Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Santunan sepanjang jalan

Santunan yang telah diberikan perusahaan asuransi jasa raharja kepada korban-korban kecelakaan lalu-lintas. daftar korban kecelakaan lalulintas semakin panjang.

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEMATIAN di jalan raya terus berpacu dengan kendaraan-kendaraan yang dilarikan dengan kencang. Dan dari sekian banyak korban kecelakaan kendaraan umum, apakah yang telah dilakukan Jasa Raharja sebagai perusahaan asuransi kepada para korban? Menurut Dirut Jasa Raharja, H.M. Santoso, ada dua macam santunan yang bisa dibayarkan. Pertama, bagi penumpang kendaraan umum, dalam dan luar kota baik di darat, laut maupun udara. Kedua, bagi setiap orang yang tertabrak kendaraan bermotor di jalan umum. Jumlah santunan itu Rp 500.000 untuk korban yang meninggal. Biaya perawatan tergantung keadaan korban. "Tapi maksimum Rp 500.000," kata Santoso. Bagi yang cacat juga tergantung dari cacatnya, maksimum Rp 1 juta Misalnya cacat lengan, kaki atau mata. "Jasa Raharja akan membayar klaim yang diajukan oleh ahli waris korban tanpa menunggu keputusan pengadilan -- tanpa mempersoalkan siapa yang bersalah," tambah Santoso lagi. Tentu saja bila korban memiliki kupon Jasa Raharja yang harganya Rp 5 itu. Lamanya pengurusan klaim santunan itu tergantung dari ahli waris korban sendiri. Setiap ahli waris dapat mengurus klaim dengan mengisi formulir K-1 dan K-2 yang telah disediakan oleh Jasa Raharja di kantor-kantor polisi. Formulir didapat gratis. Ketentuan tentang santunan ini diatur oleh UU no. 33 dan no. 34/1964. Menurut rencana Jasa Raharja akan menaikkan jumlah uang santunan, terutama untuk penumpang bis antarkota-dari Rp 500.000 menjadi Rp 2 juta. "Caranya dengan menaikkan harga kupon Jasa Raharja dari Rp 5 menjadi Rp 50 per lembar," kata Direktur Teknik Jasa Raharja Pusat, Sudrajat. Dia tak menyebutkan kapan kenaikan itu mulai berlaku. Selain karena jumlah santunan selama ini dianggap tidak memadai lagi, kenaikan uang santunan itu juga mengingat semakin seringnya terjadi kecelakaan akhir-akhir ini. Jasa Raharja tidak akan membayar santunan korban yang tidak memiliki kupon. Misalnya ketika bis yang mengangkut transmigran masuk jurang di Puncak, Jawa Barat, beberapa tahun lalu. Atau ketika sebuah Colt bertabrakan dengan truk di Padalarang, juga di Ja-Bar, pada akhir 1979. Kalau penumpang tidak mendapat kupon Jasa Raharja, ahli warisnya dapat menuntut kepada perusahaan angkutan yang bersangkutan. Tapi menurut seorang pengusaha bis di Sum-Bar, banyak penumpang yang menuntut perusahaannya -- meskipun mereka sudah membeli kupon. "Mestinya mereka menuntut kepada Jasa Raharja," kata pengusaha tersebut. Tapi siapa tahu, barangkali sopir dan kenek bis meminta kembali kupon yang telah dijual itu. Di pedalaman Sum-Bar misalnya seperti diungkapkan oleh Kepala Jasa Raharja Cabang Padang, Sriwidodo -banyak kenek tidak membagikan kupon kepada penumpang. "Ada juga yang membagikan, tapi mendekati tempat tujuan lantas diminta kembali -- untuk dijual lagi," katanya. Tapi kesadaran penumpang di SumBar membeli kupon Jasa Raharja mulai membaik."Rata-rata 60% per tahun," ujar Sriwidodo. Sebaliknya di Sum-Ut, kesadaran itu masih tipis. "Padahal mereka cuma diminta membayar tambahan Rp 5," kata Kepala asa Rahaqa SumUt, Hanafi. Lutut Pecah Repotnya, di Medan ada oknum-oknum yang mempermainkan uang santunan mengurus klaim dengan membengkakkan ongkos dokter dan pembelian obat. Akibatnya penyelesaiannya jadi lama, sebab Jasa Raharja harus mengecek ke dokter dan apoteknya. "Kalau semuanya beres, klaim bisa selesai diurus dalam tiga jam," kata Hanafi. Salah seorang yang berhasil mendapat santunan ialah keluarga Hadiwinarto, Jombang, Ja-Tim. Anaknya, Yacob, tulang lututnya pecah karena bis yang ditumpanginya, Flores, ditabrak kereta api di Sala Mei lalu. Yacob dirawat di Sala selama 21 hari. Ibunya bolak-balik Jombang-Sala berkali-kali. Dijumlah dengan ongkos perawatan, biaya yang sudah dikeluarkan keluarga Hadiwinarto tak kurang dari Rp 600.000. Untung keluarga ini mendapat santunan Rp 500.000 dari Jasa Raharja dan dari Flores Rp 50.000. Bukan hanya penumpang, kendaraannya pun mestinya juga diasuransikan. Di beberapa daerah, kesadaran mengasuransikan kendaraan itu cukup baik. Bahkan di Ja-Bar semua (91 buah) perusahaan bis antarkota menjadi klien asa Raharja. Tetapi di Sum-Bar, kesadaran mengasuransikan itu belum ada. "Saya baru melihat tanda-tandanya saja," kata Sumirat, Kepala Cabang Jasa Indonesia di Padang. Perusahaan ini merupakan satu di antara 51 perusahaan asuransi di Sum-Bar. Keluhan para pengusaha di Sum-Bar, umumnya karena premi yang harus mereka bayar terlalu tinggi. Untuk bis Rp 500.000, sedang oplet Rp 200.000 per tahun. Namun meningkatnya kecelakaan belakangan ini rupanya lebih mendorong para pengusaha mengasuransikan kendaraan mereka. Tahun lalu Jasa Indonesia membayar klaim tak kurang dari Rp 60 juta. Tapi menurut Subiyanto, staf pimpinan perusahaan angkutan bis Flores di Surabaya, "sekarang pihak perusahaan asuransi tidak mau menerima bis untuk diasuransikan." Barangkali karena banyak kendaraan yang sudah tidak memenuhi syarat tapi masih dijalankan. Tancap Terus Hal seperti itu dirasakan pula oleh Kepala Seksi Lalulintas Kodak II/Sum-Ut, Letkol Pol. Drs. Gandi. Menurut dia sudah waktunya Pemda Sum-Ut mengeluarkan perda yang mengatur usia teknis kendaraan yang beroperasi. "Kendaraan telah reot, tapi sopir terus ngebut karena jalannya mulus," katanya. Pada umumnya perusahaan-perusahaan bis mengaku cukup memelihara kendaraan mereka. Misalnya Kramat Jati yang mengambil trayek Bandung-Jakarta. "Ada gangguan sedikit saja, sopir selalu memperbaikinya. Apalagi remnya," kata Aris, salah seorang staf Kramat Jati. Perusahaan ini juga menempatkan montir di terminal-terminal. Sedang bengkel besarnya terdapat di Jakarta, Merak dan Bandung. "Meskipun bis-bis itu sudah tua, keadaan kendaraan itu sangat diperhatikan," tambah Aris. Tapi ia juga mengakui bis-bis Kramat Jati hampir tak pernah istirahat -- karena harus mengejar jadwal keberangkatan dan kedatangannya di terminal. Sehingga sepanjang kondisinya masih dianggap baik, tancap terus. Lebih-lebih untuk menyambar para penumpang menjelang lebaran seperti sekarang. Di Yogya ada perusahaan bis, NV Peni, yang sudah berusaha selama 27 tahun. Perusahaan ini membatasi "tugas" kendaraan-kendaraannya. Untuk trayek Yogya-Sala yang berjarak 65 km, misalnya, tiap satu bis hanya boleh dua kali jalan pulang-pergi. Perusahaan lain biasanya menempuh trayek tersebut sampai empat kali jalan. Barangkali hal itu bukan kesalahaan perusahaan bis yang bersangkutan. Sebab menurut Mardo, Direktur NV Peni, sejak 1970 DLLAJR tidak lagi menerapkan peraturan maksinal dari rute yang boleh ditempuh oleh sebuah bis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus