Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Bubar Pesta Terbakar Batu Bara

Pemerintah melarang ekspor batu bara akibat krisis pasokan sejumlah pembangkit PLN dan swasta. Rantai bisnis berjalan seperti tanpa perencanaan.

8 Januari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas bongkar muat batu bara di dermaga KCN Marunda, Jakarta, 5 Januari 2022. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Larangan ekspor jadi kado pahit pengusaha tambang di peralihan tahun.

  • Dua target meleset bikin pemerintah naik pitam.

  • Ketidaktersediaan batu bara bukan satu-satunya masalah.

KEPANIKAN mendadak sontak menyerang kalangan pebisnis batu bara, Jumat petang, 31 Desember 2021. Rencana pesta pada malam menjelang pergantian tahun ambyar seketika. Para pemimpin perusahaan grabak-grubuk, supersibuk. “Sangat crowded. Kami telepon ke sana-kemari,” kata Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat, Direktur Utama PT Indika Energy Tbk, menceritakan peristiwa di malam tahun baru itu kepada Tempo, Rabu, 5 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kehebohan dipicu surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin yang baru diteken petang hari itu juga. Isinya: penjualan batu bara ke luar negeri dilarang selama 1-31 Januari 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah memerintahkan semua pemegang izin pertambangan batu bara memasok semua produknya untuk memenuhi kebutuhan listrik. Batu bara ekspor yang kadung dipindahkan ke pelabuhan muat, bahkan yang sudah dimuat kapal, pun kudu segera dikirim ke pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP).

Kebijakan itu jelas membikin panik pengusaha. Tak hanya cuan yang berpotensi melayang, batalnya ekspor berarti kontrak dengan mitra dagang, importir di luar negeri, tak terpenuhi. Masalahnya, “Barang sudah ada di kapal,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, Jumat, 7 Januari lalu. “Semua serba mendadak. Tidak ada diskusi sebelumnya.”

Horor lebih dulu melanda PLN. Per 30 Desember 2021, sebanyak 17 PLTU batu bara milik grup PLN dan IPP kekurangan batu bara. Stok batu bara yang ada hanya cukup untuk menghidupkan pembangkit kurang dari 10 hari operasi, jauh dari standar 20 hari operasi.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kanan) dan Menteri BUMN Erick Thohir saat mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel dan Gas Pesanggaran, Denpasar, Bali, 27 Desember 2021. ANTARA/Fikri Yusuf

Tanpa tambahan pasokan batu bara, pembangkit-pembangkit ini harus dipadamkan secara bergiliran mulai 5 Januari hingga 10 Januari 2022. PLTU Jawa 7 dan PLTU Cilacap Unit III menjadi calon pembangkit yang pertama kali padam.

Dalam hitungan PLN, pemadaman 17 pembangkit itu akan mempengaruhi 10 juta pelanggan PLN di sistem kelistrikan regional Jawa, Madura, dan Bali; Sumatera dan Kalimantan; serta Sulawesi, Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara.

Kondisi darurat itu memaksa direksi PLN mengirimkan surat kepada Kementerian Energi. Diteken Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo pada 31 Desember 2021, surat bernomor 77875/EPI.01.01/C01000000/2021-R itu melaporkan kondisi krisis pasokan batu bara. Surat inilah yang melatarbelakangi terbitnya surat pelarangan ekspor batu bara. “Jika pelarangan ekspor tidak dilakukan, sekitar 10.850 megawatt PLTU akan padam. Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional,” tutur Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin dalam siaran pers, Sabtu, 1 Januari lalu.

Sabtu siang itu, pada hari pertama 2022 yang semestinya hari libur, Ridwan menjadi sasaran tunggal seabrek pertanyaan tajam yang dilontarkan para pemimpin perusahaan pertambangan batu bara yang hadir dalam sosialisasi via aplikasi Zoom. Pandu Patria Sjahrir, Ketua Umum APBI, tegas menyatakan penolakan asosiasi yang dipimpinnya terhadap kebijakan larangan ekspor. Pandu menyebutkan ada sekitar 40 juta ton batu bara yang akan diekspor pada Januari 2022. “Bayangkan berapa kerugiannya,” kata Pandu seperti tertuang dalam notula rapat.

Pandu adalah Wakil Utama Direktur PT TBS Energi Utama Tbk. Kelompok usaha pertambangan ini dulu bernama PT Toba Bara Sejahtra Tbk, perusahaan yang masih terafiliasi dengan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, yang juga paman Pandu. Dimintai konfirmasi sejak Kamis, 6 Januari lalu, Pandu tak memberikan respons.

Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan terkait kewajiban pasokan pasar domestik (DMO) perusahaan batubara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pada 3 Januati 2022. presidenri.go.id

Yang jelas, pada Sabtu itu juga APBI merilis siaran pers. Pandu, dalam keterangan tertulis, memperkirakan devisa hasil ekspor batu bara yang berpotensi hilang akibat larangan ekspor ini sekitar US$ 3 miliar—senilai Rp 42,9 triliun—per bulan. Angka ini belum termasuk kehilangan potensi penerimaan pajak dan nonpajak (royalti).

Arus kas produsen batu bara sebagai pengekspor dikhawatirkan terganggu karena produknya tak dapat dijual ke luar negeri. Perusahaan juga berpotensi terkena biaya demurrage, karena penambahan waktu pemakaian kapal, senilai US$ 20-40 ribu atau sekitar Rp 286-572 juta per hari untuk setiap bahtera yang batal berlayar.

Dengan berbagai potensi dampak larangan ekspor tersebut, APBI melayangkan surat keberatan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Mereka memprotes larangan ekspor yang berlaku untuk semua perusahaan tambang batu bara. Sebab, beberapa anggota asosiasi telah menjual batu bara untuk kepentingan dalam negeri, termasuk kepada PLTU batu bara, melebihi kewajiban pasokan pasar domestik alias domestic market obligation (DMO).  

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cilacap Ekspansi Fase 2, 1x1.000 Megawatt di Desa Karangkandri, Kesugihan, Cilacap, Jawa Tengah, April 2018. ANTARA/Idhad Zakaria

Kebijakan larangan ekspor yang bersifat pukul rata itu sebenarnya telah dipertanyakan dalam rapat virtual bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin. Ridwan menjawab, seperti tertuang dalam notula rapat, larangan diberlakukan kepada semua penambang karena krisis batu bara mempengaruhi pemenuhan listrik 10 gigawatt. Selain itu, kebijakan ini diperlukan untuk menghindari potensi kekurangan batu bara dan tongkang pengangkutnya. "Kenapa semuanya dilarang ekspor? Terpaksa. Dan ini sifatnya sementara.”

Sikap Ridwan disokong penuh Istana. Lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden RI, Senin, 3 Januari lalu, Presiden Joko Widodo merespons kegaduhan ini. Jokowi menyatakan tidak ada alasan bagi produsen batu bara untuk melanggar ketentuan DMO. Perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri bakal diberi sanksi. “Bila perlu, bukan cuma tidak mendapatkan izin ekspor, tapi juga pencabutan izin usaha,” ujar Jokowi.

•••

SEBENARNYA, gelagat Perusahaan Listrik Negara bakal mengalami krisis stok bahan bakar di pembangkit listrik tenaga uap batu bara sudah terbaca jauh-jauh hari. Pasalnya, tahun lalu, realisasi pasokan batu bara hanya sekitar 62 persen dari kebutuhan.

Menurut rencana kerja dan anggaran PLN, kebutuhan batu bara pada 2021 sebesar 113 juta ton, lebih dari separuhnya untuk PLTU batu bara milik grup PLN. Semula semua kebutuhan ini akan dipenuhi dari DMO batu bara yang pada 2021 ditargetkan bisa sebesar 137,5 juta ton. Selain digunakan untuk kelistrikan, DMO batu bara diperlukan oleh industri dalam negeri, seperti besi, baja, semen, pupuk, bubur kertas, dan briket.

Infografis

Apa daya, kenyataan tak seindah yang direncanakan. Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, 15 November 2021, Direktur Utama PLN saat itu, Zulkifli Zaini, menyatakan ada selisih amat besar antara realisasi pasokan dan kewajiban DMO batu bara. Semua makin terang setelah data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat realisasi DMO batu bara hanya 63,47 juta ton. Angka ini hanya 10,4 persen dari realisasi produksi batu bara 2021 yang sebesar 606,5 juta ton.   

Kementerian Energi juga mencatat, hingga akhir Oktober 2021, sebanyak 418 perusahaan pemegang izin pertambangan batu bara belum menjual produknya 1 ton pun untuk kepentingan dalam negeri. Ada pula 80 perusahaan yang telah memasok pasar domestik tapi belum sepenuhnya memenuhi batas ketentuan DMO, yaitu 25 persen dari produksinya. Sedangkan sebanyak 115 perusahaan tambang batu bara telah memasok pasar domestik di atas batas minimal DMO.

Akibat Listrik Haus Batu Bara

KEBIJAKAN domestic market obligation (DMO) batu bara dimulai pada 2009. Kala itu, kebijakan ini tak hanya bertujuan memastikan terpenuhinya pasokan batu bara untuk kepentingan dalam negeri, tapi juga kontraktor dapat mengendalikan produksinya secara optimal dengan kepastian pasar domestik. Namun, sejak saat itu, DMO minimal 25 persen dari produksi batu bara tak pernah terpenuhi.

Tingkat kepatuhan perusahaan tambang makin rendah pada 2021 ketika harga batu bara dunia melambung tinggi, jauh di atas harga DMO untuk ketenagalistrikan yang dipatok US$ 70 per ton. Sepanjang tahun lalu, DMO batu bara hanya terealisasi 10 persen dari total produksi. Pengusaha ditengarai memilih menjual komoditasnya ke luar negeri untuk menangguk untung lebih besar. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara, konsumen terbesar batu bara di dalam negeri, menjadi korbannya.

 

Mengantisipasi ancaman krisis stok batu bara di awal tahun, pada 22 Desember 2021, Kementerian Energi lewat Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara menugasi 24 perusahaan tambang menambah pasokan kepada PLN. Total volume tambahan pasokan batu bara dari penugasan ini mencapai 5,1 juta ton. Sejumlah perusahaan yang mendapat penugasan adalah pemasok rutin alias reguler PLN, di antaranya PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Adaro Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Borneo Indobara, dan PT Kideco Jaya Agung.

Celakanya, langkah antisipasi itu pun meleset. PLN melaporkan realisasi pasokan dari penugasan itu hingga 1 Januari 2022 hanya 35 ribu ton, kurang dari 1 persen dari yang ditargetkan. Laporan ini yang membikin Kementerian Energi makin mencak-mencak. Dalam rapat virtual dengan para pengusaha pertambangan, Sabtu, 1 Januari lalu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Ridwan Djamaluddin mengungkapkan kekecewaannya terhadap sejumlah perusahaan yang tak menggubris penugasan pemerintah menyuplai batu bara kepada PLN sebanyak 5,1 juta ton. “Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah strategis, akan terjadi pemadaman yang meluas,” ujarnya.

Pemerintah, kata Ridwan, telah beberapa kali mengingatkan para pengusaha batu bara agar memenuhi komitmen mereka. Namun realisasi pasokan ke PLN setiap bulan tak mencapai target DMO yang ditetapkan.

Pengusaha pertambangan dituding lebih mengutamakan penjualan ke luar negeri di tengah lonjakan harga batu bara dunia. Pada November 2021, harga batu bara acuan, yang merupakan rata-rata indeks Indonesia Coal Index, Newcastle Export Index, Globalcoal Newcastle Index, dan Platt's 5900 pada bulan sebelumnya, mencapai US$ 215 per ton. Angka ini tiga kali harga DMO untuk kelistrikan yang dipatok US$ 70 per ton.

•••

KEBIJAKAN larangan ekspor batu bara berbuah manis buat Perusahaan Listrik Negara. Rabu, 5 Januari lalu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo memastikan tak akan ada pemadaman listrik akibat krisis pasokan batu bara.

Per hari itu, PLN mengklaim telah mengantongi kontrak tambahan pasokan sebanyak 3,2 juta ton, yang akan melengkapi kontrak existing sebanyak 10,7 juta ton. Darmawan memastikan akan berupaya mendapatkan tambahan pasokan lain agar pembangkit tetap aman, dengan stok minimal 20 hari operasi. "PLN harus memastikan (ketersediaan) 20 juta ton batu bara," ucap Darmawan. 

Sementara itu, perusahaan tambang batu bara tak punya pilihan selain mengikuti keputusan pemerintah, sembari menunggu evaluasi terhadap larangan ekspor. Arsjad Rasjid, Direktur Utama PT Indika Energy Tbk, memastikan sejumlah produsen telah berkomitmen memenuhi kebutuhan stok PLN untuk 20 hari operasi. “Sudah ada beberapa yang siap. Ada PKP2B (perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara), ada produsen besar,” kata Arsjad, yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia.

Desakan agar pemerintah segera mencabut larangan ekspor tak datang hanya dari pengusaha batu bara, tapi juga dari sejumlah negara importir. Pemerintah Jepang, lewat surat yang dikirim Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji, kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada 4 Januari 2021, menilai larangan ekspor batu bara akan berdampak serius terhadap aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari di Negeri Sakura. Selama ini Jepang mengimpor batu bara Indonesia sekitar 2 juta ton per bulan untuk pembangkit listrik dan industri manufaktur.

Kenji berharap pemerintah segera mencabut larangan ekspor batu bara ke Jepang. Saat ini sedikitnya lima kapal yang memuat batu bara untuk Jepang tengah menunggu izin keberangkatan. "Jepang mengimpor batu bara berkalori tinggi dari Indonesia, berbeda dengan batu bara kalori rendah yang dibeli pembangkit PLN," Kenji mengingatkan.

Sejauh ini, babak akhir larangan ekspor batu bara belum terang. Staf Khusus Menteri Energi Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif memastikan dalam jangka pendek pemenuhan DMO untuk PLN tetap akan menjadi prioritas pemerintah. Untuk keperluan jangka menengah dan panjang pemerintah akan mengevaluasi secara menyeluruh sistem pengadaan batu bara di PLN, termasuk harga DMO. “Regulasi DMO sampai saat ini masih baik,” tuturnya, Jumat, 7 Januari lalu. “Hanya penerapan dan pengawasannya yang perlu perbaikan.”

Hingga Sabtu, 8 Januari lalu, rapat maraton digelar Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara bersama PLN. Seorang pejabat yang mengikuti rapat itu mengungkapkan, PLN mencatat masih perlu 5,5 juta ton agar PLTU batu bara aman dalam 15-20 hari kerja pada akhir Januari nanti.

Masalahnya, kendala tak hanya datang dari ketidakpastian pasokan, juga keterbatasan armada pengangkutan. Agar volume stok memenuhi standar keamanan 15-20 hari operasi, perlu 130 kapal dan 771 tongkang pengangkut batu bara. Sedangkan yang tersedia baru 112 kapal dan 560 tongkang. Agaknya masih perlu waktu lagi bagi pemerintah, PLN, dan pengusaha batu bara untuk menggelar pesta tahun baru yang tertunda.

AISHA SHAIDRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus