TUJUH makam berisi kerangka para Pahlawan Ampera, 10
Oktober-lalu secara serempak dapat dibongkar dari TPU (Taman
Pemakaman Umum) Blok P Kebayoran, Jakarta Selatan (6 makam) dan
TPU Jalan Donggala Tanjung Priok Jakarta Utara (1 makam).
Sebelum keesokan harinya dimakamkan kembali di TPU Tanah Kusir,
Kebayoran Lama (Jakarta Selatan), kerangka Arief Rahman Hakim,
Ichwan Ridwan Rais, Zainal Zakse, Tjetjep Ibnu Kohar, Hendrik
Eduard Lontoh (Henky), Rene Louis Coenraad (dari TPU Blok P) dan
Nur Qomar (dari TPU Tanjung Priok), selama 1 malam disemayamkan
dulu di aula FK Universitas Innesia, Salemba.
Peristiwa pembongkaran dan pemakaman kembali kerangka-kerangka
itu sempat menarik perhatian dan melibatkan banyak pihak. Tapi
juga menghangatkan kembali masalah pemakaman di DKI Jakarta.
Yakni masalah yang berkisar paaa Perda No.2 tahun 1973 tentang
Pemakaman. Perda ini antara lain herisi ketentuan bahwa
pemakaman harus sesuai dengan lencana Induk atau Master Plan.
Dan makam hanya boleh dipelihara ahli waris selama 3 tahun dan
bila telah hahis boleh diperpanjang sampai 2 kali 3 tahun
berikutnya.
Masalah tersebut sempat menimbulkan perpecahan di kalangan
mahasiswa dan mereka yang merasa punya kaitan historis dengan
ke-7 makam tadi. Hingga sebuah panitia (disponsori Fahmi Idris,
Louis Wangge, Toto Samekto Surowiyono dan Yusril) yang sudah
disepakati semua pihak dan mendapat surat mandat atau surat
kuasa dari para ahli waris untuk mengurus pemindahan makam-makam
itu, nyaris berantakan. Karena beberapa di antaranya (Firdaus
Wajdi dan AM Pulungan), menyatakan keluar dari panitia dengan
alasan tak setuju makam-makam itu dipindahkan dari tempat
asalnya. Kedua bekas tokoh mahasiswa ini tak hanya
mempertallankan makam-makam tersebut, tapi juga mempersoalkan
masalah pernakaman di DKI secara keseluruhan. Antara lain agar
makam-makam tak seenaknya lagi digusur cuma dengan alasan master
plan.
Gimana Sih?
Usaha itu bukan tanpa hasil. Sebab menurut Teuku Djam Moh. Said,
jubir DPRD DKI, "DPRD akan menampung segala aspirasi dan
membahas saran-saran yang diterima dewan dari masyarakat. Dan
akan membicarakannya dalam suatu sidang dewan. Kini
komisi-komisi DPRD sedang membahasnya." Lebih tegas lagi, DPRD
dan Pemda DKI ternyata memperpanjang waktu batas terakhir
pembongkaran makam dari TPU Blok P sampai 31 Maret 197. Bahkan
Gubernur Tjokropronolo menganjurkan, "agar masyarakat
menghentikan pembongkaran makam-makam di sana."
Toh akhirnya Panitia Pengurusan Makam Pahlawan Ampera yang
diketuai Lukman Hakim dari DMUI itu berhasil melaksanakan
rencananya. "Kami berpegang pada peraturan yang berlaku. Bahwa
pemakaman Blok P ditutup dan makam yang akan diperpanjang harus
dipindahkan ke tempat lain," kata Toto Surowiyono salah seorang
sponsor dan anggota panitia. "Kita tak mau dibimbangkan. Nggak
ada yang jamin Blok P akan telap diteruskan buat pemakaman."
Menurut Lukman Hakim, "bisa saja kita ngotot tak mau pindah.
Tapi betapa orang akan sinis, melihat mentang-mentang pahlawan
Ampera bisa mendapat perlakuan khusus." "Ini tak baik," ucap
Lukman Hakim.
Dan seperti juga Toto, Lukman pun ogah dibimbangkan oleh
keputusan Pemda/DPRD DKI, yang "membingungkan." Yakni semula
akan menutup 15 Oktober, lalu (:liperpanjang sampai 31 Maret
1978. "Sikap Pemda DKI itu meragukan. Diundur, seperti memberi
harapan, eh, kemudian ditutup lagi. Gimana sih?" ucap Lukman.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini