Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Makin Tua Makin Terbata

259 lukisan anak-anak dipamerkan di tim jakarta. 14 lukisan mendapat penghargaan. pelukis muda, semakin lanjut usianya, semakin berusaha menguasai bentuk, sehingga mereka mulai menjadi tukang tiru. (sr)

12 Juni 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKITAR 259 buah lukisan anak-anak--dari sanggar-sanggar Dharmasanti, BPP-BPKKS, KPS, PIKKMI Rawamangun dan Yayasan Pendidikan Seni Rupa Bandung -- merebut ruang pameran TIM Jakarta 20-26 Mei yang lalu. Pada akhir pameran, di bawah penilikan 3 pasang mata kepunyaan Zaini, Hanny Nayoan dan Toety Nurhadi, dipilihlah 14 buah di antaranya untuk diberi penghargaan. Sudah tentu yang keluar tidak perlu dianggap sebagai jago-jago resmi--kecuali penampilan hasil selera para pemilih yang mempunyai argumentasi-argumentasi khusus. Abstrak Warna-warna yang unik dan kesederhanaan dalam merumuskan bentuk. sebagai akibat tak adanya beban kaidah-kaidah teknis maupun artistik, menyebabkan hampir semua lukisan punya keistimewaan. Terutama yang berasal dari Dharmasanti. Sanggar ini sangat kaya dengan corak, objek dan warna. Di sini kita ketemukan lukisan Yurine (7 tahun) dengan judul Pulang Bermain -- memperlihatkan bayang beberapa anak-anak berlari dalam latar coklat. Dari sanggar ini pula juri menetapkan penghargaan kepada Wiwin, Ardi serta Hana -- untuk masing-masing lukisan yang berjudul Ayam jago, anak ayam dan induknya mencari makan, Rumah-rumah tua dan Menduduki kota. Tiga dari 110 lukisan BPP-BPKKS: Krisan, Kristian dan Hadi, mendapat penghargaan pula. Meskipun sanggar ini kelihatannya hanya menonjol dalam kwantitas, toh lukisan Krisan yang hitam legam menampilkan satu sosok sederhana pada bagian kiri tidak hanya terasa spontan tetapi juga berbicara banyak dan dalam. Efisiensi dan suasana dramatik yang beraroma misteri dari lukisan ini mengejutkan. asil yang tak terduga dari seorang anak kecil: suasana batin dan lingkungannya waktu berekspresi betul-betul ikut mencuat. Dari sanggar ini ada juga lukisan Dewi Nuhati (10 tahun) berjudul Rumah-rumah Irian, yang rupanya luput dari perhatian juri. Juga lukisan berjudul Komposisi warna dari Pia, berumur 4 tahun, yang merupakan spontanitas mengherankan -- karena sulit membayangkan bagaimana anak itu menghentikan ekspresinya tepat pada saat seorang pelukis abstrak menghentikan juga memugar kanvasnya. Di depan kita terhidang sebuah bidang-bidang dan segi empat serta garis-garis yang sadar pada komposisi, mengemukakan sesuatu yang tidak emosionil tetapi kontemplatif. Seorang wanita pembimbing sanggar Hanglekiu menerangkan: itulah hasil pertama tatkala anak itu baru masuk sanggar. Hasil selanjutnya menunjukkan gambar kapal-kapal selam yang memperlihatkan selera warna yang baik -- tetapi tidak lagi menampilkan kontemplasi, selain terbata-batanya seorang anak menangkap bentuk. Kenyataan Atau Anggapan Kecurigaan bahwa semakin lanjut usia para pelukis muda ini, semakin mereka berusaha menguasai bentuk dan kehilangan ekspresi, masih tetap terbukti dalam pameran ini. Misalnya hasil-hasil Yayasan Pendidikan Seni Rupa Bandung, yang menampilkan 24 lukisan dari tangan anak usia 6-18 tahun. Mereka mulai menjadi tukang tiru, tukang potret dan kadangkala juga tukang hias -- sehingga yang terhidang bukan lagi kreativitas tetapi kerajinan tangan. Para pembimbing rupanya faham hal ini. Mereka selalu berusaha menjaga kemurnian ekspresi anak-anak itu dengan cara sama sekali tidak campur tangan -- kecuali menyediakan alat-alat. dan mencoba memberi suasana di tempat mereka bekerja dengan berbagai reproduksi lukisan mancanegara sebagai perbandingan. Tetapi memang rupanya, meskipun banyak anak bisa melukis, tak semuanya akhirnya mampu jadi pelukis. Tak heranlah hasil lengkap para juri justru berkisar pada lukisan anak-anak yang paling muda: Ardi (7 tahun). Hans (11 tahun), Hadi (5 tahun), Denny (5 tahun), Mico (5 tahun), Erwin M. Yoga (3 tahun). Sedang yang dianggap paling berhasil: Wiwin (6 tahun), Kristian (7 tahun), Krisan (4 tahun), Oki (5 tahun) Roy (3 tahun), Wendy D (6 tahun) Ivan Siregar (5 tahun) dan Dudi (8 tahun). Berkata panitia: "Tujuan psikologis dan artistik sukar dipisahkan". Mereka melaporkan, bahwa pada usia 3-6 tahun perbedaan anak perempuan dan anak laki-laki tidak menyolok. "Tapi makin meningkat usia, tampak keakraban anak perempuan dengan lingkungan rumah dan alamiah dan kecenderungan dekoratif. Pada anak-anak lelaki minat terhadap benda-benda teknologi lebih nyata dan terasa gerak yang lebih ekspansif", tulis mereka selanjutnya. Mudah-mudahan itu memang kenyataan dan bukan anggapan. Putu Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus