Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Siapa Dilorot Setelah Wiranto?

Rencana Presiden untuk mengganti sejumlah besar perwira TNI mengundang tanda tanya. Siapa mereka dan benarkah terkait dengan "kasus" Wiranto?

6 Februari 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MUTASI jabatan, di mana pun, baik sipil maupun militer, sebenarnya adalah peristiwa yang lumrah. Apalagi jika hal itu dalam rangka penyegaran tugas. Namun, kabar Presiden Abdurrahman Wahid akan mengganti sejumlah besar perwira menengah dan tinggi Angkatan Darat tampaknya bukan hal biasa. Hasrat itu rencananya akan dilaksanakan sepulang lawatannya dari luar negeri, pertengahan Februari ini. "Saya dengar Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Djaja Suparman dan Pangdam Patimura Brigjen Max Tamaela akan diganti," kata pengamat militer M.T. Arifin. Tidak hanya Arifin yang menyebut hal itu. Sejumlah sumber TEMPO dari kalangan dekat militer juga mengatakan hal yang sama. Bahkan lebih detail. Pangdam Jaya, Mayjen Ryamizard Ryacudu, misalnya, disebut akan menggantikan posisi Djaja, Sedang Danrem Wirasatya Denpasar akan menduduki kursi Max Tamaela. Tidak hanya itu. Mayjen Bibit Waluyo, Pangdam IV Diponegoro, disebut-sebut akan menempati pos barunya sebagai Kepala Staf Kostrad, menggusur Mayjen Sang Nyoman Suwisma. Sedangkan tempat yang ditinggalkan Bibit akan diisi Pangdam VI Tanjungpura, Brigjen Zainuri Hasyim. Sementara itu, Mayjen Agus Wirahadikusumah, Pangdam VII Wirabuana, akan dipromosikan antara dua posisi, sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster) atau Kepala Staf Umum (Kasum) TNI. Sejumlah danrem di wilayah yang sedang dirundung kerusuhan juga disebut akan segera diganti. Seperti Danrem 012 Teuku Umar, Ambon, dan Danrem 162 Wirabakti, Mataram. Selain itu, Danrem 043 Garuda Hitam, Lampung, Danrem 061 Suryakencana, Bogor, dan sejumlah danrem di Jakarta juga sedang menunggu proses pergantian. Adakah rencana itu terkait dengan ucapan presiden beberapa waktu silam tentang adanya 10 persen TNI yang tidak loyal padanya? Bisa jadi. Sebab, jika alasan pergeseran itu untuk proses regenerasi, itu dimentahkan oleh masuknya Marsekal Muda Graito Usodo dari angkatan 1968 sebagai Kepala Pusat Penerangan TNI. Selain itu, alasan penyegaran juga tidak mengena karena pergantian Djaja, jika benar, terkesan belum waktunya. Mantan Pangdam Jaya itu baru menjadi pangkostrad pada akhir November 1999. Terlalu singkat, memang. Sehingga, tidak salah jika aroma politis pada rencana presiden itu lebih kental ketimbang pada mutasi biasa. Apalagi, jenderal bintang tiga itu dikenal punya hubungan dekat dengan Jenderal Wiranto, yang kini telah dimintanya mengundurkan diri. Komposisi orang-orang yang kemungkinan besar akan digusur menguatkan dugaan itu. Mayjen Sudrajat, misalnya, juga dikenal dekat dengan Wiranto. Tidak hanya itu. Sejumlah orang yang akan diganti juga baru naik kala Wiranto menjadi Panglima TNI. Di antaranya, Letjen Suaidi Marasabessy dan Brigjen Max Tamaela. Benarkah Presiden ingin menggusur "orang-orangnya" Wiranto, yang bisa jadi dianggap bagian dari yang 10 persen itu? Tidak ada jawaban pasti, memang, karena asumsi itu tidak berlaku pada diri Jenderal Tyasno Sudarto—Presiden baru saja mengangkatnya menjadi KSAD. Tyasno sebelumnya juga dikenal punya hubungan dekat dengan Wiranto. Namun, sumber TEMPO di kalangan militer punya penjelasan soal ini. "Tyasno dipercaya Gus Dur untuk mengimbangi kekuatan Wiranto di tubuh AD," katanya menegaskan. Memang, sebelum diangkat menjadi KSAD, Tyasno beberapa kali sempat dipanggil Presiden. Selain itu, lambannya proses pergantian yang sebenarnya sudah sejak lama dilontarkan Presiden bisa menjadi petunjuk adanya tarik ulur antara Tyasno dan orangnya Wiranto. "Masih banyak perwira tinggi dalam Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) masih memiliki hubungan dekat dengan Wiranto," kata M.T. Arifin. Terlepas dari ada-tidaknya "pembersihan" perwira-perwira yang dianggap pro-Wiranto, rencana itu menyisakan problem lain bagi Presiden. Tidak tertutup kemungkinan akan timbul keresahan dan kekecewaan dari para jenderal itu. Apalagi, pos-pos yang diganti itu menyisakan banyak jenderal yang masih jauh dari pensiun. Untuk bintang tiga, misalnya, ada Letjen Fachrul Razi, Wakil Panglima TNI—disebut-sebut bahwa posisi itu akan dihapus—masih berusia 53 tahun. Nama lain, Letjen Soegiono, yang saat ini menjabat Sekjen Dephan, yang juga akan masuk dalam rangkaian pergantian gerbong itu, masih berumur 52 tahun dan lulusan Akabri tahun 1971. Di level menengah, saat ini tercatat ada 16 kolonel dan satu brigjen yang juga sedang menunggu pos pekerjaan baru setelah mereka lulus mengikuti kursus reguler di Lemhanas, sementara jabatan yang ada tidak bertambah. Artinya, di antara mereka ada yang tidak kebagian jabatan. Ujung-ujungnya, mereka akan menambah jumlah perwira yang selama ini sekadar "absen" di Mabes TNI. Johan Budi S.P. dan Arief Kuswardono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus