Seven Network. Antara lain, When Rohan Travis, Rafelle Dawl Ricard, Childs David Jhon, dan Falkiner Rose Peter Andrew. Turut pula presenter Robson Naomi. Polda Papua menangkap mereka saat berada di Hotel Sentani, Jayapura. Situs The Age Australiamengutip Seven Networkmelaporkan, rombongan itu berencana meliput sekaligus menyelamatkan bocah enam tahun bernama Wah-Wah dari ritual kanibalisme sukunya di Papua.
Seven menyebut pengusiran itu merupakan sabotase dari pesaing mereka, saluran televisi Nine. When Rohan Travis mengakui kesalahannya karena tidak memiliki surat izin lengkap. "Kami akan kembali ke Jayapura dengan membawa surat lengkap," katanya. Sebab, dia bersama rombongan sudah menyiapkan agenda meliput Pesta Budaya Asmat, pertengahan bulan depan.
Interpelasi Beras Asing
Masalah impor beras berbuntut panjang. Sebanyak 27 anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di DPR mengajukan hak interpelasi atau hak bertanya kepada pemerintah, Rabu pekan lalu.
Mereka mengajukan tujuh pertanyaan tentang alasan pemerintah membuka keran impor beras. "Kami mempertanyakan konsistensi presiden," kata Aria Bima, salah seorang pengusul. Menurut dia, pada pidato 16 Agustus lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan memperkuat sektor pangan, tetapi kini malah memilih impor.
Saat ini pemerintah sedang menender calon pengimpor. Keputusan pemerintah membeli 210 ribu ton beras asing adalah untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP) dan menanggulangi kondisi darurat. Pemerintah berniat mengembalikan stok beras ke tingkat aman 350 ribu ton.
Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, harga beras akan meningkat khususnya menghadapi bulan Ramadan, Idul Fitri, dan masa luar panen raya Oktober sampai Januari 2007.
Sebagai pendukung pemerintah, Fraksi Partai Demokrat sudah bersiap menghadapi interpelasi. Mereka menggalang kekuatan bersama delapan fraksi lain di DPR (kecuali Fraksi PDIP) dalam pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Rabu pekan lalu. "Anggota DPR kan 550 orang. Yang mengusulkan (interpelasi) hanya sebagian kecil," kata Syarif Hasan, Ketua Fraksi Partai Demokrat.
Penjara 15 Tahun bagi Teroris
Gagal menjadi pelaku bom bunuh diri, kini mendekam di penjara. Begitulah nasib Anif Solchanudin setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan hukuman 15 tahun pada Kamis pekan lalu. Vonis ini lima tahun lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Menurut majelis hakim, Anif bersalah karena sejak awal mengetahui rencana peledakan bom Bali II, Oktober 2005. Anif juga melanggar aturan kepemilikan senjata api. Saat ditangkap, ia membawa pistol beserta 15 butir peluru.
Mendengar keputusan hakim, Anif, 24 tahun, langsung menerima. "Hukuman dunia itu kecil, hukuman dari Allah lebih berat," katanya. Pengacaranya, Dewa Agung Satria Wijaya, menyebut adanya kemungkinan perubahan sikap Anif. Pernyataan Anif yang menerima putusan itu, menurut Agung, karena sedang emosional.
Anif ikut jaringan teroris setelah bergabung dengan kelompok pengajian Subur Sugiyarto di Semarang, Jawa Tengah, pertengahan tahun lalu. Bersama teman-temannya, dia mendapat latihan kemiliteran dari Subur. Saat bertemu arsitek teror bom Noor Din M. Top, dia menyatakan siap menjadi pelaku bom bunuh diri. Tapi Noor Din mencoret namanya.
Tahanan Kabur, Polisi Diperiksa
Sel karantina di kantor Polsek Pademangan, Jakarta Utara, tampak lengang setelah sepuluh tahanan kabur pada Rabu pekan lalu. Mereka menjebol atap eternit ruang tahanan, lalu melompati tembok dan menyelinap ke permukiman penduduk. "Hingga kini belum ada yang tertangkap," kata Kepala Polsek Pademangan, Komisaris Polisi Golkar Pagarso Winarsadi, Kamis pekan lalu.
Menurut polisi, tahanan yang lari itu dulunya ditangkap karena kasus pencurian, narkoba, dan kepemilikan senjata tajam. Polisi masih terus mengejar dan menyebar foto wajah para buron ke terminal dan tempat-tempat umum. Bahkan pengejaran ke beberapa tempat di Kelapa Gading dan Bogor, yang dicurigai sebagai lokasi persembunyian, tak membuahkan hasil. Polisi mengakui kaburnya tahanan akibat kelalaian petugas.
Hingga Jumat pekan lalu, petugas Propam (profesi dan pengamanan) dari Polres Jakarta Utara masih memeriksa 11 petugas Polsek Pademangan yang berpiket saat tahanan kabur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo