Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sesudah sebuah perang saudara

Pemerintahan baru di nikaragua dibawah kekuasaan kelompok sandinista. pada tahun 1979 gerakan sandinista berhasil menggulingkan rezim militer yang di pimpin jenderal anastasio somoza debayle. (sel)

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Tipitapa, sebuah daerah di pinggiran Manangua, ibukota Nicaragua, ada sebuah penjara yang dikenal dengan nama Jorge Navarro. Penjara itu kini padat luar biasa. Isinya 1.600 orang, semuanya tahanan politik -- sebagian dari 5.330 tahanan politik yang ada di seluruh negeri. Jumlah ini sudah menyusut. Sudah berkurang 1512 orang, yang beberapa bulan lewat dilepaskan. Tahanan yang ditampung di Jorge Navarro termasuk kelas berat. Tapi, justru penjara ini yang dipertontonkan kepada wartawan, April lalu. "Tak ada yang disiksa, tak ada yang dibunuh. Palang Merah Internasional berani bersaksi untuk itu," tulis Jacques Goffinon dari Kantor Berita Gamma. Lebih jauh, wartawan itu melaporkan, tak nampak para tahanan itu tertekan, kendati sebagian besar kena vonis 30 tahun. Nampaknya orang-orang terpenjara itu tak terlampau menghitung jumlah tiga puluh tahun. Ada beberapa alasan. Sebagian merasa yakin, dalam waktu singkat mereka toh akan dibebaskan. Sebagian lagi memastikan akan tibanya pasukan penyelamat dalam waktu tak lama -- dari arah El Salvador. Tapi hampir semua menyatakan bersedia bekerja kembali, membantu pemerintah yang menahan mereka. Memang, orang-orang kurungan di Jorge Navarro adalah kaum yang bekerja pada rezin1 yang digulingkan. Sebagian pegawai pemerintah, sebagian bekas anggota Pasukan Pengawal Nasional. Dan akibat diringkusnya mereka, saat ini kekurangan pekerja profesional -- militer maupun pemerintahan -- merupakan masalah serius. Barangkali karena itu, namrak tak ada keteeanean antara penjaga dan yang dijaga. Ruang penjara tidak pengap. Lampu menyala 24 jam. Para tahanan berseliweran dengan agak bebas. Juga tak ada larangan dikunjungi -- bahkan untuk para tahanan khusus yang dianggap harus diisolir. Yang boleh dikunjungi dua kali sebulan berarti sudah termasuk kelas berat. Tapi ada yang kelas super: yang cuma diperkenankan menerima kunjungan empat kali dalam setahun. Secara umum, mereka diperlakukan dengan baik. Pakaian pun hampir tak beda dari pakaian para pengawal -- dari bahan yang sama, hanya berbeda warna. Begitu juga makanan. Memang kurang baik, bahkan beberapa bulan terakhir diadakan pencatuan. Tapi ini juga berlaku bagi para sipir. Sebabnya dua bulan terakhir Palang Merah Internasional kehabisan persediaan bahan makanan, dan pencatuan berlaku di seluruh negeri yang masih banyak bergantung pada bantu ln organisasi itu. DI penjara yang sama, beberapa tahun silam jumlah tahanan tak begitu banyak. Tapi suasananya jauh berbeda. Waktu itu Jorge Navarro justru menakutkan. Gelap, pengap dan penuh siksa. Di penjara itu, di tahun 1977 konon, seorang anak berumur 13 tahun menjalani hukuman tembak mati. Begitulah perbandingan kelihatan scsudah rezim berganti. 19 Juli 1979, rezim militer yang dipimpin Jenderal Anastasio Somoza Debayle jatuh. Gerilya Sandinista, yang menyerbu dari arah negara tetangga Costa Rica, kemudian menggantikannya. Dan runtuhlah kekuasaan keluarga Somoza. Empat puluh tahun lebih mereka mencengkeram Nicaragua. Antonio Somoza sendiri lahir di Leon, 1925. Ia lulus dari sekolah militer West Point, AS, 1946 - konon sebagai satu-satunya lulusan yang mendapat "ijazah sebagai hadiah" sepanjang sejarah West Point yang bermutu itu. Tapi waktu itu Amerika Serikat punya kepentingan khusus di Nicaragua. Ayahnya, Anastasio Somoza Sr., mulai berkuasa di Nicaragua tahun 1936. Dan tewas tahun 1956 dalam sebuah usaha kudeta. Anastasio Somoza Jr. berhasil menyelamatkan kekuasaan keluarga karena ia komandan Angkatan Perang Nicaragua saat itu. 1957, Luiz Somoza, kakak sang komandan angkatan perang, terpilih sebagai presiden Nicaragua menggantikan sang ayah. Prcsiden terpilih ini kemudian turun di tahun 1963 karena habis masa jabatannya, dan tidak. diperkenankan lagi ikut dalam pemilihan berdasar konstitusi. 5 Februari 1967 Anastasio Somoza Debayle naik takhta, menjadi presiden menggantikan kakaknya. Tahun 1972 haknya menjadi presiden sebenarnya sudah habis. Tapi dengan muslihat ia bisa meneruskan kekuasaannya dengan turun dahulu sebentar. Somoza bukan hanya berarti kekuasaan diktatur. Tapi keluarga ini bisa dikatakan pemilik sebagian besar kekayaan negara yang tak tergolong maju itu. Di masa kekuasaannya, Anastasio Somoza Jr. memonopoli hampir semua sektor perekonomian dengan modal keluarga Juga semua industri. Kekayaannya diduga berjumlah US$ 2,5 milyar. Bisa dipastikan: Amerika Serikat berada di balik kekuasaan jenderal lulusan West Point ini. Dan ini toh sudah satu rahasia umum: hubungan AS dengan semua kekuasaan otoriter di Amerika Tengah dan Selatan. Karena itu Jenderal Somoza sangat anti-komunis. Dan karena lengan AS yang terlampau panjang di kawasan ini, tak aneh kalau Uni Soviet berusaha sebisanya menanamkan bibit komunisme sebagai tandingannya. Sikap penguasa yang tak semena-mena di Amerika Latin adalah salah satu kecerobohan AS dalam menanamkan kekuasaan di sana. Rakyat yang tertindas adalah bekal paling baik untuk komunisme. Tahun 1959 Uni Soviet berhasil membangun agennya yang pertama di Amerika Tengah. Tahun itu, diktatur Ful Gencio Batista kehilangan kekuasaannya di Cuba. Ia berhasil digulingkan, dan sebagai gantinya muncul pemerintahan yang sangat pro-Moskow, di bawah pimpinan Fidel Castro. Sejak itu berbagai gerakan komunis bermunculan di negara-negara Amerika Latin, di tengah rakyat yang merasa diperlakukan tidak adil. Jenderal Somoza sendiri salah satu dari sekutu AS yang mati-matian memerangi komunis. Tahun 1961 ia tercatat mengorgan isasi beberapa negara di Amerika Tengah, melancarkan Operasi Teluk Babi untuk menjatuhkan Fidel Castro. Usahanya tak berhasil, dan serangan kemudian berbalik. Fidel Castro dan kubu komunisnya membantu membangun kekuatan di Nicaragua. Jadilah apa yang dinamakan gerilya Sandinista. TAHUN 1977 Gerakan Sandinista mencatat operasinya yang pertama: segerombolan gerilyawan bersenjata menyerbu Gedung Majelis Nasional, dan menyandera 13 orang pejabat. Dua di antaranya menteri Tuntutan yang diajukan: agar beberapa tahanan politik dibebaskan, di samping uang tebusan 1 juta dollar Amerika. Berhasil 14 tahanan politik dibebaskan, juga uang tebusan diberikan. Dengan sebuah bis, para teroris dan tahanan politik --dengan masih menahan para sandera -- menuju lapangan terbang. Dan di situlah terlihat kenyataan yang mengejutkan: ratusan ribu rakyat mengelu-elukan para pemberontak. Dan ini pula salah satu sebab pasukan Nicaragua tak berhasil menggagalkan keberangkatan para pemberontak meninggalkan Nicaragua: mereka tak berani menembak. Sejak itu perang saudara di Nicaragua tak bisa lagi dihindarkan. Sandinista muai menyerbu Nicaragua dari arah selatan, dari Costa Rica. Dua tahun lamanya perang itu berkecamuk, dan keadaan mengerikan terjadi di negara miskin itu. Pasukan Pengawal Nasional, yang sangat setia pada Anastasio Somoza, membabat habis berbagai daerah pedesaan yang diduga disusupi gerilyawan. Karena itu penduduk pedalaman mengungsi ke ibukota, Managua.150.000 orang tercatat terlunta-lunta di Managua. Sebagian mati tercecer di perjalanan dihajar perang. Sudah tak jelas peluru mana yang nyasar. Pemerintah memang mengumumkan lewat radio agar mengosongkan beberapa daerah yang akan dibombardir. Tapi kematian toh tak bisa terhindar. Dalam jangka dua tahun saja tercatat 30.000 lebih penduduk Nicaragua berkurang. Yang tragis, pemerintah Nicaragua tidak memberi bantuan sepeser pun kepada para pengungsi yang nnembanjiri ibukotanya itu. Maka dalam sejarah Palang Merah Internasional, protes kepada penguasa Nicaragua barangkali termasuk salah satu yang paling keras. Bisa dipahami dalam perang itu Somoza berada dalam kedudukan yang sangat tak menguntungkan-kendati dalam teori ia bisa memenangkan perang dengan persenjataannya yang sangat modern. Yang jadi sebab: popularitasnya merosot drastis. Bukan cuma rakyat yang meninggalkannya, tapi juga akhirnya Amerika Serikat. Berdasar pengalaman pahit di Vietnam, AS nampaknya berhati-hati campur tangan di Nicaragua. Dan Jalan yang kemudian ditempuh cukup mengejutkan penguasa Latin ini, AS menghendaki Somoza mengundurkan diri, dan kekuasaan diserahkan kepada kelompok yang lebih moderat. Alasannya sederhana saja: menghentikan perang yang ternyata menyiksa rakyat. Buntutnya, AS sendiri menyatakan bersedia mengakui kekuasaan Sandinista -- dengan syarat dalam pemerintahannya dimasukkan dua orang wakil kelompok moderat. Tapi kalangan mana pun di Nicaragua menganggap ini tawaran yang tak masuk akal. Somoza sendiri menolak usul itu dan menyatakan bertekad terus berperang melawan Sandinista. Toh Somoza akhirnya kalah, dan bersedia -- mau tak mau -- turun tahta. Ia digantikan Urcuyo. Tapi kekuasaannya fantastis juga pendeknya: cuma 36 jam. Sebab, setelah berhasil membangun basis di Leon -- kota kedua terbesar di Nicaragua, tak jauh dari Managua, dan tempat kelahiran Somoza sendiri -- Sandinista tak sukar untuk menyerbu pusat pemerintahan. Urcuyo terpaksa kabur dengan helikopter -- ke Guatemala. Somoza sendiri kemudian bermukim di Paraguay. tapi 14 bulan kemudian ia tewas diberondong sejumlah pembokong. Tubuhnya rusak dihajar peluru bazooka, dan ditembus 25 mimis senapan mesin. Entah gerombolan mana yang membunuhnya: penguasa baru di Nicaragua menyangkal bertanggung jawab. Sesudah Somoza jatuh, adakah perbaikan di Nicaragua? Dilihat dari penduduknya yang 2,6 juta, Nicaragua adalah negara miskin. Kekayaan negara itu hampir tak bersisa bagi rakyat. Setelah diraup penguasa tertinggi 9/10 bagian, yang 1/10 tercecer pada sekelompok kelas menengah yang berjumlah cuma 200.000 orang. Angka buta huruf termasuk tinggi. Perekonomian sulit ditarik ke atas. Ekspor tak ada yang bisa diandalkan. Sedang beberapa pertambangan tak pernah mengalami kemajuan karena salah urus. Tahun lalu, ekspor Nicaragua turun 30% dibanding 1979. Lalu ada lagi gempa bumi 1977 yang akibatnya terus berlarut-larut hingga kini. Bencana itu temasuk besar, menelan 150.000 penduduk. Tapi yang paling parah, dari usaha membangun kembali Nicaragua, adalah embargo ekonomi yang dilakukan AS. Karena menganggap Sandinista membantu mengeruhkan suasana di El Salvador -- negara tetangganya AS menghentikan semua bantuannya. Maka bahaya kelaparan pun kelihatan mengancam. Di Managua keadaan itu sudah mulai terasa.600. 000 penduduk yang tersisa, kini hidup di antara puing-puing perang, menelusuri beberapa daerah pertokoan, mengorek sana sini bagai ayam. Palang Merah Internasional yang membantu kaum lapar ini sejak perang berkecamuk hampir tak lagi dapat mengulurkan tangan. Beberapa bulan lalu, Uni Soviet membantu dengan mengirimkan 20.000 ton gandum. Tapi ini hampir tak ada artinya dibanding kredit bantuan AS yang US$ 9,6 juta setahun. Maka inilah saat-saat paling kritis bagi negara yang baru saja dihantam perang itu. Dalam pemerintahan baru di Nicaragua, jabatan presiden tidak lagi dikenal. Yang ada semacam koord inator, dan jabatan ini diduduki Daniel Ortega Saaredra. Tapi dalam kekuasaan itu ia masih berbagi tempat dengan dua tokoh lain: Sergio Ramirezdan Rafael Cordoba. Dan jabatan tertinggi ini berada di bawah sebuah Dewan Nasional yang beranggotakan 8 orang. Kesemua pejabat baru ini menggunakan seragam militer, dan senantiasa menenteng-nenteng senjata. Tapi seperti di Cuba, tak ada nama pasti bagi mereka. Disebut militer profesional yang mengenal urutan pangkat tak bisa. Disebut pemerintahan sipil pun sulit, sebab cara mereka berkuasa lebih mirip yunta militer. TAPI, di tengah kepahitan itu ada semangat yang bangun di Nicaragua. Rakyat yang sudah bertahun-tahun tertindas rupanya mendapat mainan baru: di mana-mana nampak mereka mempelajari filsafat revolusi. Juga berlatih menggunakan senjata. Bukan cuma laki-laki dewasa -- juga anak-anak dan wanita. Alasannya khas komunis: berlatih untuk menghadang agresi AS . . . Bulan Mei yang lalu, Hari Buruh dirayakan besar-besaran di Managua - kendati tak jelas apa masih ada buruh di situ. Dan "bulan ini, musim panas sedang menjelang Nicaragua. Suhu di Managua sering mencapai 30 derajat Celcius" tulis Jacques Goffinon dari Gamm -- "Sampai-sampai ter di jalanan meleleh." Dan nun di sana, di pinggiran Managua, rentetan tembakan terdengar -- bukan perang tapi latihan. Dengar saja: ada pekik bersemangat di sana. Barangkali tak ada salahnya. Cuma semangat yang bisa mengatasi lapar. Dan semangat ini yang tak mereka miliki di masa Somoza berkuasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus