Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Silakan parkir, tapi di mana ?

Faktor kemacetan lalu lintas di jakarta juga disebabkan terbatasnya sarana parkir. prinsipnya semua kendaraan yang berhenti dan parkir di jalan mengganggu lalu lintas. (kt)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMBIL sebentar melupakan perbandingan antara panjang jalan dengan penambahan jumlah kendaraan orang berpaling ke soal bagaimana memarkir kendeaaan. Sebab panjang jalan yang memang tak panjang itu menjadi makin terasa sempit oleh kenderaan yang diparkir malang-melintang. Lihat saja. Jalan Gunung Sahari ke arah Senen cukup senggang. Tapi jika malam hari, pada saat bubaran bioskop Ramayana, dua jalur di muka bioskop itu--sepanjang lebih 100 meter--sudah terisi mobil parkir. Apa boleh buat. Lebih-lebih lagi di malam.Minggu, arus kendaraan dari Bina Ria akan macet di sana. Ini akibat luapan pemarkiran mobil yang tak tertampung di halaman parkir bioskop yang memang sempitnya bukan main. Begitu pula arus lalulintas dari arah Pintu Besar Selatan dan Pinangsia menuju jalan Hayam Wuruk, terutama pada jam sibuk selalu macet di muka pusat pertokoan Glodok Baru. Jalan cukup lebar, cuma sebagian sudah terisi mobil berhenti. Di pusat perdagangan yang sibuk ini tak ada kemungkinan memarkir kenderaan, selain melintang 90% di jalanan. Pusat perdagangan di Pasar Pagi, yang jalannya cuma muat dua mobil, separoh sudah tak berarti jalan lagi. Begitu juga kenderaan para penonton bioskop Jayakarta, Jalan Hayam Wuruk, terpaksa diparkir tiga lapis paralel dengan jalan di sana. Belum lagi di muka sekolah yang murid-muridnya banyak memakai kendaraan pribadi untuk antar jemput--seperti sekolah Cikini dan SMA IV & VII di depan stasiun Gambir. Akan hal ini Bambang Widjanarko, Direktur Utama PT Parkir Jaya, berkesimpulan: 90% kenderaan diparkir di sisi jalan. Artinya cuma sekian persen saja yang tertampung di halaman (taman) parkir khusus. Dan "pada prinsipnya semua kenderaan yang berhenti dan parkir di tepi jalan mengganggu kelancaran lalulintas", tulis Bambang Widjanarko ketika memberikan bahan pada Musyawarah Antar Kotapraja di Surabaya awal tahun lalu. Maka pada jalan-jalan tertentu dipasanglah tanda larangan berhenti & parkir. Sepanjang Kramat Raya, terutama di muka toko-toko onderdil mobil, menjadi daerah bebas parkir (artinya: dilarang parkir). Jalan itu kini longgar. Tapi ke mana perginya mobil-mobil pembelanja onderdil? Terpaksa jalan-jalan sempit yang masuk dari Kramat Raya bertambah sempit oleh mobil yang parkir di sana. "Mana bising lagi", keluh seorang penghuni rumah di jalan sempit itu. Memindahkan kemacetan dari jalan raya ke lorong-lorong sekitarnya? Betul. Tapi karena jalan sempit itu tidak begitu penting artinya bagi kelancaran lalulintas pada umumnya, "jadi pemindahan parkir itu tidak mengganggu--tidak terlalu mengganggu seperti sebelumnya", kata Putera Astaman, Kepala Polisi Lalulintas Jakarta. Tapi tidak dapat terus-terusan begitu. Apalagi jika cara pemarkirannya melintang 45% atau malah 90%. Paling tidak, sebelum menetapkan bebas parkir samasekali pada jalan tertentu, "parkir di sisi jalan harus sejajar dengan jalan", ujar Partomuan Harahap, Kepala DLLAJR DKI. Ini agar tidak menyita terlalu banyak jalan untuk jalur lalulintas hidup. Walaupun bagi juru parkir ini mungkin berarti kerugian. Sebab penghasilan mereka jadi berkurang. Tak apa. Mengusulkan bagaimana caranya melancarkan lalulintas, terutama yang disebabkan oleh cara parkir yang semrawut, berbagai fihak sependapat: memperbanyak tanda larangan parkir di jalan tertentu. Lalu untuk menampungnya, baik Pemerintah DKI maupun instansi lainnya, berpendapat, baik untuk memulai membuat tempat parkir khusus. Di samping sisi jalan tertentu yang masih mungkin untuk parkir sejajar, juga perlu tempat parkir khusus: gedung parkir dan taman parkir. Tahun 1973 Gubernur Ali Sadikin telah mengutus seregu peneliti, yang dipimpin oleh Bambang Widjanarko, untuk mencari pengetahuan tentang seluk beluk parkir di Singapura. Salah satu hasilnya, Bambang Widjanarko mengusulkan agar di Jakarta ini dibuat tempat-tempat parkir khusus. Di Singapura, katanya, yang menurut penelitian waktu itu jumlah kenderaannya tidak sampai 300 ribu buah, telah banyak fasilitas parkirnya. Dengan modal sekitar 2,5 juta dolar (1964), pemerintah telah mempunyai gedung parkir delapan tingkat. Lalulintas lancar dan ternyata ada keuntungan lain: dari gedung ini pemerintah memperoleh keuntungan lebih dari Rp 1 milyar setahun. Pengusaha swasta boleh ikut bekerja. Tahun itu ada 57 tempat parkir milik swasta. Parkir di sisi jalan banyak dilarang. Kalaupun di daerah tertentu yang mungkin pemarkir dibebani biaya parkir jam-jaman yang mahal. Pemilik toko besar, hotel, perkantoran dan bioskop, diwajibkan membangun tempat parkir sendiri. Pengusaha bioskop misalnya, harus menyediakan tempat parkir satu mobil untuk empat tempat duduk penonton yang tersedia. Semua ini di Singapura. Di kota singa ini juga sejak 1 tahun belakangan ditetapkan ketentuan: pada jam-jam sibuk mobil-mobil pribadi harus mengangkut 4 orang penumpang, tak boleh si tauke enak-enak sendirian. Tapi selain ketat mengatur jalur-jalur taksi -- yang tak boleh parkir itu -- Singapura dengan rajinnya menambah jumlah bis kota. Di Jakarta model begitu telah ada tapi masih jauh dari cukup. Misalnya Proyek Senen, Bioskop Jakarta dan beberapa gedung perkantoran. Tapi tempat padat seperti disebutkan di atas-- Jalan Hayam Wuruk, Glodok atau Pasar Baru -- "sedang difikirkan untuk dibuat tempat parkir khusus", kata Syariful Alam Kepala Humas DKI. Itu baru rencana, "belum sampai difikirkan bagaimana pelaksanaannya nanti". Cuma Putera Astaman berpesan: "Kalau di Pasar Baru, misalnya sudah dibuat tempat parkir khusus, harus dipaksakan kepada masyarakat agar tidak memarkir kendaraannya sekitar radius 1 kilometer. Kalau tidak, itu akan merugikan pengelola tempat parkir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus