Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Setya Novanto: Saya Sehat, alhamdulillah

SETYA Novanto kembali masuk kantor di gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa pekan lalu, setelah absen cukup lama karena sakit dan dirawat di Rumah Sakit Premier, Jakarta.

15 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Setya Novanto: Saya Sehat, alhamdulillah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETYA Novanto kembali masuk kantor di gedung Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa pekan lalu, setelah absen cukup lama karena sakit dan dirawat di Rumah Sakit Premier, Jakarta. Tak seperti biasanya, Ketua DPR itu kucing-kucingan dengan wartawan, yang menunggunya sejak pagi.

Sementara pada umumnya pemimpin DPR masuk melalui lobi Nusantara III, Setya memilih masuk lewat pintu sekretariat jenderal, yang tak terpantau wartawan. Ia terlihat buru-buru memasuki lift begitu keluar dari mobil.

Beberapa pengurus Golkar, seperti Aziz Syamsuddin, Bambang Soesatyo, Yahya Zaini, dan Nurul Arifin, mendatangi ruang kerja Setya di lantai tiga beberapa saat setelah dia tiba. Tidak satu pun dari mereka bersedia memberikan keterangan kepada wartawan setelah bertemu dengan Setya. Kepergian Setya dari kompleks parlemen hari itu juga tak terpantau awak media.

Esoknya, Setya memimpin rapat pleno Golkar di Slipi, Jakarta Barat. Ia juga tak menanggapi pertanyaan wartawan tentang gugatan praperadilan status tersangka korupsi KTP elektronik yang dibatalkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setya irit bicara. "Saya sehat. Namanya habis berobat, habis istirahat, alhamdulillah," katanya.

Pada Kamis pekan lalu, Setya kembali hadir di DPR. Lagi-lagi wartawan terkecoh dengan kedatangannya. Sehari kemudian, ia mengumumkan terbang ke Bali menengok pengungsi letusan Gunung Agung.

Tempo mengirimkan surat ke tiga tempat Setya beraktivitas: DPR, kantor Golkar di Slipi, dan rumahnya di Kebayoran Baru, untuk memberinya kesempatan berbicara mengenai gugatan praperadilan, korupsi KTP elektronik, dan kemungkinan ia kembali menjadi tersangka perkara ini. Tak satu pun surat itu berbalas.

Hanya pengacaranya, Fredrich Yunadi, yang menjawab pertanyaan melalui sambungan telepon kepada Rusman Paraqbueq dari Tempo pada Jumat malam pekan lalu.

Apakah Anda mengetahui rencana KPK menetapkan klien Anda sebagai tersangka kembali?

Setiap orang berhak melakukan upaya. Saya juga berhak. Kita adu saja. Kami tidak takut. Nanti kita lihat siapa yang benar.
Anda akan menggugat lagi jika KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka?
Kalau langkah hukum, kan, sudah kami ambil. Sudah pernah saya bicarakan, akan saya pidanakan.
KPK mengatakan punya bukti keterlibatan Setya dalam korupsi e-KTP....
Ya, menurut saya, mereka sebaiknya belajar hukum yang benar. Apa itu namanya barang bukti, supaya mengerti. Jadi mereka salah semua. Kita mau menjadi negara hukum atau negara suka-suka? Kalau negara hukum, ya, kembali ke hukum positif, patuh kepada undang-undang.
Dalam dokumen FBI, Johannes Marliem disebutkan pernah memberi arloji mahal kepada Setya....
Itu kan katanya. Di Indonesia berlaku enggak 'katanya'? Tidak berlaku. Baca Pasal 184 KUHAP, dong. Saksi itu bagaimana. Bukan katanya. Jangan rekayasalah. KPK memang paling pandai merekayasa. Saya bilang: buktikan. Jangan hanya ngomong.
Apakah Setya menempuh langkah politik untuk mencegah penetapan sebagai tersangka?
Saya tidak tahu. Politik di luar wewenang saya. Saya hanya menyiapkan langkah hukum.
Apakah surat kuasa Anda hanya untuk kasus ini?
Oh, banyak. Setiap kasus, beda surat kuasanya. Tidak perlu saya sebutkan satu-satu. Nanti, kalau mereka sudah ada surat penangkapan, panggilan tersangka, baru saya buka.
Apakah Setya yang mendorong laporan-laporan ke polisi tentang KPK?
Hak warga negara melaporkan kepada pihak berwajib bila menemukan tindak pidana. Tidak perlu kebakaran jenggot kalau tidak merasa salah. Kalau tidak salah, tidak perlu takut. Jadi bukan menyerang. Kalau dikatakan menyerang, berarti sudah apriori. Saya menyerang kan sudah punya landasan hukum. Buktinya, sekarang sudah dikeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. Sudah dikeluarkan semua.
Apakah benar Madun teman Anda?
Bukan. Itu klien saya dulu.
Dia melapor atas permintaan Anda?
Dia melapor sendiri. Sama saya enggak ada hubungannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus