Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Saya Kejebur, tapi Enggak Mundur

Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna menjelaskan sejumlah kesulitan yang dialami perusahaannya untuk memastikan pembiayaan proyek satelit 123 bujur timur. Dia yakin ada investasi segar yang bakal mengucur dalam waktu dekat.

27 Februari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Arifin Wiguna, di Jakarta, Februari 2010. Dok.TEMPO/Dinul Mubarok

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA tahun mengantongi lisensi pengisian slot orbit 123 derajat Bujur Timur, Arifin Wiguna kini menjadi orang yang paling ditunggu komitmennya oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) ini diminta memberikan kepastian pembiayaan agar proyek satelit terealisasi dan Indonesia tak kehilangan hak atas slot strategis tersebut. “Saya bisa menjelaskan, tapi memang ada beberapa hal enggak bisa diungkapkan. Ini sensitif banget,” kata Arifin ketika ditemui Khairul Anam dan Aisha Shaidra dari Tempo di Plataran Dharmawangsa, Jakarta, Rabu, 24 Februari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Bagaimana perkembangan rencana DNK sejak memegang lisensi untuk memanfaatkan slot 123 BT?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini kami dalam tahap tanda tangan konfirmasi draw down dari equity investor. Sudah dipastikan sejak Desember 2020, ada dananya. Totalnya US$ 200 juta. Sudah dikasih kesepakatan, masing-masing US$ 100 juta. Tapi ada syarat yang harus saya penuhi. Nah, ini syarat yang belum bisa saya kasih tahu.

Tapi DNK mengirim surat kepada Kementerian Komunikasi meminta perpanjangan kepastian dana hingga Mei 2021….

Dananya sudah ada, tinggal saya mengurus pelan-pelan supaya paling telat itu akhir April 2021 sudah beres.

Berapa nilai proyeknya sekarang?

Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan, dan vendor supaya target November 2024 tercapai. Enggak akan mundur. Total proyeknya itu sekitar US$ 700 juta. Waktu itu di Kementerian Pertahanan US$ 600-an juta.

Biayanya naik?

Begini, lho, boleh cepet, tapi saya bayar lembur, jadi lebih mahal. Ditambah dulu enggak beli tanah. Karena kami swasta, harus beli tanah buat sistem satelitnya.

Ketika proyek ini dibiayai negara, ada Direktur Utama DNK Surya Witoelar dan insinyur DNK, Thomas van der Heyden, di tim Kementerian Pertahanan. Seperti apa strukturnya saat itu?

DNK di-hire sebagai advisor. Tapi hanya mereka. Waktu itu kami presentasi. Tadinya belum ada APBN. Kemenhan melihat ini penting, lalu di situ mulai ditenderkan. Surya Witoelar yang ke Kemenhan terus, saya di belakang layar. Kejebur asli kejebur, tapi saya enggak mundur. Kalau mau lepas tangan juga gampang, kok. Saya deal saja sama Inmarsat. Berarti sama saja, dong? Kami mementingkan Merah Putih.

Dalam beauty contest pada 2018, ada klausul pemenang wajib menanggung residu dari kontrak Satelit Komunikasi Pertahanan terdahulu. Bagaimana DNK bisa menanggungnya?

Jadi bukan residu. Kami mengerti sekali masalahnya, dan kami tahu kendala di Kemenhan. Kami sudah hitung-hitungan. Kewajiban di Airbus yang sudah ada itu US$ 50 juta, Navayo US$ 15-an juta dan sekarang jadi US$ 30-an juta. Sudah kami hitung dan masih masuk. Kemenhan tidak perlu bayar lagi.

Ada duitnya?

Kami ada duit, kok. Ada investor kok di sebelah kami.

Ada sumber yang menyebutkan ada upaya DNK berupaya meyakinkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu, Wiranto, secara personal dan lewat Alex Tirta….

Enggak, saya kenal Pak Wiranto hanya karena sama-sama di Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia. Sudah segitu saja. Kalau Alex, habis baca koran tanya ke saya, “Kamu main satelit?” Cuma itu. Saya bilang ini buat negara.

Pasar untuk layanan satelit ini seperti apa?

Kami melihat market-nya besar sekali. Orang mikir satelit itu semua mengenai Internet. Yang sekarang itu semua seperti taksi (layanan yang sanggup menampung data besar tapi hanya di kawasan tertentu). Kami ini ojek, data kecil (tapi bisa sampai ke penggunaan di area terpencil). Seperti kirim data kecil, GPS, layanan anjungan tunai mandiri (ATM), dan lain-lain. Ada juga institusi dan perusahaan yang membutuhkan data terenkripsi, seperti Badan Intelijen Negara, Kemenhan, Polri.

Jadi institusi sebagai captive market?

Saya bilang captive market, tapi mereka hanya 15 persen kebutuhannya (dari slot layanan). Sedangkan 85 persennya masih banyak sekali. Bisa untuk jaringan ATM. Sekarang kalau Anda punya ATM dalam jumlah banyak, bayar sewa satelit bisa US$ 50. Dengan kami nanti bisa setengahnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus