Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Dibui akibat kriminalisasi dalam pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 tak membuat Basuki Tjahaja Purnama alergi terhadap dunia politik. Bekas Gubernur DKI itu disebut bakal merapat ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan setelah bebas dari hukuman di Mako Brimob, Kelapa Dua, Kota Depok, hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bagaimanapun Pak Ahok memiliki ikatan sejarah dan pengalaman bersama kami," kata Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristyanto kepada Tempo pada Selasa lalu di kantornya, Jalan Sutan Syahrir, Menteng, Jakarta Pusat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia menerangkan bahwa komunikasi tentang rencana Ahoknama sapaan Basukibergabung dengan partainya dilakukan melalui Djarot Saiful Hidayat, politikus partai banteng moncong putih yang pernah menjabat Wakil Gubernur Jakarta. Namun, Hasto merahasiakan kapan Basuki akan bergabung, termasuk penugasan yang akan diberikan.
Menurut Hasto, Basuki bisa menjadi kader partainya selama berkomitmen menerima Pancasila sebagai ideologi. Dia tak mempermasalahkan kasus penistaan agama yang dituduhkan kepada Basuki sehingga dia dipenjara. Hasto justru menilai, ketika menjabat Gubernur DKI, kebijakan Ahok sangat membantu masyarakat. "Kami menyayangkan beberapa kebijakan Ahok yang bagus malah tidak dilaksanakan lagi sekarang."
Politikus senior PDIP, Djarot Saiful Hidayat, membenarkan Basuki ingin bergabung dengan PDIP. Menurut Djarot, Basuki menganggap partainya setia kepada Pancasila. Bahkan, Basuki menyatakan siap membantu meski menolak menjadi pengurus partai. "Kalau masuk partai, dia milih PDIP," ucapnya, kemarin, dalam acara ulang tahun Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Hotel Grand Sahid Jaya.
Djarot pun mengungkapkan persinggungan Ahok dengan PDIP terjadi sejak dia menjabat Bupati Belitung Timur pada 2005-2010. Ketika itu, Basuki yang masih kader Partai Golkar ditawari bergabung dengan PDIP oleh Taufiq Kiemas, suami Megawati.
Pengacara Basuki, Teguh Samudera, menuturkan bahwa kliennya memang diajak bergabung menjadi pengurus pusat PDIP. Tawaran serupa juga datang dari partai lain. "Pak Ahok memang dekat dengan Ibu Megawati, tapi biar beliau yang menyampaikan langsung," ujarnya.
Kedekatan PDIP dengan Basuki makin terlihat menjelang pilkada DKI 2017. Basuki pernah mendampingi Joko Widodo sebagai Wakil Gubernur DKI pada 2012-2014. Dia lantas menjabat gubernur setelah Jokowi menang pilpres 2014.
Basuki pun diajukan oleh partai tersebut sebagai calon gubernur dalam pilkada DKI 2017 bersama Djarot Saiful Hidayat. Tapi, sebelum Megawati meneken surat rekomendasi pencalonan untuk Basuki-Djarot, suasana di internal PDIP seperti mendidih.
Mayoritas kader partai kala itu tak menghendaki Ahok dicalonkan. Dia tak disukai karena dianggap melecehkan partai lantaran sebelumnya ia gembar-gembor berencana maju lewat jalur independen. Ahok juga tegas menyatakan ogah menjadi kader PDIP.
Sejumlah petinggi PDIP DKI pun terang-terangan menolak Basuki sekaligus menghimpun kekuatan. Alih-alih mengakomodasi suara arus bawah, Megawati justru makin mantap mencalonkan Basuki-Djarot. Perjuangan atas kesetaraan dan menolak diskriminasi rasial menjadi salah satu alasan penunjukan Ahok.
Hingga tadi malam, tak ada aktivitas persiapan penyambutan di halaman rumah Basuki di Perumahan Pantai Mutiara Blok J Nomor 39, Jakarta Utara. Hanya ada dua lelaki yang duduk di kursi pos jaga di depan rumah. Menurut Komandan Regu Security Perumahan Pantai Mutiara, Putut Harianto, rumah itu ditempati Basuki sejak menjabat Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Suasana di sekitar Mako Brimob, Kelapa Dua, pun sama. Hanya ada lima pendukung Basuki atau Ahokers di sekitar Mako Brimob, kemarin sore. Mereka mengenakan pakaian kotak-kotak khas Jokowi-Ahok tatkala pilkada DKI 2012.
"Kami tak akan mengganggu ketertiban umum," ujar Yudho Wibowo, salah satu Ahokers. JOBPIE SUGIHARTO | FRISKI RIANA | M. YUSUF MANURUNG | IRSYAN HASYIM | LINDA HAIRANI
Jalan Berliku Putra Belitung
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo