Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Hanya soal uang iuran

Uang iuran kepada organisasi parfi untuk peran utama, produser menyerahkan rp 100.000, untuk peran pembantu sebanyak rp 50.000 sewaktu soekarno m. noor & koesno sudjarwadi menjadi pimpinan parfi. (fl)

4 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM sejarah Persatuan Artis Film (Parfi) masa kepengurusan pimpinall Soekarno M. Noor nampaknya akan tercatat sebagai masa kepengurusan yang amat gesit, paling- tidak untuk hari-hari pertamanya. Coba bayangkan: dilantik 18 Desember 1977, tanggal 9 Januari 1978 sebuah keputusan penting telah diumumkan. Tidak pula tanggung-tanggung, sebab jika keputusan itu dijalankan dengan ketat, kas organisasi para bintang film itu dalam waktu dekat akan padat dengan uang. Dan uang itu sebagian besar akan datang dari produser yang harus membayar Parfi bagi para bintang baru yang mereka pakai dalam produksi mereka. Menurut keputusan yang ditandatangani oleh bintang film Soekarno M. Noor itu, setiap bintang film baru yang memegang peranan utama, produsernya harus menyetorkan Rp 100 ribu, dan Rp 50 ribu bagi pemain pembantu. Nah, bagi anggota lama, yang bakal mengurusi setorannya kepada Parfi ternyata adalah dirinya sendiri. Dan setiap anggota yang mendapat peranan utama, setorannya ke kas organisasi adalah Rp 50 ribu. Kenapa yang bukan anggota bayarnya lebih banyak? Jawab Soekarno: "Karni ini berusaha untuk melindungi anggota kami dari kesempatan berkarya, kesempatan bekerja. Sekarang ini kami lihat anggota kami banyak yang tidak dapat kesempatan untuk bermain." Untuk Apa? Meski Soekarno amat berniat baik bagi anggotanya, kenyataan menunjukkan bahwa kebijaksanaannya itu mendapat tentangan dari sejumlah bintang film, termasuk yang dipilih kongres untuk memimpin Parfi. Sophan Sophian, bintang film dan sutradara serta pengurus Parfi, adalah orang pertama yang terang-terangan menentang keputusan rekan-rekannya itu. "Uang yang dikumpulkan itu nantinya untuk apa? Parfi ini kan tidak bisa menjamin apa-apa. Memang ada dokter gratis. Tapi kalau ada anggotanya yang tidak dapat ke sempatan main, apa bisa dijamun? Pimpinan Parfi lainnya, Koesno Soedjarwadi, berpendapat lebih moderat, meski juga tidak mendukung Soekarno. Katanya: "Kita ini mestinya memperlihatkan prestasi dulu baru minta uang. Rencana kerja saja belum ada bagaimana?" Dan Soekarno pun memberi jawaban. Katanya: "Bulan depan kami akan mengadakan job training di TIM." Tapi kata Koesno pula: "Lha, itu kan cuma meneruskan kerja pengurus lama pimpinan Sudewo." Bagi Koesno, pungutan yang ditetapkan oleh Soekarno dengan beberapa pengurus yang sempat hadir dalam dua kali rapat awal Januari yang lalu, dianggapnya sangat tidak adil. Katanya: "Pungutan itu tidak rata. Kalau seperti dulu 1,5 persen dari honorariuM, saya setuju. Kalau sekarang kan tidak adil? Yang dapat 5 juta disamakan dengan yang dapat 2 juta, kan tidak benar, itu?" Tapi bagaimana sih ceritanya hingga Soekarno tiba pada keputusan untuk menarik sejumlah uang dari para produser dan pemain? Syahdan. maka pada masa pengurus sebelumnya, penarikan yang 1,5 persen itu tidak bisa berjalan dengan semestinya. "Soalnya selalu bisa terjadi permainan antara para anggota Parfi dengan produser," kata seorang pengurus Parfi. Caranya? "Honorarium yang ditulis di kwitansi lebih kecil jumlahnya dengan honorarium yang diterima, sehingga presentasi yang disetorkan juga kecil." Karena itulah rupanya maka bintang film dan penyanyi tenar Haji Benyamin Sueb, dalam kongres Parfi Desember yang lalu mengusulkan pungutan pukul rata itu. Tapi usul Benyamin itu tidak dibicarakan dalam kongres. Bersama sejumlah usul lain usul itu lama ditampung. "Sudah saya salahkan kepada pimpinan kongres agar usul itu ditawarkan kepada peserta, tapi didiamkan saja usul saya itu. Eh, tahu-tahu Soekarno bikin keputusan. Tentu aja heboh." Ini komentar seorang anggota kehormatan Parfi. Akal Sehat Jadi bagaimana baiknya? "Kalau keputusan itu jalan terus. saya akan mundur," kata Koesno. Buat Wahyu Sihombing, sutradara dan anggota kehormatan Parfi, keputusan itu bukan saja harus dicabut, tapi pengurus juga "harus minta maaf terhadap kesalahan yang tidak mereka sengaja." Kalau tidak, "nanti dianggapnya semua anggota Parfi tidak berfikir dengan akal sehat," kata Sihombing kepada koran Pos Film. Kabar terakhir Inengatakan bahwa para produser yang tergabung dalam Persatuan Produser Film Indonesia kini sedang melakukan usaha untuk mendekati Parfi agar kebijaksanaan baru itu tidak diteruskan saja. Dan pihak Departemen Penerangan pun tampaknya tidak terlalu bersuka cita dengan kehebahan di kalangan perfilman itu. "Saya tahu banyak artis dan produser yang tidak setuju dengan keputusan pengurus Parfi itu." kata seorang pejabat teras Direktrat Bina Film Deppen. "Ya, kasihlah kami waktu 4 atau 6 bulan. Kalau memang tidak menguntungkan, ya cabut kembali keputusan itu," demi kian permohonan bintang film Rae Sita yang pada kongres yang lalu terpilih sebagai bendahara Parfi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus