Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat disebut-sebut masih akan terus bertambah. Saat ini, Tim Khusus Polri tengah menelusuri kluster berikutnya dari para perwira polisi yang diduga merintangi pengusutan kematian Brigadir Yosua tersebut.
Enam orang pertama sudah ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan, yaitu kluster yang diduga menghilangkan, merusak, memindahkan, dan mentransmisikan rekaman video digital (DVR) kamera pengawas (CCTV) di lokasi kejadian. Mereka adalah mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo; mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Paminal) Propam, Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan; mantan Kepala Detasemen A Biro Paminal, Komisaris Besar Agus Nur Patria; Wakil Kepala Detasemen B Biro Paminal, Komisaris Besar Arif Rachman Arifin; mantan Kepala Sub-Bagian Pemeriksaan Bagian Penegak Etika Biro Pertanggungjawaban Profesi, Komisaris Baiquni Wibowo; serta mantan Kepala Sub-Bagian Audit Bagian Penegak Etika, Komisaris Chuck Putranto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan, mereka lebih dulu diperiksa Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri karena dugaan pelanggaran etik dalam penanganan kasus kematian Brigadir Yosua. Kemarin, Itwasum kembali memeriksa perwira menengah di Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam dugaan pelanggaran etik penanganan perkara pembunuhan Yosua. Terperiksa tersebut adalah Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo membenarkan adanya pemeriksaan Hengki tersebut. "Hanya memberikan keterangan," kata Dedi, Senin, 22 Agustus 2022.
Komisaris Besar Hengki Haryadi. Tempo/M Yusuf Manurung
Pemeriksaan Komisaris Besar Hengki Haryadi
Dedi mengatakan Hengki diperiksa dalam dugaan pelanggaran etik tanpa penahanan di tempat khusus. Hingga kemarin, lebih dari 80 personel Polri yang diperiksa Itwasum. Dari angka itu, 35 orang ditahan di tempat khusus.
Seorang perwira tinggi di Polri mengatakan Hengki diperiksa karena diduga ikut memanipulasi kronologi kematian Yosua melalui rekaman CCTV di lokasi kejadian. "Ia juga diduga mengkondisikan media," kata perwira tinggi Polri ini.
Hengki, yang dimintai konfirmasi, tak menjawab pertanyaan Tempo. Ia hanya membaca pesan Tempo yang dikirim ke telepon selulernya.
Selain memeriksa Hengki, Itwasum sudah lebih dulu memeriksa sejumlah perwira Polda Metro Jaya. Itwasum tercatat sudah memeriksa tujuh perwira menengah dan pertama Polda Metro Jaya. Pemeriksaan Itwasum dimulai pada awal Agustus lalu, menyusul penetapan tersangka kasus pembunuhan Yosua.
Yosua tewas dibunuh di rumah dinas Ferdy Sambo, di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Awalnya, kepolisian menyebutkan Yosua tewas akibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu, ajudan Ferdy. Belakangan, kepolisian meralat keterangan tersebut.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo, di Mabes Polri, Jakarta, 6 Agustus 2022. Tempo/Febri Angga Palguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim Khusus Polri memastikan tidak ada insiden baku tembak. Yosua justru tewas ditembak Ferdy Sambo dan anak buahnya. Ferdy Sambo lantas ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Yosua. Tersangka pembunuhan Yosua lainnya adalah Richard Eliezer; Brigadir Kepala Ricky Rizal, ajudan Ferdy; Kuat Ma'ruf, sopir Ferdy; dan Putri Candrawathi, istri Ferdy. Pembunuhan Yosua ini diduga berhubungan dengan insiden di rumah Ferdy di Mertoyudan, Magelang, Jawa Tengah, pada 4 Juli lalu.
Sumber Tempo yang mengetahui penyidikan di kepolisian menyebutkan Tim Khusus Polri tengah memperluas perkara merintangi penyidikan kasus pembunuhan Yosua ke personel kepolisian lainnya. Pengusutan perbuatan menghalangi penyidikan tersebut meluas ke dugaan memanipulasi hasil uji laboratorium forensik dan autopsi jenazah Yosua.
Mantan Kepala Pusat Laboratorium Forensik (Kapuslabfor) Bareskrim, Brigadir Jenderal Raden Agus Budhiarta, masuk dalam radar pengusutan tersebut. Agus Budhiarta diduga ikut merekayasa skenario pembunuhan Yosua. Dia diduga menguatkan adanya tembak-menembak di rumah dinas Ferdy Sambo antara Yosua dan Richard Eliezer. Insiden baku tembak tersebutlah yang kemudian dirilis Kepala Polres Jakarta Selatan saat itu, Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, ketika konferensi pers pada 12 Juli 2022.
Agus Budhiarta juga diduga menyetujui izin pistol milik Richard Eliezer, yaitu Glock-17, yang dimohonkan pada 8 Juli 2022. "Kapuslabfor ditempatkan khusus diduga karena surat izin pistol Glock-17, yang dipegang Bharada E, baru dibikin pada 8 Juli 2022 atau ketika korban sudah meninggal," kata sumber Tempo tersebut.
Selain itu, kata sumber ini, Agus Budhiarta diduga memanipulasi jumlah pistol di lokasi kejadian. Di lokasi kejadian disebut-sebut ditemukan delapan proyektil yang berasal dari Glock-17. Padahal peluru di magazine senjata milik Richard Eliezer tersisa 12 butir. Artinya, hanya lima proyektil yang dimuntahkan dari kapasitas 17 peluru pada magazine tersebut. "Diduga ada dua senjata Glock-17 yang digunakan. Ini yang ditengarai dimanipulasi," kata nara sumber tersebut.
Agus Budhiarta belum dapat dimintai konfirmasi soal ini. Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto maupun Direktur Reserse Tindak Pidana Umum Bareskrim Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi juga tak menjawab permintaan konfirmasi Tempo.
Adapun Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo belum mendapat informasi dari Itwasum mengenai peran Agus Budhiarta tersebut. Ia juga tak bersedia mengomentari luka pada tubuh Yosua, baik dari hasil autopsi pertama maupun autopsi ulang. "Yang punya kapasitas menjelaskan hasil autopsi adalah ahlinya di persidangan. Bukan kapasitas Polri bicara hasil autopsi," kata Dedi.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, menduga peran Agus Budhiarta cukup besar dalam upaya merekayasa kasus kematian Yosua. Sebab, Pusat Laboratorium Forensik yang berwenang memeriksa senjata api yang digunakan, uji balistik, metalurgi, sidik jari, dokumen, serta barang bukti elektronik, seperti audio, visual, dan ponsel. "Jika dia menerbitkan surat izin memegang pistol Glock-17 untuk Bharada E, berarti membuat surat yang isinya palsu,” kata Sugeng.
Ia menyebutkan, ada sejumlah lapisan yang diduga membantu Ferdy Sambo menutupi pembunuhan Brigadir Yosua. Lapisan pertama, yaitu enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan karena merusak dan menghilangkan barang bukti di lokasi kejadian. Lapisan kedua, personel di Pusat Laboratorium Forensik yang ikut merekayasa kasus Yosua seolah-olah bukan pembunuhan berencana. Lalu ketiga, para ahli yang menguatkan argumentasi penyidik mengenai insiden saling tembak.
AVIT HIDAYAT | EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo