DI Tipitapa, sebuah daerah di pinggiran Manangua, ibukota
Nicaragua, ada sebuah penjara yang dikenal dengan nama Jorge
Navarro. Penjara itu kini padat luar biasa. Isinya 1.600 orang,
semuanya tahanan politik -- sebagian dari 5.330 tahanan politik
yang ada di seluruh negeri. Jumlah ini sudah menyusut. Sudah
berkurang 1512 orang, yang beberapa bulan lewat dilepaskan.
Tahanan yang ditampung di Jorge Navarro termasuk kelas berat.
Tapi, justru penjara ini yang dipertontonkan kepada wartawan,
April lalu. "Tak ada yang disiksa, tak ada yang dibunuh. Palang
Merah Internasional berani bersaksi untuk itu," tulis Jacques
Goffinon dari Kantor Berita Gamma. Lebih jauh, wartawan itu
melaporkan, tak nampak para tahanan itu tertekan, kendati
sebagian besar kena vonis 30 tahun.
Nampaknya orang-orang terpenjara itu tak terlampau menghitung
jumlah tiga puluh tahun. Ada beberapa alasan. Sebagian merasa
yakin, dalam waktu singkat mereka toh akan dibebaskan. Sebagian
lagi memastikan akan tibanya pasukan penyelamat dalam waktu tak
lama -- dari arah El Salvador. Tapi hampir semua menyatakan
bersedia bekerja kembali, membantu pemerintah yang menahan
mereka.
Memang, orang-orang kurungan di Jorge Navarro adalah kaum yang
bekerja pada rezin1 yang digulingkan. Sebagian pegawai
pemerintah, sebagian bekas anggota Pasukan Pengawal Nasional.
Dan akibat diringkusnya mereka, saat ini kekurangan pekerja
profesional -- militer maupun pemerintahan -- merupakan masalah
serius.
Barangkali karena itu, namrak tak ada keteeanean antara penjaga
dan yang dijaga. Ruang penjara tidak pengap. Lampu menyala 24
jam. Para tahanan berseliweran dengan agak bebas.
Juga tak ada larangan dikunjungi -- bahkan untuk para tahanan
khusus yang dianggap harus diisolir. Yang boleh dikunjungi dua
kali sebulan berarti sudah termasuk kelas berat. Tapi ada yang
kelas super: yang cuma diperkenankan menerima kunjungan empat
kali dalam setahun.
Secara umum, mereka diperlakukan dengan baik. Pakaian pun hampir
tak beda dari pakaian para pengawal -- dari bahan yang sama,
hanya berbeda warna. Begitu juga makanan. Memang kurang baik,
bahkan beberapa bulan terakhir diadakan pencatuan. Tapi ini juga
berlaku bagi para sipir. Sebabnya dua bulan terakhir Palang
Merah Internasional kehabisan persediaan bahan makanan, dan
pencatuan berlaku di seluruh negeri yang masih banyak bergantung
pada bantu ln organisasi itu.
DI penjara yang sama, beberapa tahun silam jumlah tahanan tak
begitu banyak. Tapi suasananya jauh berbeda. Waktu itu Jorge
Navarro justru menakutkan. Gelap, pengap dan penuh siksa. Di
penjara itu, di tahun 1977 konon, seorang anak berumur 13 tahun
menjalani hukuman tembak mati. Begitulah perbandingan kelihatan
scsudah rezim berganti.
19 Juli 1979, rezim militer yang dipimpin Jenderal Anastasio
Somoza Debayle jatuh. Gerilya Sandinista, yang menyerbu dari
arah negara tetangga Costa Rica, kemudian menggantikannya. Dan
runtuhlah kekuasaan keluarga Somoza. Empat puluh tahun lebih
mereka mencengkeram Nicaragua.
Antonio Somoza sendiri lahir di Leon, 1925. Ia lulus dari
sekolah militer West Point, AS, 1946 - konon sebagai
satu-satunya lulusan yang mendapat "ijazah sebagai hadiah"
sepanjang sejarah West Point yang bermutu itu. Tapi waktu itu
Amerika Serikat punya kepentingan khusus di Nicaragua.
Ayahnya, Anastasio Somoza Sr., mulai berkuasa di Nicaragua tahun
1936. Dan tewas tahun 1956 dalam sebuah usaha kudeta. Anastasio
Somoza Jr. berhasil menyelamatkan kekuasaan keluarga karena ia
komandan Angkatan Perang Nicaragua saat itu.
1957, Luiz Somoza, kakak sang komandan angkatan perang, terpilih
sebagai presiden Nicaragua menggantikan sang ayah. Prcsiden
terpilih ini kemudian turun di tahun 1963 karena habis masa
jabatannya, dan tidak. diperkenankan lagi ikut dalam pemilihan
berdasar konstitusi.
5 Februari 1967 Anastasio Somoza Debayle naik takhta, menjadi
presiden menggantikan kakaknya. Tahun 1972 haknya menjadi
presiden sebenarnya sudah habis. Tapi dengan muslihat ia bisa
meneruskan kekuasaannya dengan turun dahulu sebentar.
Somoza bukan hanya berarti kekuasaan diktatur. Tapi keluarga ini
bisa dikatakan pemilik sebagian besar kekayaan negara yang tak
tergolong maju itu. Di masa kekuasaannya, Anastasio Somoza Jr.
memonopoli hampir semua sektor perekonomian dengan modal
keluarga Juga semua industri. Kekayaannya diduga berjumlah US$
2,5 milyar.
Bisa dipastikan: Amerika Serikat berada di balik kekuasaan
jenderal lulusan West Point ini. Dan ini toh sudah satu rahasia
umum: hubungan AS dengan semua kekuasaan otoriter di Amerika
Tengah dan Selatan. Karena itu Jenderal Somoza sangat
anti-komunis.
Dan karena lengan AS yang terlampau panjang di kawasan ini, tak
aneh kalau Uni Soviet berusaha sebisanya menanamkan bibit
komunisme sebagai tandingannya. Sikap penguasa yang tak
semena-mena di Amerika Latin adalah salah satu kecerobohan AS
dalam menanamkan kekuasaan di sana. Rakyat yang tertindas adalah
bekal paling baik untuk komunisme.
Tahun 1959 Uni Soviet berhasil membangun agennya yang pertama di
Amerika Tengah. Tahun itu, diktatur Ful Gencio Batista
kehilangan kekuasaannya di Cuba. Ia berhasil digulingkan, dan
sebagai gantinya muncul pemerintahan yang sangat pro-Moskow, di
bawah pimpinan Fidel Castro.
Sejak itu berbagai gerakan komunis bermunculan di negara-negara
Amerika Latin, di tengah rakyat yang merasa diperlakukan tidak
adil.
Jenderal Somoza sendiri salah satu dari sekutu AS yang
mati-matian memerangi komunis. Tahun 1961 ia tercatat mengorgan
isasi beberapa negara di Amerika Tengah, melancarkan Operasi
Teluk Babi untuk menjatuhkan Fidel Castro. Usahanya tak
berhasil, dan serangan kemudian berbalik. Fidel Castro dan kubu
komunisnya membantu membangun kekuatan di Nicaragua. Jadilah apa
yang dinamakan gerilya Sandinista.
TAHUN 1977 Gerakan Sandinista mencatat operasinya yang pertama:
segerombolan gerilyawan bersenjata menyerbu Gedung Majelis
Nasional, dan menyandera 13 orang pejabat. Dua di antaranya
menteri Tuntutan yang diajukan: agar beberapa tahanan politik
dibebaskan, di samping uang tebusan 1 juta dollar Amerika.
Berhasil 14 tahanan politik dibebaskan, juga uang tebusan
diberikan. Dengan sebuah bis, para teroris dan tahanan politik
--dengan masih menahan para sandera -- menuju lapangan terbang.
Dan di situlah terlihat kenyataan yang mengejutkan: ratusan ribu
rakyat mengelu-elukan para pemberontak. Dan ini pula salah satu
sebab pasukan Nicaragua tak berhasil menggagalkan keberangkatan
para pemberontak meninggalkan Nicaragua: mereka tak berani
menembak.
Sejak itu perang saudara di Nicaragua tak bisa lagi dihindarkan.
Sandinista muai menyerbu Nicaragua dari arah selatan, dari
Costa Rica. Dua tahun lamanya perang itu berkecamuk, dan keadaan
mengerikan terjadi di negara miskin itu.
Pasukan Pengawal Nasional, yang sangat setia pada Anastasio
Somoza, membabat habis berbagai daerah pedesaan yang diduga
disusupi gerilyawan. Karena itu penduduk pedalaman mengungsi ke
ibukota, Managua.150.000 orang tercatat terlunta-lunta di
Managua. Sebagian mati tercecer di perjalanan dihajar perang.
Sudah tak jelas peluru mana yang nyasar.
Pemerintah memang mengumumkan lewat radio agar mengosongkan
beberapa daerah yang akan dibombardir. Tapi kematian toh tak
bisa terhindar. Dalam jangka dua tahun saja tercatat 30.000
lebih penduduk Nicaragua berkurang. Yang tragis, pemerintah
Nicaragua tidak memberi bantuan sepeser pun kepada para
pengungsi yang nnembanjiri ibukotanya itu. Maka dalam sejarah
Palang Merah Internasional, protes kepada penguasa Nicaragua
barangkali termasuk salah satu yang paling keras.
Bisa dipahami dalam perang itu Somoza berada dalam kedudukan
yang sangat tak menguntungkan-kendati dalam teori ia bisa
memenangkan perang dengan persenjataannya yang sangat modern.
Yang jadi sebab: popularitasnya merosot drastis. Bukan cuma
rakyat yang meninggalkannya, tapi juga akhirnya Amerika Serikat.
Berdasar pengalaman pahit di Vietnam, AS nampaknya berhati-hati
campur tangan di Nicaragua. Dan Jalan yang kemudian ditempuh
cukup mengejutkan penguasa Latin ini, AS menghendaki Somoza
mengundurkan diri, dan kekuasaan diserahkan kepada kelompok yang
lebih moderat. Alasannya sederhana saja: menghentikan perang
yang ternyata menyiksa rakyat.
Buntutnya, AS sendiri menyatakan bersedia mengakui kekuasaan
Sandinista -- dengan syarat dalam pemerintahannya dimasukkan dua
orang wakil kelompok moderat. Tapi kalangan mana pun di
Nicaragua menganggap ini tawaran yang tak masuk akal. Somoza
sendiri menolak usul itu dan menyatakan bertekad terus berperang
melawan Sandinista.
Toh Somoza akhirnya kalah, dan bersedia -- mau tak mau -- turun
tahta. Ia digantikan Urcuyo. Tapi kekuasaannya fantastis juga
pendeknya: cuma 36 jam.
Sebab, setelah berhasil membangun basis di Leon -- kota kedua
terbesar di Nicaragua, tak jauh dari Managua, dan tempat
kelahiran Somoza sendiri -- Sandinista tak sukar untuk menyerbu
pusat pemerintahan. Urcuyo terpaksa kabur dengan helikopter --
ke Guatemala.
Somoza sendiri kemudian bermukim di Paraguay. tapi 14 bulan
kemudian ia tewas diberondong sejumlah pembokong. Tubuhnya rusak
dihajar peluru bazooka, dan ditembus 25 mimis senapan mesin.
Entah gerombolan mana yang membunuhnya: penguasa baru di
Nicaragua menyangkal bertanggung jawab.
Sesudah Somoza jatuh, adakah perbaikan di Nicaragua? Dilihat
dari penduduknya yang 2,6 juta, Nicaragua adalah negara miskin.
Kekayaan negara itu hampir tak bersisa bagi rakyat. Setelah
diraup penguasa tertinggi 9/10 bagian, yang 1/10 tercecer pada
sekelompok kelas menengah yang berjumlah cuma 200.000 orang.
Angka buta huruf termasuk tinggi. Perekonomian sulit ditarik ke
atas. Ekspor tak ada yang bisa diandalkan. Sedang beberapa
pertambangan tak pernah mengalami kemajuan karena salah urus.
Tahun lalu, ekspor Nicaragua turun 30% dibanding 1979.
Lalu ada lagi gempa bumi 1977 yang akibatnya terus
berlarut-larut hingga kini. Bencana itu temasuk besar, menelan
150.000 penduduk.
Tapi yang paling parah, dari usaha membangun kembali Nicaragua,
adalah embargo ekonomi yang dilakukan AS. Karena menganggap
Sandinista membantu mengeruhkan suasana di El Salvador -- negara
tetangganya AS menghentikan semua bantuannya.
Maka bahaya kelaparan pun kelihatan mengancam. Di Managua
keadaan itu sudah mulai terasa.600. 000 penduduk yang tersisa,
kini hidup di antara puing-puing perang, menelusuri beberapa
daerah pertokoan, mengorek sana sini bagai ayam. Palang Merah
Internasional yang membantu kaum lapar ini sejak perang
berkecamuk hampir tak lagi dapat mengulurkan tangan.
Beberapa bulan lalu, Uni Soviet membantu dengan mengirimkan
20.000 ton gandum. Tapi ini hampir tak ada artinya dibanding
kredit bantuan AS yang US$ 9,6 juta setahun. Maka inilah
saat-saat paling kritis bagi negara yang baru saja dihantam
perang itu.
Dalam pemerintahan baru di Nicaragua, jabatan presiden tidak
lagi dikenal. Yang ada semacam koord inator, dan jabatan ini
diduduki Daniel Ortega Saaredra. Tapi dalam kekuasaan itu ia
masih berbagi tempat dengan dua tokoh lain: Sergio Ramirezdan
Rafael Cordoba. Dan jabatan tertinggi ini berada di bawah sebuah
Dewan Nasional yang beranggotakan 8 orang.
Kesemua pejabat baru ini menggunakan seragam militer, dan
senantiasa menenteng-nenteng senjata. Tapi seperti di Cuba, tak
ada nama pasti bagi mereka. Disebut militer profesional yang
mengenal urutan pangkat tak bisa. Disebut pemerintahan sipil pun
sulit, sebab cara mereka berkuasa lebih mirip yunta militer.
TAPI, di tengah kepahitan itu ada semangat yang bangun di
Nicaragua. Rakyat yang sudah bertahun-tahun tertindas rupanya
mendapat mainan baru: di mana-mana nampak mereka mempelajari
filsafat revolusi. Juga berlatih menggunakan senjata. Bukan cuma
laki-laki dewasa -- juga anak-anak dan wanita. Alasannya khas
komunis: berlatih untuk menghadang agresi AS . . .
Bulan Mei yang lalu, Hari Buruh dirayakan besar-besaran di
Managua - kendati tak jelas apa masih ada buruh di situ. Dan
"bulan ini, musim panas sedang menjelang Nicaragua. Suhu di
Managua sering mencapai 30 derajat Celcius" tulis Jacques
Goffinon dari Gamm -- "Sampai-sampai ter di jalanan meleleh."
Dan nun di sana, di pinggiran Managua, rentetan tembakan
terdengar -- bukan perang tapi latihan. Dengar saja: ada pekik
bersemangat di sana.
Barangkali tak ada salahnya. Cuma semangat yang bisa mengatasi
lapar. Dan semangat ini yang tak mereka miliki di masa Somoza
berkuasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini