AND JUSTICE FOR ALL
Sutradara: Norman Jewison
Pemain: Al Pacino, John Forsythe, Lee Strasoerg
JADI pengacara dan jadi orang jujur itu batasnya sangat kabur,
kek," ujar Arthur Kirkland (Al Pacino) kepada kakeknya, Sam
(Lee Strasberg). Sam -- yang sudah jompo dan pikun-adalah orang
yang mendorong dan mengongkosi Kirkland belajar ilmu hukum --
dan sangat bangga padanya. Kirkland kemudian jadi pengacara
terkenal. Tapi si kakek tak tahu, dan tetap menganggap cucunya
itu masih saja mahasiswa plonco. Tentu saja, jika mereka bertemu
adegan-adegan jadi kocak. Tapi And Justice For All bukan film
banyolan -- meski ia bicara tentang kesintingan, atau
orang-orang yang jadi sinting karena berhasil mempermainkan atau
dipermainkan hukum. Norman Jewison, sutradara antara lain In The
Heat of the Night dan Roller Ball itu, sekali ini nampaknya
ingin bicara secara lebih sederhana.
Tidak, persoalannya memang tidak sepele. Ketidakadilan,
betapapun membosankan dan mengerikannya (karena terus saja
berlangsung di mana-mana) bukan soal main-main. Hakim Fleming
itu misalnya (John Forsythe). Dengan kekuasaan di tangannya, ia
dengan gampang memenjarakan Kirkland hanyakarena tersinggung.
Sebaliknya pengacara itu pun bisa bebas keesokan harinya --
karena ada seorang kaya terkemuka yang membutuhkan keahliannya.
Si cukong ini ingin menuntut hukuman seumur hidup (bayangkan)
atas seseorang yang lalai ketika mengemudi mobil -- dan
menyebabkan mobil sang jutawan (yang sedang bersama seorang
pelacur) melompat ke trotoar.
Sementara itu Jeff McCullough, seorang pemuda, ditangkap dan
dijatuhi hukuman 6 bulan oleh Hakim Fleming -- hanya karena
kedapatan lampu rem mobilnya tidak menyala. Kirkland, yang
membela si tersangka, berusaha menangguhkan waktu vonis karena
hendak mencari bukti-bukti baru yang meringankan kliennya. Tapi
karena bukti-bukti itu baru diperoleh 3 hari sesudah batas
waktu, vonis dijatuhkan juga.
Jeff ketakutan di penjara -- dan merengek-rengek kepada Kirkland
agar dikeluarkan. Malang: sebilah pisau, yang barusan dipakai
membunuh sesama napi oleh seorang pembunuh gelap, ditemukan di
dalam selnya. Getahnya: 10 tahun kurungan bagi pemuda ini.
Karena tak tahan lagi, Jeff merebut pistol seorang sipir dan
menyandera beberapa orang -- dengan tuntutan pembebasan. Tapi ia
mati ditembak polisi.
Sementara itu Jay Porter, rekan seprofesi Kirkland yang pernah
dengan gemilang berhasil membebaskan seorang pembunuh sadis
(dengan kelihaian "teknis") tiba-tiba terguncang jiwanya. Yakni
ketika pembunuh itu beroperasi lagi. Korbannya kali ini: seorang
gadis cilik. Dan Jay diminta membelanya sekali lagi.
Ia sadar kini: kecemerlangan pembelaan yang semula
dibangga-banggakannya, ternyata hanya menjadikan seorang duriana
meraJalela. Pengacara itu kehilangan keseimbangan. Ia gila.
Warren Fresnell, juga pengacara teman Kirkland, karena terbiasa
dan hanya tertarik pada perkara "basah", menyepelekan nasib
Ralph Agee -- Negro miskin klien Kirkland yang dititipkan
kepadanya. Sebetulnya, jika Fresnell membacakan tulisan Kirkland
sebelum hakim menjatuhkan vonisnya, Negro itu bisa bebas dengan
syarat. Tapi ia tak melakukannya. Akibatnya Agee dijatuhi
hukuman kurungan. Dan esoknya bunuh diri.
Kirkland yang kecewa mencaci-makinya dengan kemarahan luar
biasa. Fresnell pun menyesal satu jiwa harus melayang,
semata-mata karena pemiliknya melarat.
Ada lagi. Hakim Rayford (Jack Wardcn), teman Kirkland -- yang
begitu berkuasa dalam menentukan hidup mati seorang tersangka
--adalah penderita sakit jiwa. Ia punya hobi menjajal-jajal
ajalnya sendiri berkali-kali melakukan tindak yang bisa
menyebabkannya mati konyol. Dan 'Komite Etik Pengadilan' sama
sekali tak menggubrisnya -- meski Kirkland, yang pernah sekali
diajak bunuh diri lewat helikopter, telah melaporkannya.
Klimaks film ini diadilinya Hakim Fleming -- dengan tuduhan
memperkosa seorang wanita. Ironisnya, ia mint dibela Kirkland.
Bai Kirkland dan rean-rekannya itu, lelucon yang tidak lucu.
Dan mereka terbahak-bahak menertawakannya -- adegan yang terasa
sungguh kurang ajar.
Hasil Kebebasan Khayal
Kirkland memang menaruh dendam pada Fleming -- dan semula
menolak membelanya. Tapi, apa yang dikenal sebagai "Mafia
Peradilan", menekannya. Akhirnya, setelah Fleming juga
menjanjikan kesediaannya memeriksa kembali perkara eff
McCullough -- sebelum pemuda itu ditembak polisi -- Kirkland pun
maju.
Di luar dugaan, dalam sidang Kirkland bukannya membela Fleming.
Malah menghajar habis-habisan -- dan menyatakan kepada para juri
bahwa kliennya memang pemerkosa, seks maniak dan harus
dipenjarakan. Tentu saja sidang kacau. Kirkland pun digusur ke
luar ruangan Dan film berakhir di situ.
Film berukuran standar dengan skenario jempolan dan
gambar-gambar bagus itu, melengkapi pengalaman menonton Escape
From Alcatra, Brubaker dan Lipstick -- yang bersamaAndJustice
For All setidak-tidaknya merupakan kuartet penting mengenai
kejahatan dan hukum, dengan mutu akting sepadan.
Dan kita di sini teringat Sengkon dan Karta, Maringan dan
Purnama, Wasdri, Parlaungan Sitompul dan "Mafia Peradilan" serta
mahalnya ongkos perkara. Persoalan memang lantas menjadi bukan
banyolan -- meski untuk kekompakan penggambaran humoristis,
kompleksitasnya sudah agak disederhanakan alias dipertajam.
Dan sampai di situ ia menjadi salah satu hasil terjauh
imajinasi. Kebrengsekan tata peradilan (di mana-mana) secara
potensial memang ada. Tapi sampai ke batas seperti di film itu
ia justru bisa hanya merupakan hasil kebebasan khayal semata.
Yakni di negeri tempat hukum memang berwibawa, dan karenanya
tidak takut. Buktinya: film-film seperti itu tak pernah
dilarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini