BEKAS-bekas kebakaran di Simpang Sudimampir yang menelan
kerugian sekitar Rp 2.000.000.000 itu, belum lagi rapi dibenahi,
6 Oktober lalu Banjarmasin kembali menjadi lautan api. Raung
sirine dan kesibukan para korban menyelamatkan harta bendanya,
pada kebakaran kali ini, secara tidak langsung sekaligus
menciptakan kepanikan yang tuntas. Mata api terbagi dua, angin
bertiup kencang sekali. Ratusan korban terpaksa terjun ke sungai
Martapura untuk cari selamat, karena kemungkinan lewat jalan
darat tertutup. Api mengepung dari dua penjuru.
Untuk beberapa jam sungai Martapura berobah menjadi hitam,
karena bara-bara bekas lelatu yang menjadi arang mengapung di
permukaan air. "Air panas dan asin sekali," kata seorang
perempuan yang lantingnya (rumah di atas air) turut hangus
terbakar. Dan untuk seketika pula, kegiatan ekonomi di Sungai
Martapura menjadi terhenti.
Lalu berapa kerugian akibat kebakaran di siang bolong itu?
"Hampir satu milyard rupiah," kata seorang pejabat di Balaikota.
Pejabat ini terus memperinci bangunan yang hangus 219 rumah, 3
buah surau, 3 buah gudang, 14 lanting 4 SD Inpres. Sebegitu
jauh, 1.653 jiwa atau 362 Kepala Keluarga kehilangan tempat
berteduh. Alhamdulillah tidak ada korban jiwa. Tapi yang cedera
berat dan ringan tercatat 6 orang dan 3 orang maling tertangkap
basah. Dan kebakaran di desa Seberang Mesjid ini, setengah
kilometer dari kantor Gubernur atau sebelah kiri Jembatan 10
Nopember, terjadi tepat pada pukul 13.00 wit, sesaat setelah
Menteri Kehakiman membuka resmi simposium UUPA di Universitas
Lambung Mangkurat.
Nah, ingin tahu berapa kali jumlah kebakaran yang terjadi selama
10 buian terakhir ini di Banjarmasin? "36 kali atau 78 kali
terhitung dari Januari 1976," sahut seorang anggota Baisan
Pemadam Kebakaran Kodya Banjarmasin kepada TEMPO. Dan ini,
'barangkali pemecah rekor kebakaran tertinggi di Indonesia yang
terjadi di ibukota Propinsi," kata anggota BPK tadi menduga.
Khusus Di Sungai
Dan memang, rata-rata saban bulan terjadi 3 kali kebakaran
lebih. Kalau mau mencari biang keladinya, mudah saja menuding
sumber api dari rumah orang yang lalai. Tapi apakah dengan
begitu permasalahannya jadi beres? "Tidak," sahut seorang
anggota DPRD yang baru beberapa bulan dilantik. Menurut wakil
rakyat yang tidak mau disebut namanya ini, masalah tatakota
perlu ditinjau dari berbagai sudut. "Lihatlah pembangunan
perumahan penduduk di kota ini semberaut," ujarnya. Lalu
anggota DPRD ini menuding aparat kotamadya yang menurut dia
begitu mudah memberi izin bangunan tanpa mau peduli terhadap
kemungkinan bahaya kebakaran.
Tak cuma soal tata-kota, ihwal sarana pemadam kebakaran pun tak
luput dari sorotan. Dan ini diakui oleh seorang pejabat di
balaikota yang mengatakan bahwa sarana itu memang kurang. "Kota
api" ini cuma mempunyai 4 unit mobil pemadam kebakaran yang dua
buah di antaranya sudah terbatuk-batuk alias tak berfungsi.
Kebutuhan minimal, kata pejabat tadi, Banjarmasin setidaknya
harus memiliki 8 unit ditambah minimal satu unit khusus di
sungai. Perkara yang di sungai ini dinilai amat penting (dulu
ada, tapi entah di mana sekarang pemadam kebakaran yang curna
klotok itu!) sebab perumahan dan juga pertokoan banyak yang
berjuntai di bibir sungai Martapura.
Itulah kehendak. Tapi apabila sudah sampai pada ihwal pembelian
semua menjadi termangu. "Duit atau anggarannya untuk membeli
mobil atau kapal pemadam itu yang tidak ada." Oo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini