Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Otoritas Jasa Keuangan mendeteksi kejanggalan aktivitas manajer investasi PT Asuransi Jiwasraya sejak 2015.
Para manajer investasi diduga menguasai reksadana di luar ketentuan OJK.
Mereka diduga melobi OJK agar lolos dari sanksi.
DIREKTUR Pengelolaan Investasi Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Sujanto memutuskan menerima panggilan dari nomor yang tak tersimpan di telepon selulernya pada akhir 2016. Seorang pria di ujung telepon memperkenalkan diri sebagai Erry Firmansyah, bekas Direktur Utama Bursa Efek Indonesia.
Erry mengatakan baru saja menghubungi Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal OJK waktu itu, Fakhri Hilmi, atasan Sujanto. Erry mengklaim Fakhri Hilmi yang memintanya menghubungi Sujanto.
Erry kemudian meminta waktu bertemu. Ia ingin mendiskusikan masalah batas kepemilikan reksa dana sejumlah perusahaan manajemen investasi. Beberapa hari kemudian, mereka bertemu di lantai 12 kantor OJK di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Erry datang bersama Joko Hartono Tirto, Direktur PT Maxima Integra. Kepada Sujanto, Joko mengaku sebagai orang yang sering membantu Erry saat masih beraktivitas di badan usaha milik negara.
Seperti yang tertuang dalam berkas pemeriksaan, Sujanto menceritakan kronologi pertemuan itu kepada penyidik Kejaksaan Agung pada 7 Juli 2020. Ia diperiksa sebagai saksi skandal PT Asuransi Jiwasraya yang tengah ditelisik Kejaksaan sejak Desember 2019.
Pengacara Joko, Soesilo Ari Wibowo, mengakui pertemuan kliennya dengan Sujanto. “Klien saya juga ikut mendampingi Pak Erry dalam pertemuan itu,” ujar Soesilo, Sabtu, 27 Februari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kadep Pengawasan Pasar Modal II a OJK periode Januari 2014-2017, Fakhri Hilmi , di Kejaksaan Agung./Wilda/detik.com
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Soesilo, pertemuan dengan pejabat OJK diadakan untuk menyelesaikan masalah yang tengah membelit sejumlah perusahaan manajemen investasi. Waktu itu, sebelas perusahaan pengelola dana investasi PT Asuransi Jiwasraya terdeteksi melampaui batas kepemilikan efek. Erry diduga membantu para manajer investasi untuk melunakkan OJK. “Tujuannya saat itu hanya ingin berkonsultasi,” ujar Soesilo.
Kesebelas manajemen investasi yang mengelola dana Jiwasraya ditengarai melanggar Peraturan OJK Nomor 23 Tahun 2016. Aturan ini mensyaratkan batas maksimal kepemilikan efek dari reksa dana konvensional sebesar 10 persen dan reksa dana syariah sebesar 20 persen dari nilai aktiva bersih tiap produk. Kebijakan ini dibuat agar perdagangan bursa tak terguncang saat manajer investasi melepas semua kepemilikan reksa dana secara bersamaan.
Belakangan, Kejaksaan Agung menyebut perusahaan pengelola dana investasi tersebut berjumlah tiga belas. Mereka adalah PT PAN Arcadia Capital, PT OSO Manajemen Investasi, PT Pinnacle Persada Investama, PT Millenium Capital Management, PT Prospera Asset Manajemen, PT MNC Asset Management, dan PT Maybank Asset Management. Ada juga PT GAP Capital, PT Jasa Capital Asset Management, PT Corfina Capital, PT Treasure Fund Investama, PT Sinarmas Asset Management, dan PT Pool Advista Asset Management.
Ketiga belas perusahaan diduga membuat produk reksa dana khusus untuk mengelola dana investasi Jiwasraya. Pengelolaan reksa dana ini dilakukan dengan membeli saham-saham berisiko tinggi. Saat nilai saham jatuh, dana investasi PT Asuransi Jiwasraya menguap.
Akibatnya, perusahaan asuransi pelat merah ini mengalami gagal bayar terhadap 17 ribu nasabah JS Saving Plan. Badan Pemeriksa Keuangan menghitung kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 12,1 triliun.
Skandal Jiwasraya kemudian menggelinding ke Kejaksaan Agung pada Desember 2019. Penyidik di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus mensinyalir direksi Jiwasraya bermain mata dengan ketiga belas perusahaan tadi dalam menginvestasikan dana ke dalam surat berharga dan reksa dana.
Kejaksaan menetapkan delapan tersangka. Sebagian besar sudah menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Bekas Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim, dan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan divonis penjara seumur hidup. Hary Prasetyo, bekas Direktur Keuangan, dihukum 20 tahun bui dan denda Rp 1 miliar.
Hakim juga menghukum penjara seumur hidup Direktur Utama PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat, dan Joko Hartono Tirto. “Ketiga belas perusahaan investasi atas restu direksi membentuk sebuah produk reksa dana untuk PT AJS yang portofolionya dikendalikan Benny dan Heru melalui Joko Hartono dan Pieter Rasiman,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak pada Sabtu, 20 Februari lalu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah)./ANTARA /Hafidz Mubarak A
Di persidangan, Benny mengklaim menjadi korban konspirasi perkara Jiwasraya. Ia juga menuduh penyidik merekayasa pemeriksaan. Saat membacakan pleidoi, Heru Hidayat membantah menikmati duit Jiwasraya. “Saya adalah rakyat biasa yang dengan penuh usaha dan kerja keras merintis usaha,” tuturnya.
Perkara Pieter Rasiman, Direktur PT Himalaya Energi Perkasa, dan Fakhri Hilmi, bekas Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal OJK, masih berjalan di Pengadilan Tipikor DKI Jakarta. Saat ditahan pada Oktober tahun lalu, Fakhri menjabat Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal. Penyidik menduga Fakhri mengetahui penyimpangan pengelolaan dana investasi Jiwasraya pada 2016, tapi membiarkan praktik itu terjadi.
Pengacara Fakhri, Luhut Marihot Parulian Pangaribuan, membantah tuduhan penyidik. Ia mengklaim kliennya sudah merespons masalah portofolio investasi Jiwasraya dengan benar. “Sesuai kewenangan, yang dilakukan adalah memberikan pembinaan,” ujarnya.
•••
SISTEM pengawasan e-Monitoring Otoritas Jasa Keuangan menemukan pelanggaran salah satu perusahaan manajemen investasi pengelola dana Jiwasraya, PT Millenium Capital Management, pada 2015. Namun OJK baru merespons hal ini pada Oktober 2016, bersamaan dengan pelanggaran lain yang juga dilakukan perusahaan-perusahaan manajemen investasi Jiwasraya.
OJK kemudian menyurati sebelas manajer investasi yang terdeteksi mengelola jumlah reksa dana di atas batas kepemilikan efek. Sebelum para manajer investasi menghadap OJK, Erry Firmansyah dan Joko Hartono Tirto menemui Direktur Pengelolaan Investasi Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK Sujanto.
Di komunitas pasar modal, Direktorat Pengelolaan Investasi yang dipimpin Sujanto dianggap sangat strategis. Direktorat tersebut berwenang memberikan izin bagi manajer investasi, melakukan pembinaan, mengawasi kepatuhan regulasi, dan memberikan telaah hukum atas persoalan pasar modal. Ia juga berwenang memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan di pasar modal.
Karena itulah Erry menemui Sujanto. Kepada Tempo, Erry menjelaskan isi pertemuan tersebut. Namun ia menolak penjelasannya dikutip. “Semuanya sudah saya sampaikan kepada penyidik. Tak baik jika saya berkomentar lagi di media. Saya tidak ingin mengganggu proses persidangan,” ujarnya pada Sabtu, 27 Februari lalu.
Dalam keterangannya kepada penyidik, Sujanto mengatakan pertemuan itu membahas penyelesaian sebelas perusahaan manajer investasi pengelola dana Jiwasraya. Erry meminta kelonggaran OJK agar memberikan waktu kepada semua perusahaan manajer investasi itu melakukan penyesuaian batas kepemilikan efek. Sujanto menjawab bahwa permintaan itu bisa dilakukan asalkan sesuai dengan aturan.
Setelah pertemuan dengan Erry dan Joko, Sujanto menegur para manajer investasi. Namun OJK tak menghukum mereka. OJK memutuskan melakukan pembinaan dan meminta para manajer investasi menyesuaikan jumlah reksa dana sesuai dengan aturan.
Berdasarkan dokumen pemeriksaan yang diperoleh Tempo, para manajer investasi itu tetap membandel. Pelanggaran ini kembali terdeteksi lewat pengawasan e-Monitoring OJK pada Agustus 2017. Baru pada Maret 2018, OJK memerintahkan pembubaran produk reksa dana milik salah satu manajer investasi, PT Millenium Capital Management. Setahun kemudian, skandal dana investasi PT Asuransi Jiwasraya meruyak ke publik.
Tempo berupaya menghubungi Sujanto lewat nomor telepon selulernya yang tercatat saat pemeriksaan. Namun nomor itu tak kunjung aktif hingga Sabtu, 27 Februari lalu. Ia juga tak menempati rumahnya di Kaveling Hankam, Joglo Kembangan, Jakarta Barat. Seorang pria paruh baya di rumah itu mengatakan Sujanto sudah menjual tempat tinggalnya dan pindah ke Bekasi, Jawa Barat, sejak 2008.
Ditanya soal pengawasan OJK dalam kasus Jiwasraya, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menyebutkan lembaganya tak hanya menegakkan hukum, tapi juga membina pelaku industri keuangan, termasuk di pasar modal. “Pembinaan ditujukan untuk mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi pemodal dan masyarakat,” ucapnya dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 27 Februari lalu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer mengatakan ketiga belas perusahaan yang mengelola dana investasi Jiwasraya dipastikan berperan dalam skandal dana investasi Jiwasraya. “Status perusahaan juga sudah jadi tersangka,” tuturnya.
Setahun lebih proses penyidikan, nama baru tak kunjung muncul sebagai tersangka. Seseorang yang mengetahui penyidikan skandal ini mengatakan Fakhri bukanlah satu-satunya pejabat OJK yang harus bertanggung jawab. Masih ada figur lain yang lalai mengawasi ketiga belas manajer investasi.
Leonard mengatakan penyidik terus bekerja menuntaskan skandal ini. Ia menyatakan Kejaksaan akan menyeret semua pihak yang terlibat ke pengadilan. “Kami tidak mengenal tebang pilih dalam penegakan hukum,” katanya.
RIKY FERDIANTO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo