SEKITAR 259 buah lukisan anak-anak--dari sanggar-sanggar
Dharmasanti, BPP-BPKKS, KPS, PIKKMI Rawamangun dan Yayasan
Pendidikan Seni Rupa Bandung -- merebut ruang pameran TIM
Jakarta 20-26 Mei yang lalu. Pada akhir pameran, di bawah
penilikan 3 pasang mata kepunyaan Zaini, Hanny Nayoan dan Toety
Nurhadi, dipilihlah 14 buah di antaranya untuk diberi
penghargaan. Sudah tentu yang keluar tidak perlu dianggap
sebagai jago-jago resmi--kecuali penampilan hasil selera para
pemilih yang mempunyai argumentasi-argumentasi khusus.
Abstrak
Warna-warna yang unik dan kesederhanaan dalam merumuskan bentuk.
sebagai akibat tak adanya beban kaidah-kaidah teknis maupun
artistik, menyebabkan hampir semua lukisan punya keistimewaan.
Terutama yang berasal dari Dharmasanti. Sanggar ini sangat kaya
dengan corak, objek dan warna. Di sini kita ketemukan lukisan
Yurine (7 tahun) dengan judul Pulang Bermain -- memperlihatkan
bayang beberapa anak-anak berlari dalam latar coklat. Dari
sanggar ini pula juri menetapkan penghargaan kepada Wiwin, Ardi
serta Hana -- untuk masing-masing lukisan yang berjudul Ayam
jago, anak ayam dan induknya mencari makan, Rumah-rumah tua dan
Menduduki kota.
Tiga dari 110 lukisan BPP-BPKKS: Krisan, Kristian dan Hadi,
mendapat penghargaan pula. Meskipun sanggar ini kelihatannya
hanya menonjol dalam kwantitas, toh lukisan Krisan yang hitam
legam menampilkan satu sosok sederhana pada bagian kiri tidak
hanya terasa spontan tetapi juga berbicara banyak dan dalam.
Efisiensi dan suasana dramatik yang beraroma misteri dari
lukisan ini mengejutkan. asil yang tak terduga dari seorang
anak kecil: suasana batin dan lingkungannya waktu berekspresi
betul-betul ikut mencuat. Dari sanggar ini ada juga lukisan Dewi
Nuhati (10 tahun) berjudul Rumah-rumah Irian, yang rupanya
luput dari perhatian juri. Juga lukisan berjudul Komposisi warna
dari Pia, berumur 4 tahun, yang merupakan spontanitas
mengherankan -- karena sulit membayangkan bagaimana anak itu
menghentikan ekspresinya tepat pada saat seorang pelukis abstrak
menghentikan juga memugar kanvasnya. Di depan kita terhidang
sebuah bidang-bidang dan segi empat serta garis-garis yang sadar
pada komposisi, mengemukakan sesuatu yang tidak emosionil tetapi
kontemplatif. Seorang wanita pembimbing sanggar Hanglekiu
menerangkan: itulah hasil pertama tatkala anak itu baru masuk
sanggar. Hasil selanjutnya menunjukkan gambar kapal-kapal selam
yang memperlihatkan selera warna yang baik -- tetapi tidak lagi
menampilkan kontemplasi, selain terbata-batanya seorang anak
menangkap bentuk.
Kenyataan Atau Anggapan
Kecurigaan bahwa semakin lanjut usia para pelukis muda ini,
semakin mereka berusaha menguasai bentuk dan kehilangan
ekspresi, masih tetap terbukti dalam pameran ini. Misalnya
hasil-hasil Yayasan Pendidikan Seni Rupa Bandung, yang
menampilkan 24 lukisan dari tangan anak usia 6-18 tahun. Mereka
mulai menjadi tukang tiru, tukang potret dan kadangkala juga
tukang hias -- sehingga yang terhidang bukan lagi kreativitas
tetapi kerajinan tangan. Para pembimbing rupanya faham hal ini.
Mereka selalu berusaha menjaga kemurnian ekspresi anak-anak itu
dengan cara sama sekali tidak campur tangan -- kecuali
menyediakan alat-alat. dan mencoba memberi suasana di tempat
mereka bekerja dengan berbagai reproduksi lukisan mancanegara
sebagai perbandingan. Tetapi memang rupanya, meskipun banyak
anak bisa melukis, tak semuanya akhirnya mampu jadi pelukis.
Tak heranlah hasil lengkap para juri justru berkisar pada
lukisan anak-anak yang paling muda: Ardi (7 tahun). Hans (11
tahun), Hadi (5 tahun), Denny (5 tahun), Mico (5 tahun), Erwin
M. Yoga (3 tahun). Sedang yang dianggap paling berhasil: Wiwin
(6 tahun), Kristian (7 tahun), Krisan (4 tahun), Oki (5 tahun)
Roy (3 tahun), Wendy D (6 tahun) Ivan Siregar (5 tahun) dan Dudi
(8 tahun). Berkata panitia: "Tujuan psikologis dan artistik
sukar dipisahkan". Mereka melaporkan, bahwa pada usia 3-6 tahun
perbedaan anak perempuan dan anak laki-laki tidak menyolok.
"Tapi makin meningkat usia, tampak keakraban anak perempuan
dengan lingkungan rumah dan alamiah dan kecenderungan dekoratif.
Pada anak-anak lelaki minat terhadap benda-benda teknologi lebih
nyata dan terasa gerak yang lebih ekspansif", tulis mereka
selanjutnya. Mudah-mudahan itu memang kenyataan dan bukan
anggapan.
Putu Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini