Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nama-nama di Belakang DNK

Sejumlah pengusaha diduga ikut menyokong PT Dini Nusa Kusuma. Terdesak tenggat pendanaan proyek yang tak kunjung jelas. 

27 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kantor PT Dini Nusa Kusuma di Jalan Prapanca Raya No. 12, Jakarta, 26 Februari lalu. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kantor penggarap proyek satelit 123 BT tak lagi di gedung tinggi, Panin Tower, namun pindah ke rumah pribadi komisarisnya.

  • Ada jejak Indika dan Kresna Group di bisnis PT Dini Nusa Kusuma. Kresna sempat tercatat sebagai pemegang saham.

  • Tak hanya tagihan Avanti Communication, DNK juga harus melunasi tagihan Airbus dan Navayo.

PLANG bergambar logo PT Dini Nusa Kusuma tak lagi terpasang di dinding ruang kantor di lantai 21 Panin Tower, Jakarta. “DNK sudah lama pindah,” kata satu dari tiga pria yang duduk di meja resepsionis, Rabu, 24 Februari lalu. Nama PT Maxima Realty terpampang di tembok belakang.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga tiga tahun lalu, seorang pegawai tadi memperkirakan, DNK dan Maxima Realty memang berbagi ruangan di lantai 21 Panin Tower. Belakangan, ketika DNK pergi, Maxima mengisi sepenuhnya ruangan yang ada.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tempo mendatangi lantai itu lantaran akta pendirian perusahaan dan situs DNK masih mencatat Panin Tower sebagai lokasi markas mereka. Sejak akhir 2018, perusahaan yang dibangun oleh pengusaha Arifin Wiguna ini mengantongi lisensi pemanfaatan slot satelit di orbit 123 derajat Bujur Timur.

Rupanya, kantor DNK sudah bergeser, sekitar 4,8 kilometer arah selatan dari Panin Tower. Markasnya tak lagi di gedung tinggi, tapi sebuah rumah di Jalan Prapanca Raya Nomor 12, Jakarta Selatan. Siang itu, masih di hari yang sama, Tempo mendatangi bangunan berpagar tembok tinggi berwarna kuning gading tersebut. Tak ada plang atau penanda lain di rumah itu yang menunjukkan keberadaan DNK.  

Tapi Arifin Wiguna membenarkan kantor DNK pindah sekitar dua tahun lalu agar tak perlu mengeluarkan biaya sewa. “Saya pindahin kantor ke rumah. Rumah saya kosong,” ujar Arifin ketika ditemui, Rabu sore, 24 Februari lalu. Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma ini saban hari tinggal di apartemen miliknya. Arifin berniat mengubah data dalam akta perusahaannya setelah proyek satelit di slot orbit 123 derajat BT rampung.  

Nasib proyek itu pula yang kini menarik DNK ke pusaran masalah. Pemerintah mulai intensif menagih Arifin memberikan kepastian pembiayaan proyek, yang kini nilainya diperkirakan naik dari semula US$ 669 juta menjadi US$ 700 juta atau sekitar Rp 10 triliun.

•••

LAHIR pada 2000, PT Dini Nusa Kusuma mulanya berbisnis penyediaan layanan Internet. Perusahaan yang dibesut Arifin Wiguna, pengusaha yang dikenal sebagai pendiri rumah produksi Indika Entertainment, ini mengembangkan sayap usahanya ke sektor telekomunikasi dan teknologi informasi berbasis satelit.

Pada dekade pertamanya, DNK tercatat menjadi mitra Inmarsat Plc. Perseroan menjadi pemegang hak distribusi layanan satelit yang dimiliki oleh raksasa telekomunikasi Inggris tersebut di Indonesia.  

Pada 2011, peluang DNK menggarap bisnis satelit sendiri mulai terbuka ketika Kementerian Pertahanan era Menteri Purnomo Yusgiantoro menggagas pembangunan satelit pertahanan. Bersama sejumlah perusahaan telekomunikasi lain, DNK turut diundang menyodorkan konsep.

Kala itu, kursi Direktur Utama DNK diduduki oleh Thomas Widodo. Dua tahun lalu, nama Thomas Widodo mencuat di pusaran polemik laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Dia menjabat Direktur PT Mahata Aero Teknologi, perusahaan penyedia layanan konektivitas dan manajemen konten untuk armada Grup Garuda.

Di bawah kepemimpinan Thomas Widodo, DNK menggandeng Thomas van der Heyden, pakar satelit komunikasi. Konsep Van der Heyden pula yang kelak dipakai oleh Kementerian Pertahanan ketika menggulirkan program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan), proyek yang melatarbelakangi pengadaan satelit di slot orbit 123 derajat BT.

Seorang pengusaha yang mengikuti sejak awal persiapan proyek ini mengungkapkan, pengaruh DNK dalam proyek ini cukup besar. Ketika akhirnya menggelar pengadaan Satkomhan pada 2015, Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan mengangkat Thomas van der Heyden sebagai anggota staf ahli bidang satelit. Tim ahli ini juga diisi Surya Cipta Witoelar, yang kala itu menggantikan Thomas Widodo sebagai Direktur Utama DNK.  

Keterkaitan erat dua pentolan DNK dalam proyek Satkomhan ini pula, kata sumber Tempo tadi, yang ikut melancarkan jalan perusahaan untuk memenangi beauty contest ketika proyek satelit 123 derajat BT batal didanai negara dan dialihkan ke swasta pada 2018.

Arifin Wiguna dan Surya Witoelar tak sendirian. Pada tahap awal, Arifin disokong oleh Grup Indika. Head of Corporate Communications PT Indika Energy Tbk Ricky Fernando membenarkan kabar bahwa perseroan sempat bekerja sama dengan DNK. Namun dia menegaskan, kerja sama itu hanya meliputi proses studi kelayakan pasar dan regulasi telekomunikasi internasional dalam proyek satelit. “PT Indika Energy Tbk memutuskan tidak meneruskan potensi kerja sama proyek,” ucap Ricky, Sabtu, 27 Februari lalu. Menurut Ricky, DNK pernah menjadi bagian dari PT Indika Multimedia, entitas berbeda dari PT Indika Energy Tbk.

Sejak Januari 2016, seperti tercatat dalam akta perusahaan DNK, PT Kresna Usaha Kreatif juga bergabung menyuntikkan modal ke perseroan. Pemegang saham baru ini adalah anak usaha PT Kresna Graha Investama Tbk, perusahaan investasi milik Michael Steven. Sumber Tempo mengungkapkan, Kresna Group belakangan hadir sebagai tameng bagi kekuatan modal DNK.   

Michael Steven tak merespons upaya Tempo meminta konfirmasi sejumlah informasi tersebut. Namun Arifin Wiguna tak menampik adanya hubungan bisnis dengan Michael Steven di DNK.

Walau begitu, Arifin menolak jika DNK dituding ikut mengatur tender satelit di Kementerian Pertahanan. “Kami terpilih karena menang by point, ada scoring,” tuturnya.

Surya Witoelar juga membantah pandangan bahwa kemenangan DNK berhubungan erat dengan posisinya yang sempat menjadi bagian dari tim ahli satelit Kementerian Pertahanan. Menurut dia, kapasitasnya di tim tersebut tak berkaitan dengan DNK. “Ada orang-orang DNK, tapi dalam kapasitas pribadi,” kata Surya saat ditemui pada Selasa, 23 Februari lalu.

Adapun Thomas Widodo, yang memimpin DNK di era persiapan Satkomhan, ogah menjawab pertanyaan Tempo. “Itu project pertahanan negara yang menjadi rahasia negara, sampai diperkenankan oleh negara untuk dibuka,” ujarnya, Sabtu, 27 Februari lalu. “Jadi saya ingatkan itu ada dasar hukumnya bila dilanggar.” 

•••

TUGAS berat menunggu Arifin Wiguna. Dalam surat penetapan lisensi Kementerian Komunikasi dan Informatika, DNK tak hanya harus membiayai pembangunan dan peluncuran satelit untuk mengisi slot orbit 123 derajat BT, tapi juga menanggung sejumlah tunggakan Kementerian Pertahanan dalam pengadaan sebelumnya.

Menurut Arifin, kewajiban yang harus dibayarkan kepada Airbus akibat batalnya pengadaan berbasis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sekitar US$ 50 juta. Tagihan Navayo, yang sebelumnya dikontrak sebagai konsultan teknis, juga meningkat dari US$ 15 juta menjadi US$ 30 juta. Semua ini harus ditanggung dalam komponen biaya investasi proyek yang totalnya turut naik di kisaran US$ 700 juta atau sekitar Rp 10 triliun.  

Meski begitu, Arifin optimistis bisa melanjutkan pengadaan satelit baru untuk mengisi slot 123 derajat BT. Dia mengklaim telah mengantongi komitmen dari investor, kendati enggan menyebutkan detailnya. Arifin hakulyakin satelit ini punya potensi pasar sangat besar, termasuk dalam institusi pemerintahan. Dia memperkirakan nilai pasar proyek ini mencapai US$ 17 miliar. “Heran, kan? Kalau investor yang Merah Putih akan mengerti,” kata Arifin.

Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ismail menyatakan kelayakan untuk mempertahankan slot sepenuhnya berada di pihak swasta yang sudah mendapatkan izin. Pemerintah, dia menjelaskan, sejauh ini terus berkomunikasi untuk memastikan sejumlah kewajiban dipenuhi sesuai dengan tenggat. “Kami akan mengevaluasi. Kami lihat opportunity-nya, batas waktunya kami jaga.”

AISHA SHAIDRA, KHAIRUL ANAM, RETNO SULISTYOWATI

Catatan Redaksi:

Sebagian dari paragraf ke-10 artikel ini diubah pada Senin, 8 Maret 2021, pukul 13.22 WIB, untuk memperbaiki akurasi. Sebelumnya, Thomas Widodo dituliskan sebagai bos PT Mahata Aero Teknologi. Jabatan Thomas adalah Direktur PT Mahata Aero Teknologi.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus