Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Sutiyoso: Saya Mesti Berlari Cepat

18 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Sutiyoso, seperti berlomba dengan waktu. Menurut perhitungan, delapan tahun lagi Ibu Kota bakal kolaps karena jumlah kendaraan tak tertampung oleh ruas jalan. Pertumbuhan jumlah kendaraan berlipat-lipat kali pertambahan panjang jalan. Maka, sejumlah aksi pun disiapkan Pemerintah Provinsi Jakarta, yaitu mengembangkan moda transportasi massal, mengurangi kendaraan pribadi, dan menambah ruas jalan.

Pria kelahiran Semarang ini telah merintisnya dua tahun silam dengan meluncurkan koridor I busway yang membelah dari Blok M hingga kawasan Kota. Ia lalu menambah dua koridor lagi tahun ini. Sekarang bahkan tengah berlangsung pembangunan empat koridor tambahan. Masih belum puas, Sutiyoso bakal menggeber tiga koridor lagi pada awal tahun depan. Sehingga, ketika ia menutup masa jabatan pada Oktober 2007, 10 koridor busway sudah beroperasi.

Seperti biasa, mantan Pangdam Jaya ini tutup kuping dan tutup mata dengan segala kerepotan yang dialami warga akibat proses pembangunan jalur busway baru secara serentak itu. Dia yakin kerepotan itu hanya sementara, dan kelak warga jugalah yang merasakan manfaatnya. "Lebih baik saya tempeleng sekalian, daripada saya cubit-cubitin tetapi lama," ujar Bang Yos.

Pekan lalu Bang Yos menerima Tulus Wijanarko, Cahyo Junaedy, dan fotografer Cheppy A. Muchlis dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus. Dia menjawab semua pertanyaan dengan kalimat-kalimat lugas. Kepala Dinas Perhubungan DKI, Nurrochman, dan Kepala Biro Protokol dan Humas, Catur Laswanto, yang saat itu ikut mendampingi, sesekali minta izin menambahkan data guna melengkapi jawaban sang bos.

Proyek busway sudah berjalan dua tahun. Apa evaluasi Anda?

Proyek busway telah menyelesaikan tiga koridor, yakni Blok M-Kota, Pulogadung-Harmoni, dan Kalideres-Harmoni. Kenyataannya, angkutan massal ini telah menjadi idola masyarakat Jakarta. Survei yang dilakukan Dewan Transportasi Kota menunjukkan 14 persen pengguna kendaraan pribadi sudah beralih ke busway. Ini hasil gemilang. Di Bogota, busway hanya berhasil menggaet 5 persen pengguna kendaraan pribadi.

Apa saja yang masih kurang?

Pengawasan infrastruktur masih lemah. Tak mengherankan bila pelat-pelat baja halte banyak yang hilang. Tapi menekan kriminalitas menjadi nol juga tak mungkin. Ini penyakit lama bangsa kita. Peran masyarakat untuk menjaga fasilitas umum kurang. Satu-satunya yang mengawasi dan merawat fasilitas hanya pemerintah.

Anda terkesan mengebut pembangunan koridor baru.

Target utamanya, pada 2010 sudah ada 15 koridor. Karena itu, pada sisa tahun ini saya berharap dapat menyelesaikan empat koridor, yakni Pulogadung-Dukuh Atas, Kampung Melayu-Ancol, Kampung Rambutan-Kampung Melayu, dan Ragunan-Kuningan. Saat ini semua sedang dikerjakan. Lalu, awal tahun depan saya berharap bisa menyelesaikan tiga koridor lagi. Sehingga saat melepas jabatan gubernur, 10 koridor sudah beroperasi.

Anda memaksakan agar 10 koridor itu selesai tepat pada akhir masa jabatan Anda?

Dalam bekerja, saya punya prinsip: kalau bisa lari, kenapa harus merangkak? Saya ini militer yang terbiasa bekerja cepat. Saya tidak punya kamus alon-alon asal kelakon. Anak saya saja, setiap saya panggil, harus berlari.

Sebenarnya bagaimana sistem transportasi Jakarta akan dibangun?

Sistem transportasi harus direformasi total. Saya telah menugasi para ahli transportasi mencari solusi. Mereka merekomendasikan tiga hal. Pertama, perlunya jaringan transportasi berbasis kendaraan massal. Kedua, seperti di semua kota besar dunia, harus ada pembatasan kendaraan pribadi. Ketiga, menambah ruas jalan.

Bagaimana rinciannya?

Kelak dari arah selatan ke utara (Lebak Bulus-Kota) akan ada jaringan subway. Lalu dari timur ke barat dibangun jaringan monorel. Di atas subway dan di bawah monorel ini ada 15 koridor busway. Selain itu, akan ada angkutan air yang melintasi Kanal Barat dan Kanal Timur. Nantinya proyek pembangunan kota akan menganut konsep water-front city, yakni kota menghadap kanal.

Apa langkah untuk membatasi kendaraan pribadi?

Saya harus mencari model yang tepat untuk Jakarta. Di Singapura, pemerintah melarang kendaraan berumur 10 tahun ke atas beroperasi. Tetapi, di Jakarta, itu tak mungkin karena pemilik kendaraan tua berasal dari golongan menengah ke bawah. Di Bogota diberlakukan nomor pelat genap-ganjil, dan itu dapat memangkas 40 persen kendaraan tiap hari. Di sini juga tidak mungkin diberlakukan karena setiap orang pasti akan punya dua pelat nomor. Di benak saya saat ini, yang paling mungkin adalah memberlakukan electronic road pricing. Mereka yang melalui jalan yang berimpitan dengan jaringan transportasi massal harus membayar.

Mengenai penambahan ruas jalan?

Kami akan membangun enam ruas jalan tol baru dalam kota. Nantinya, integrasi empat moda transportasi (monorel, subway, busway, angkutan air) dan jalan tol baru ini dapat menghindarkan Jakarta dari kolaps yang diramal selambatnya terjadi pada 2014.

Pembangunan enam jalan tol itu bukankah berlawanan dengan filosofi perlunya angkutan massal?

Tidak. Karena pembangunan sistem transportasi juga memberikan peluang bagi kelompok masyarakat berpunya, yang ingin gagah-gagahan dengan mobil pribadi. Jalan tol dalam kota dipilih karena pengguna harus bayar. Nanti tarifnya akan tinggi, dan dananya untuk mensubsidi proyek angkutan massal. Tapi rencana ini akan kita evaluasi dengan Dewan Transportasi Kota.

Bagaimana dengan rencana pembangunan transportasi air?

Kami sedang membangun Banjir Kanal Timur sepanjang 27,3 kilometer dengan pelebaran rata-rata 100 meter. Di titik-titik tertentu, pelebaran mencapai 200 meter untuk putaran kapal, termasuk pembangunan dermaga. Tetapi kapasitas moda angkutan air ini masih kalah dibanding monorel dan subway.

Tahun depan adalah tahun terakhir Anda sebagai gubernur. Bagaimana kelanjutan skenario sistem transportasi yang Anda impikan itu?

Harus diteruskan pengganti saya. Tidak ada alasan untuk tidak meneruskan proyek ini. Apalagi master plan-nya sudah jelas, maka rakyat juga harus mendorong agar pengembangan Sistem Transportasi Makro Jakarta itu dapat selesai pada 2012.

Jika sistem transportasi berbasis angkutan massal sudah berjalan sempurna, bagaimana nasib angkutan kota (mikrolet, metromini, dan lain-lain) yang rutenya berimpit dengan jalur busway?

Dalam proses pembangunan, apalagi yang menggelar sistem baru, pasti menimbulkan korban. Itu sudah pasti. Jadi, saya berpikir bagaimana meminimalkan korban itu. Salah satunya dengan melibatkan perusahaan-perusahaan angkutan itu dalam konsorsium proyek pembangunan busway sehingga mereka masih bertahan di tengah proyek ini. Mereka akan beralih menjadi angkutan feeder (pengumpan).

Bagaimana dengan mikrolet?

Yang akan kami atur adalah angkutan yang jelas-jelas berimpit dengan rute busway. Kalau hanya melintas saja, tidak perlu dirisaukan. Biarkan saja mereka ada, itu untuk memberi pilihan kepada masyarakat. Bagi yang benar-benar berimpit, seperti mikrolet M-01 (Senen-Kampung Melayu), nanti akan kami alihkan rutenya.

Apakah kasus korupsi busway menjadi ganjalan dalam mewujudkan sistem ini?

Kasus itu sudah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saya serahkan penyelidikan kepada mereka. Korupsi itu kan terjadi pada pembangunan koridor satu. Pada saat itu busway masih menjadi "binatang langka" sehingga muncul kesulitan menentukan standar kendaraan yang baik, mulai dari pintu mekanik, gantungan, hingga running text, dan lain-lain. Tapi pada koridor dua dan tiga, kami sudah paham. Buktinya, tak ada korupsi lagi.

Bagaimana konsep transportasi Jakarta itu dikaitkan dengan kota satelit?

Betul. Setiap hari 600 ribu kendaraan masuk Jakarta dari kota-kota di sekeliling Jakarta. Itu artinya 1,2 juta orang masuk saban hari. Jadi, sistem transportasi dari barat-timur dan selatan-utara nantinya menembus Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor. Koridor busway yang telah sampai ke Kalideres akan terus ke Tangerang. Sedangkan yang dari Pulogadung sudah dapat diteruskan ke Bekasi. Saya yakin warga Tangerang, Bekasi, dan Depok berharap dapat menikmati jaringan transportasi massal ini. Inilah konsep megapolitan. Tidak ada alasan bagi pengganti saya dan pemerintah Jawa Barat dan Banten menolak konsep ini

Bagaimana payung hukumnya?

Saat ini masih ada di Panitia Khusus DPR. Yang jelas, konsep megapolitan tidak akan merugikan kota satelit, bahkan akan membuat mereka berkembang. Konsep ini hanya merupakan penggabungan tata ruang, dan bukan penggabungan administrasi. Para pimpinan daerah akan tetap di jabatannya masing-masing. Jika proyek megapolitan berhasil, para investor akan melirik kota-kota satelit tersebut. Ekonomi dan infrastruktur daerah di sekitar Jakarta pasti akan ikut berkembang.

Banyak yang beranggapan, jika Anda sukses membangun sistem transportasi Jakarta, itu merupakan modal untuk maju dalam pemilu presiden 2009.

Amin. Biar saja orang berpikiran seperti itu. Kalau mereka anggap saya layak jadi lurah, silakan jadikan saya lurah. Bagi saya, yang penting pekerjaan kelar. Saya tidak punya pikiran macam-macam. Saya fokus dengan soal kemacetan itu.

Anda punya ambisi jadi presiden?

Tidak ada. Saya tidak punya ambisi untuk itu. Tahun depan masa jabatan saya berakhir. Sebenarnya, kalau ingin selamat dan tidak cari penyakit, problem transportasi itu saya biarkan saja. Tapi, sebagai pemimpin, saya tidak bisa bersikap seperti itu. Kalau ada masalah, ya, harus dicari solusinya.

Kalau ada partai politik yang meminang menjadi calon presiden, Anda bersedia?

Ya, alhamdulillah kalau memang ada. Semuanya itu tergantung pada rakyat. Rakyat sudah cerdas. Siapa yang memang layak jadi pemimpin akan mereka pilih.

Letjen TNI (Purn.) Sutiyoso

Tempat/tanggal lahir: Semarang, 6 Desember 1944

Pendidikan: Akademi Militer Nasional (1968)

Karier:

  • Komandan Korem 062 Suryakencana, Bogor (1993-1994)
  • Kepala Staf Kodam Jaya (1994-1996)
  • Panglima Kodam Jaya (1996-1997)
  • Gubernur DKI Jakarta (1997-2002)
  • Gubernur DKI Jakarta (2002-2007)

Penugasan dan Penghargaan:

  • Operasi Flamboyan di Timor Timur (1975)
  • Operasi Penumpasan GAM (1989)
  • Danrem terbaik karena berhasil mengamankan KTT APEC (1994)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus