Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Dua Aktor Pemantik Krisis

Pengusaha batu bara tersudut larangan ekspor akibat krisis pasokan di pembangkit listrik. Biang masalah juga ada di PLN.

8 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, 4 Januari 2022. ANTARA/Nova Wahyudi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Importir batu bara ramai-ramai mempertanyakan larangan ekspor batu bara.

  • Pengusaha ogah disebut sebagai penyebab utama krisis pasokan di PLTU batu bara.

  • Evaluasi sementara berbuah pencopotan direksi.

LARANGAN ekspor batu bara yang diterbitkan pemerintah tepat di pengujung 2021 membuat pelaku industri pertambangan kelimpungan. Mereka ditagih penjelasan oleh importir di Cina, mitra dagang yang jauh-jauh hari telah memesan batu bara asal Indonesia, tentang kebijakan baru yang berlaku selama Januari 2022 tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 6 Januari 2022, wakil-wakil perusahaan tambang batu bara baru memenuhi tagihan itu. Sekitar 100 orang bergabung dalam pertemuan virtual via Zoom yang digelar Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan China Import Coal Trading Commission. “Mereka meminta kejelasan soal larangan ekspor dan kepastian larangan dicabut,” tutur Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI, Jumat, 7 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Cina adalah importir terbesar batu bara Indonesia, diikuti India, Jepang, dan Korea Selatan. Pada 2020, menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sebanyak 127,78 juta ton batu bara Indonesia berlayar ke Cina. Angka ini hampir sepertiga dari total volume ekspor batu bara pada tahun yang sama.

Tak hanya disampaikan lewat asosiasi, pertanyaan dari sejumlah pembeli luar negeri juga melayang langsung ke perusahaan eksportir. PT Indika Energy Tbk, kelompok usaha yang menaungi sejumlah perusahaan pertambangan dan perdagangan batu bara, salah satu yang kudu meladeni pertanyaan dari mitra dagangnya. Sebagian besar buyer, kata Head of CEO Office, Corporate Communications, and Sustainability PT Indika Energy Tbk Ricky Fernando, berharap larangan ekspor segera berakhir.

Perusahaan pertambangan juga khawatir akan dampak larangan itu, apalagi jika berkepanjangan. “Bisa menyebar ke hal-hal lain, seperti implikasi dari force majeure dan biaya demurrage (kelebihan waktu berlabuh) atau logistik,” ucap Ricky kepada Tempo, Jumat, 7 Januari lalu.

Pekerja melakukan proses penghalusan batu bara di Dermaga Cendrawasih Mustika Indah, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 18 Desember 2021. ANTARA/Makna Zaezar

Hal senada disampaikan Direktur Independen dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava dalam surat keterbukaan informasi yang disampaikan kepada otoritas Bursa Efek Indonesia, Rabu, 5 Januari lalu. Selain demurrage, larangan ekspor bisa menimbulkan penalti akibat tertahannya pengiriman batu bara ke luar negeri. “Perseroan berharap pemerintah segera mencabut larangan ekspor terhadap perusahaan yang telah memenuhi kewajiban pasar domestik,” ujar Dileep.

Sepanjang pekan lalu, semua emiten yang bergerak di sektor pertambangan dan perdagangan batu bara secara bergantian menyampaikan keterbukaan informasi tentang kebijakan larangan ekspor batu bara itu. Keterbukaan informasi mereka umumnya merespons pertanyaan yang disampaikan otoritas bursa tentang dampak kebijakan tersebut terhadap kegiatan operasional, kinerja keuangan, juga kelangsungan usaha perseroan.

Mayoritas emiten menyatakan masih mencermati dampak larangan ekspor terhadap bisnis mereka. “Anak-anak perusahaan sebagai pemegang izin yang terkena dampak sedang menyiapkan langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menyikapi kebijakan pemerintah ataupun terhadap perikatan yang ada dengan pihak-pihak terkait lain,” kata Sekretaris Perusahaan PT Adaro Energy Tbk Mahardika Putranto, Senin, 3 Januari lalu.

•••

LARANGAN ekspor batu bara itu hanya berjarak empat bulan dari peristiwa serupa pada Agustus 2021. Bedanya, saat itu pelarangan hanya diberlakukan terhadap perusahaan pertambangan batu bara yang tak memenuhi kewajiban pasokan untuk kepentingan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO). Sedangkan sekarang semua pemegang izin tambang batu bara dipaksa menyetop penjualan produk ke luar negeri.

Truk pengangkut batubara di kawasan tambang airlaya milik PT Bukit Asam Tbk di Tanjung Enim, Muara Enim, Sumatera Selatan, November 2021. ANTARA/Nova Wahyudi

Itu sebabnya banyak perusahaan tambang meradang. Lewat Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, mereka memprotes kebijakan ini lantaran tak semua perusahaan melanggar ketentuan DMO.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral per 1 Januari 2022 mencatat, setidaknya hingga akhir Oktober 2021 sebanyak 115 perusahaan tambang batu bara telah memasok pasar domestik di atas batas minimal DMO, yakni 25 persen dari total produksi. Hanya, data yang sama menunjukkan, sebanyak 418 perusahaan sama sekali belum menjual produknya untuk kepentingan dalam negeri. Ada pula 80 perusahaan yang telah memasok pasar domestik tapi belum sepenuhnya memenuhi batas ketentuan DMO.     

Pengusaha tersudut. Mereka dituding lebih mengutamakan ekspor lantaran harga di pasar global setahun terakhir melompat tinggi, jauh di atas harga patokan DMO batu bara untuk kebutuhan listrik yang hanya US$ 70 per ton. Lonjakan harga batu bara ikut mendorong lonjakan pendapatan sejumlah raksasa bisnis tambang.

PT Adaro Energy Tbk, misalnya. Perusahaan milik Garibaldi Thohir, kakak Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, ini per akhir September 2021 mengantongi pendapatan dari ekspor batu bara sebesar US$ 1,96 miliar—senilai Rp 28 triliun dengan kurs saat ini. Angka ini naik 40 persen dibanding capaian pada akhir September 2020.

Begitu pula INDY—kode Indika Energy di Bursa Efek Indonesia. Hingga triwulan III 2021, perseroan meraup pendapatan dari hasil penjualan batu bara ke luar negeri sebesar US$ 1,32 miliar atau sekitar Rp 18,8 triliun, naik 80 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.

TANTANGAN SEDEKADE MENCEGAH KRISIS

PEMBENAHAN perlu dilakukan segera secara menyeluruh untuk memastikan krisis stok batu bara tak terulang di masa mendatang. Tak hanya memaksa perusahaan tambang memenuhi kewajiban pasokan untuk kebutuhan dalam negeri, pemerintah juga harus memastikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) membenahi mekanisme pengadaan energi primer yang dianggap bermasalah. Dalam sedekade ke depan, kebutuhan pasokan batu bara di tubuh PLN dan pengembang listrik swasta (IPP) bakal terus meningkat seiring dengan bertambahnya kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.

Namun pengusaha tambang ogah dibilang sebagai satu-satunya penyebab krisis stok bahan bakar di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara saat ini. Menurut Ketua Umum APBI Pandu Sjahrir, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) perlu lebih fleksibel mengambil batu bara di luar kualitas yang dibutuhkan. Caranya: segera membangun fasilitas blending. “Hitungan kebutuhan batu bara dibuat secara akurat, tepat, dengan memperhatikan keamanan stok,” tutur Pandu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 1 Januari lalu.

Selama ini, sebagian besar pembangkit PLN membutuhkan kualitas batu bara dengan kalori rendah. Sedangkan produksi di sebagian wilayah kerja pertambangan menghasilkan batu bara dengan kalori menengah dan tinggi. Fasilitas blending semestinya bisa mengatasi kendala ini sehingga batu bara berkalori tinggi tetap bisa diterima PLN untuk kemudian dicampur dengan batu bara dengan kalori rendah.

Sebetulnya rencana pembangunan fasilitas blending sudah dirancang lama. Terakhir, laporan tahunan 2020 PLN mencatatnya sebagai salah satu langkah mitigasi risiko atas masalah ketersediaan pasokan batu bara di pembangkit perseroan. Namun seorang mantan pejabat tinggi PLN mengungkapkan, rencana ini tak kunjung terlaksana lantaran besarnya investasi yang diperlukan untuk membangun fasilitas tersebut.

Itu sebabnya, kata sumber Tempo itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga sempat merencanakan pembangunan coal terminal yang berfungsi mengumpulkan semua produk DMO batu bara. Di terminal itu, rencananya, batu bara dicampur dan hasilnya dikirim ke pembangkit sesuai dengan spesifikasi. “Tidak tahu kenapa sampai sekarang belum terlaksana,” ujarnya.

Di sisi lain, pengadaan batu bara oleh PLN juga menjadi salah satu persoalan dalam penyediaan pasokan batu bara untuk pembangkit. Dua pejabat di dua perusahaan pertambangan mengungkapkan hal yang senada dengan isi rekomendasi APBI kepada PLN yang disampaikan Pandu. “Pengadaan tak pasti, kadang berubah-ubah jadwal dan volume yang dibutuhkan,” kata seorang manajer di salah satu raksasa pertambangan yang beroperasi di Kalimantan. “Tambah masalah karena ada ketidakpastian juga di urusan pengangkutan.”

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo tak merespons permohonan wawancara Tempo. Adapun Staf Khusus Menteri Energi Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif memastikan pemerintah tengah menyiapkan beberapa langkah evaluasi jangka panjang, termasuk terhadap sistem keseluruhan PLN yang berhubungan dengan fasilitas penerimaan, penumpukan batu bara, pengapalan, dan lainnya. “PLN harus memperbaiki sistem secara keseluruhan, ini detail tapi belum bisa saya keluarkan,” ucap Irwandy, Jumat, 7 Januari lalu.

Belum juga evaluasi terhadap mekanisme pengadaan batu bara untuk pembangkit membuahkan hasil, Kementerian Badan Usaha Milik Negara mencopot Rudy Hendra Prastowo dari jabatan Direktur Energi Primer PLN. Rudy digantikan Hartanto Wibowo yang sebelumnya menjabat pelaksana tugas Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia PLN. “Saya minta Hartanto memastikan hal-hal yang kita alami seperti ini tidak terjadi lagi,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir, Kamis, 6 Januari lalu. “PLN akan menjadi fokus BUMN untuk bertransformasi setelah Pertamina, Pelindo, Telkom, bank Himbara, dan kluster kesehatan.”

RETNO SULSTYOWATI
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Aisha Shaidra

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus