Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUARA Peni Candra Rini terdengar bergetar menahan tangis. Sesaat ia diam, lalu suaranya kembali terdengar. “Al-Fatihah untuk beliau,” ujar Peni menyebut guru dan ayah angkatnya, (almarhum) Rahayu Supanggah. Berkat kejelian sang maestro, Peni meraih puncak-puncak kesuksesan dalam berkesenian dengan tembang Jawa tradisional dan kontemporer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu puncak kesuksesan yang baru saja diraih pengajar di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, ini adalah Aga Khan Music Awards 2020-2022. “Ini amanah. Saya tidak tahu apakah ini ujian untuk saya,” ucapnya kepada Tempo, Selasa, 11 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menduga kiprahnya dalam kesenian dengan tradisi Jawa dan pengembangan dengan gaya kontemporernya selama ini serta upayanya menggaet anak-anak mudalah yang diakui para juri Aga Khan. Adapun karya yang menurut dia diapresiasi adalah Maduswara yang dimainkan pula oleh Kronos Quartet di New York, Amerika Serikat, dan kota-kota besar lain di beberapa negara Eropa.
Pemenang sebutan khusus (special mention) datang dari Aceh, yakni Zulkifli dan Bur’am. Enam profesional seni terkemuka dari Azerbaijan, Bahrain, India, Turki, Tunisia, dan Amerika Serikat, yakni H.E. Shaikha Hala bint Mohammed Al Khalifa, Franghiz Ali-Zadeh, Divya Bhatia, Rachel Cooper, Yurdal Tokcan, dan Dhafer Youssef, memutuskan para pemenang Aga Khan Music Awards.
Para pemenang terpilih dari 400 nomine dari berbagai penjuru. Mereka dinilai para juri sebagai musikus dan pendidik musik yang berkontribusi terhadap pelestarian dan pengembangan warisan musik yang berkelanjutan, juga memanfaatkan kekuatan musik untuk meningkatkan kesadaran akan masalah sosial dan lingkungan.
Para pemenang akan berbagi hadiah sebesar US$ 500 ribu serta peluang pengembangan profesional. Peluang ini termasuk komisi untuk pembuatan karya baru, kontrak rekaman dan manajemen artis, dukungan bagi inisiatif pendidikan percontohan, serta konsultasi teknis atau kuratorial buat proyek pengarsipan, pelestarian, dan penyebaran musik. Mereka akan menerima penghargaan tersebut di Muskat, Oman, bersamaan dengan penganugerahan Aga Khan for Architecture Award pada 29-31 Oktober mendatang.
Peni Candra Rini, seniman dan dosen Institut Seni Indonesia Surakarta. Dok. Pribadi
Para peraih Aga Khan Music Awards 2022 adalah Peni Candra Rini (Indonesia), Zakir Hussain (India), Afel Bocoum (Mali), Asin Khan Langa (India), Coumbane Mint Ely Warakane (Mauritania), Daud Khan Sadozai (Afganistan), Soumik Datta (Inggris), Yahya Hussein Abdallah (Tanzania), Yasamin Shahhosseini (Iran), dan Zarsanga (Pakistan). Adapun pemenang special mention adalah Dilshad Khan (India), Golshan Ensemble (Iran), Sain Zahoor (Pakistan), Seyyed Mohammad Musavi dan Mahoor Institute (Iran), serta Zulkifli dan Bur'am (Indonesia).
Juri Aga Khan Music Awards juga menobatkan Musallam al-Kathiry sebagai pemenang penghargaan khusus untuk Excellence in Service to Omani Musical Heritage. Al-Kathiry, peneliti musik, manajer seni, musikus, dan komponis dari Muskat, dinilai telah memberikan kontribusi penting untuk pengumpulan, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik Oman.
Oleh para juri, Peni dinilai sebagai komponis, vokalis, dan pendidik Indonesia yang berimprovisasi dengan pengetahuannya tentang seni pertunjukan tradisional Indonesia yang cukup luas dan menginformasikan penciptaan karya-karya barunya yang diproduksi di seluruh dunia.
Adapun Zulkifli dan Bur'am dinilai telah berjasa merevitalisasi tradisi lagu Aceh dengan mengembangkan pembangunan komunitas di kalangan pemuda melalui partisipasi mereka di Sanggar Bur’am. Mereka menghidupkan tradisi melalui ansambel nyanyian dan gendang tradisional yang didirikan Zulkifli.
•••
PENI CANDRA RINI tak pernah menyangka bisa menapaki panggung-panggung dunia saat kecil. Lahir pada 22 Agustus 1983 di Desa Ngentrong, Campurdarat, Tulungagung, Jawa Timur, Peni tumbuh di lingkungan keluarga seniman tradisional. Ayahnya seorang dalang, sementara kakeknya pemain alat musik gender. Sejak kecil ia mengikuti berbagai lomba olah suara. Ia memperdalam ilmunya di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia dan ISI Surakarta.
Ia pun sempat bergabung dalam kelompok Sono Seni Ensemble bentukan I Wayan Sadra dan menjadi sinden untuk karya Rahayu Supanggah bersama kelompok Garasi Seni Benowo. Ia bahkan kemudian diangkat sebagai anak oleh Rahayu. Sang maestro agaknya melihat bakat terpendam dalam diri Peni dan mengasahnya dengan mengajaknya tampil di berbagai pentas.
Hasilnya, Peni berhasil melompat dari satu titik ke titik, mulai melanglang buana dengan kemampuan olah vokal sebagai sinden, penembang Jawa yang kemudian mengeksplorasi tembang itu menjadi kontemporer. Ia tampil di berbagai panggung internasional di Asia, Eropa, dan Amerika. Sebagai komponis, ia sudah menciptakan ratusan karya tembang serta 12 album yang diproduksi di Amerika Serikat. Karya-karya itu beredar di luar negeri dan malah lebih dikenal di sana.
Peni Candra Rini, seniman dan dosen Institut Seni Indonesia Surakarta. Dok. Pribadi
Peni bukan hanya komponis perempuan yang diperhitungkan. Sehari-hari ia mengajar di almamaternya, bahkan meraih gelar doktor pada April lalu. Ia juga menjadi dosen tamu di beberapa universitas di Amerika Serikat dan Eropa.
“Saya tak pernah membayangkan, tak pernah terbayang. Dulu saya takut bermimpi karena tidak punya apa-apa kecuali suara dan tradisi. Saya cuma yakin bergerak dan pintu akan terbuka,” ucapnya.
Juli lalu, karyanya tampil di Goodman Arts Centre, Singapura. Ia baru saja unjuk karya dalam perhelatan Indonesia Bertutur di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, dan tampil dalam konser tunggal terbatas yang diselenggarakan Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam rangkaian acara pertemuan G-20 di Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. “Waktu itu saya membawakan karya berjudul Air, tentang ancaman plastik, merenung, dan mereka menangis,” kata Peni, yang sebelumnya meluncurkan karya berjudul Swarnadwipa berkolaborasi dengan Kitapoleng Bali.
Rupanya, para juri penghargaan Aga Khan telah mengintip aktivitas seniman Sukoharjo, Jawa Tengah, ini. Upaya Peni mempertahankan dan mengembangkan seni tradisi untuk anak-anak muda serta terus terlibat dalam berbagai kegiatan sosial-budaya terbukti diakui. Selama ini Peni tidak bergerak sendiri dengan kemampuannya dalam mengolah vokal dan memainkan alat musik Jawa, tapi bersama suaminya, Dwi Nugroho, dan Yayasan Jagad Sentana Art. Jika harus tampil dalam pertunjukan terbatas, Peni biasanya hanya membawa rebab buatan suaminya atau cuma diiringi satu musikus.
Peni Candra Rini akan mengikuti acara diplomasi kebudayaan dunia melalui program residensi dalam OneBeat X di Taos, New Mexico, Amerika Serikat, pada 17 Oktober-7 November mendatang. Setelah menerima penghargaan Aga Khan, dia akan terbang ke New Mexico dan kemudian ke Los Angeles untuk memberikan workshop dan bertemu dengan pengelola Skirball Museum. Ia juga sudah menyimpan agenda pada 2023 berupa konser istimewa dengan Kronos Quartet, kelompok musik berbasis di San Francisco, Amerika Serikat.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo