Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BEKASI - Pembebasan lahan untuk depo light rail transit (LRT) masih menyisakan masalah. Sebanyak 22 warga Kampung Jatibulak Terbit, Kelurahan Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, mengajukan gugatan karena menolak nilai ganti rugi lahan yang ditawarkan pemerintah. Sidang perdana gugatan itu digelar kemarin di Pengadilan Negeri Cikarang. Namun majelis hakim menunda persidangan karena pihak-pihak tergugat tidak ada yang hadir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasanudin, salah satu penggugat, mengatakan pihak-pihak yang digugat adalah Kementerian Perhubungan, Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, PT Adhi Karya, dan Badan Pertanahan Nasional. "Mereka tidak ada yang hadir, jadi sidang ditunda sampai tanggal 20 November," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Nasanudin, pemerintah menawarkan harga Rp 3-6 juta per meter persegi dalam pembebasan lahan di Jatibulak Terbit yang akan digunakan untuk depo LRT. Warga menolak karena harga yang ditawarkan nilainya di bawah pasaran. "Permintaan kami logis, sesuai dengan harga pasaran dan prospek ke depan," kata pria yang menjabat Ketua RT 01 RW 27 Kelurahan Jatimulya ini. Dalam berkas gugatan, kata Nasanudin, warga meminta pengadilan menaikkan hingga 300 persen dari ketetapan konsinyasi.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil mengatakan pembebasan lahan untuk depo LRT trase Cawang-Bekasi Timur hampir selesai. "Sudah selesai semuanya. Tinggal menyelesaikan konsinyasi. Untuk pembebasan lahan, semua hampir kelar," ujarnya di kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Selasa lalu.
Sofyan menargetkan pembebasan lahan selesai pada November ini, sehingga kontraktor bisa segera mengebut pengerjaan konstruksi berupa depo, jalur, dan stasiun.
Kebutuhan lahan untuk depo LRT di Jatimulya mencapai 10 hektare. Empat hektare di antaranya adalah lahan negara yang dihuni 164 keluarga. Pembebasan 4 hektare lahan itu sudah diselesaikan karena warga menerima uang ganti rugi bangunan sebesar Rp 2,3-2,5 juta per meter persegi.
Sedangkan untuk membebaskan 6 hektare lahan, pemerintah menawarkan ganti rugi sebesar Rp 3-6 juta per meter persegi. Sebagian besar penghuni lahan menerima tawaran itu. Tinggal satu hektare lahan yang belum dibebaskan karena 22 keluarga yang tinggal di sana menolak angka yang ditawarkan. Mereka inilah yang kemudian mengajukan gugatan ke pengadilan.
Berdasarkan pengamatan Tempo, sebagian besar bangunan di Kampung Jatibulak Terbit yang terkena proyek LRT telah dikosongkan pemiliknya. Bahkan pekerja sudah membongkar bangunan-bangunan itu. "Yang dibongkar itu sudah mendapat ganti rugi," ujar Buyung, warga setempat. ADI WARSONO | FRANCISCA CHRISTY ROSANA | SUSENO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo