DALAM sejarah Persatuan Artis Film (Parfi) masa kepengurusan
pimpinall Soekarno M. Noor nampaknya akan tercatat sebagai masa
kepengurusan yang amat gesit, paling- tidak untuk hari-hari
pertamanya. Coba bayangkan: dilantik 18 Desember 1977, tanggal 9
Januari 1978 sebuah keputusan penting telah diumumkan.
Tidak pula tanggung-tanggung, sebab jika keputusan itu
dijalankan dengan ketat, kas organisasi para bintang film itu
dalam waktu dekat akan padat dengan uang. Dan uang itu sebagian
besar akan datang dari produser yang harus membayar Parfi bagi
para bintang baru yang mereka pakai dalam produksi mereka.
Menurut keputusan yang ditandatangani oleh bintang film Soekarno
M. Noor itu, setiap bintang film baru yang memegang peranan
utama, produsernya harus menyetorkan Rp 100 ribu, dan Rp 50 ribu
bagi pemain pembantu. Nah, bagi anggota lama, yang bakal
mengurusi setorannya kepada Parfi ternyata adalah dirinya
sendiri. Dan setiap anggota yang mendapat peranan utama,
setorannya ke kas organisasi adalah Rp 50 ribu. Kenapa yang
bukan anggota bayarnya lebih banyak? Jawab Soekarno: "Karni ini
berusaha untuk melindungi anggota kami dari kesempatan berkarya,
kesempatan bekerja. Sekarang ini kami lihat anggota kami banyak
yang tidak dapat kesempatan untuk bermain."
Untuk Apa?
Meski Soekarno amat berniat baik bagi anggotanya, kenyataan
menunjukkan bahwa kebijaksanaannya itu mendapat tentangan dari
sejumlah bintang film, termasuk yang dipilih kongres untuk
memimpin Parfi. Sophan Sophian, bintang film dan sutradara serta
pengurus Parfi, adalah orang pertama yang terang-terangan
menentang keputusan rekan-rekannya itu. "Uang yang dikumpulkan
itu nantinya untuk apa? Parfi ini kan tidak bisa menjamin
apa-apa. Memang ada dokter gratis. Tapi kalau ada anggotanya
yang tidak dapat ke sempatan main, apa bisa dijamun?
Pimpinan Parfi lainnya, Koesno Soedjarwadi, berpendapat lebih
moderat, meski juga tidak mendukung Soekarno. Katanya: "Kita ini
mestinya memperlihatkan prestasi dulu baru minta uang. Rencana
kerja saja belum ada bagaimana?" Dan Soekarno pun memberi
jawaban. Katanya: "Bulan depan kami akan mengadakan job training
di TIM." Tapi kata Koesno pula: "Lha, itu kan cuma meneruskan
kerja pengurus lama pimpinan Sudewo."
Bagi Koesno, pungutan yang ditetapkan oleh Soekarno dengan
beberapa pengurus yang sempat hadir dalam dua kali rapat awal
Januari yang lalu, dianggapnya sangat tidak adil. Katanya:
"Pungutan itu tidak rata. Kalau seperti dulu 1,5 persen dari
honorariuM, saya setuju. Kalau sekarang kan tidak adil? Yang
dapat 5 juta disamakan dengan yang dapat 2 juta, kan tidak
benar, itu?"
Tapi bagaimana sih ceritanya hingga Soekarno tiba pada keputusan
untuk menarik sejumlah uang dari para produser dan pemain?
Syahdan. maka pada masa pengurus sebelumnya, penarikan yang 1,5
persen itu tidak bisa berjalan dengan semestinya. "Soalnya
selalu bisa terjadi permainan antara para anggota Parfi dengan
produser," kata seorang pengurus Parfi. Caranya? "Honorarium
yang ditulis di kwitansi lebih kecil jumlahnya dengan
honorarium yang diterima, sehingga presentasi yang disetorkan
juga kecil."
Karena itulah rupanya maka bintang film dan penyanyi tenar Haji
Benyamin Sueb, dalam kongres Parfi Desember yang lalu
mengusulkan pungutan pukul rata itu. Tapi usul Benyamin itu
tidak dibicarakan dalam kongres. Bersama sejumlah usul lain
usul itu lama ditampung. "Sudah saya salahkan kepada pimpinan
kongres agar usul itu ditawarkan kepada peserta, tapi didiamkan
saja usul saya itu. Eh, tahu-tahu Soekarno bikin keputusan.
Tentu aja heboh." Ini komentar seorang anggota kehormatan
Parfi.
Akal Sehat
Jadi bagaimana baiknya? "Kalau keputusan itu jalan terus. saya
akan mundur," kata Koesno. Buat Wahyu Sihombing, sutradara dan
anggota kehormatan Parfi, keputusan itu bukan saja harus
dicabut, tapi pengurus juga "harus minta maaf terhadap kesalahan
yang tidak mereka sengaja." Kalau tidak, "nanti dianggapnya
semua anggota Parfi tidak berfikir dengan akal sehat," kata
Sihombing kepada koran Pos Film.
Kabar terakhir Inengatakan bahwa para produser yang tergabung
dalam Persatuan Produser Film Indonesia kini sedang melakukan
usaha untuk mendekati Parfi agar kebijaksanaan baru itu tidak
diteruskan saja. Dan pihak Departemen Penerangan pun tampaknya
tidak terlalu bersuka cita dengan kehebahan di kalangan
perfilman itu. "Saya tahu banyak artis dan produser yang tidak
setuju dengan keputusan pengurus Parfi itu." kata seorang
pejabat teras Direktrat Bina Film Deppen. "Ya, kasihlah kami
waktu 4 atau 6 bulan. Kalau memang tidak menguntungkan, ya cabut
kembali keputusan itu," demi kian permohonan bintang film Rae
Sita yang pada kongres yang lalu terpilih sebagai bendahara
Parfi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini