Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rasa penasaran menjadi alasan utama Indah Suci Lorian melancong sendirian ke India.
Mira Sabe melakukan solo traveling karena sulit mencocokkan waktu dengan teman.
Suka-duka Asyana Eka Putri melancong solo sejak usia remaja.
IMPIAN Indah Suci Lorian melakukan perjalanan solo ke India akhirnya terwujud. Sembari membawa ransel dengan berat belasan kilogram dan mengenakan jaket tebal berkelir kuning, mahasiswi 23 tahun itu menjelajahi area utara India sejak 18 Januari 2024. Kasol, sebuah wilayah di dataran Himalaya, menjadi titik awal penjelajahan solonya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari New Delhi, ia menempuh perjalanan dengan bus selama 13 jam. Di Kasol, Lorian mengunjungi Tosh, desa kecil di Lembah Parvati yang terkenal akan keindahan alamnya. Lewat video yang dibagikan di akun Instagram-nya, kreator konten dengan 138 ribu pengikut itu tampak semringah bermain salju. “Aku mau lihat langsung dan ngasih tahu bahwa di India ada salju,” kata Lorian kepada Tempo, 5 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama ini Lorian mengira India adalah negara yang panas. Anggapan itu terbantahkan setelah ia menyusuri area utara negara yang memiliki populasi lebih dari 1 miliar penduduk tersebut. Dengan suhu di bawah nol derajat Celsius, Lorian menjajal bermain ski di lereng bersalju. Menurut dia, meski olahraga ini terkesan mahal, biaya sewa alat-alat ski di India justru murah. Tarifnya Rp 60-80 ribu.
Selain mengunjungi Kasol, tepat di pekan ketiganya di India, Lorian mendatangi Kashmir. Tak hanya lewat pemandangan alam, ia juga menikmati India melalui sajian kuliner negeri itu. Walau banyak video berseliweran tentang jajanan India yang terkesan jorok, Lorian tanpa ragu mencicipinya. Makanan jalanan India yang ia coba adalah pani puri dan jhalmuri. Kedua penganan itu diolah langsung dengan tangan telanjang penjualnya.
Lorian menuturkan, ia datang ke India karena terdorong rasa penasaran. Di media sosial, ia banyak menemukan potongan video yang menggambarkan kebiasaan warga lokal, terutama penjaja street food yang tidak memperhatikan kebersihan saat menyajikan makanan. Karena itu, ia ingin mencari sisi lain India yang tak banyak orang ketahui. “Di negara sebesar ini benar ada yang seperti itu, tapi banyak juga yang bagusnya,” ucap perempuan asal Lampung tersebut.
Indah Suci Lorian di Stasiun Sarai Rohilla, New Delhi, India. Dok.Pribadi
Rasa penasaran pula yang menjadi alasan utama Lorian melancong sendirian ke Wuhan, Cina, pada akhir 2023. Kota ini menjadi sorotan dunia karena menjadi lokasi pertama kemunculan virus corona penyebab Covid-19. Lewat video yang diunggahnya, Lorian menunjukkan keseruan pengalamannya naik kereta gantung tanpa masinis.
Sudah setahun belakangan Lorian melakukan perjalanan solo sambil membuat konten. Awalnya ia jenuh menjalani kehidupan kuliah di Yogyakarta yang lebih banyak dihabiskan di kos karena pandemi. Ia juga seperti kehilangan arah lantaran memikirkan masa depan.
Di tengah kegundahan itu, mahasiswi salah satu kampus swasta di Yogyakarta ini memutuskan melakukan perjalanan hemat ke Bali. Bepergian sendiri dan bertemu dengan warga negara asing, ia seperti memasuki dunia baru. Ia baru tahu bahwa para wisatawan mancanegara itu tak sekadar berlibur dua-tiga minggu. “Ada yang enam bulan, setahun. Jiwa traveling banget,” ujarnya.
Lorian pun termotivasi melakukan hal serupa. Ia makin yakin akan pilihan hidupnya setelah mengalami satu momen menegangkan ketika berada di Pantai Kelingking, Nusa Penida, Bali. Saat itu ia berada di antara hidup dan mati lantaran akses naik yang cukup terjal. Di titik ini, Lorian sadar bahwa ia sayang kepada dirinya. Sejak saat itu, ia bertekad melakukan perjalanan solo untuk memahami diri sendiri. “Jadi perjalanan spiritual juga sih kayaknya.”
Jalan mewujudkan mimpi itu tak mulus. Lorian terhambat kendala biaya. Sejak kecil ia hidup terpisah dari orang tuanya. Ayahnya berada di Lampung bersama keluarga barunya, sementara ibunya bekerja di Cina dan sudah belasan tahun tidak pulang ke Indonesia.
Mau tidak mau Lorian pun harus bekerja. Ia menjalani berbagai pekerjaan, dari berdagang jajanan ceker mercon, menjadi master of ceremony, hingga memoderatori kelas-kelas pelatihan dengan upah Rp 100-150 ribu. Ia juga cukup rajin membuat konten di TikTok hingga bisa mendatangkan penawaran endorsement dari pelbagai jenama.
Kontennya cukup unik. Sementara banyak video viral tentang flexing atau pamer harta, Lorian justru memamerkan hidup hemat. Misalnya, sehari ia hanya menghabiskan Rp 5.000 atau makan ikan asin yang dibelah dua. Di tiap episode, ia menyisipkan iklan dari jenama yang bekerja sama. Penghasilan dari endorsement itu ia tabung untuk membiayai perjalanannya.
Indah Suci Lorian. Dok. Pribadi
Setelah terkumpul uang sekitar Rp 17 juta, Lorian menyiapkan rencana bepergian solo ke lima negara di Asia Tenggara selama 40 hari pada Januari 2023, yaitu Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Kamboja. Singapura menjadi titik awal perjalanan karena harga tiket yang terjangkau dan direkomendasikan komunitas backpacker bagi pemula.
Lorian tak banyak singgah ke tempat wisata. Ia justru lebih sering berinteraksi dengan penduduk lokal, bertamu ke rumah mereka, dan masak-masak bersama. Bahkan, saat melancong ke India, dia beberapa kali diundang ke pesta ulang tahun dan pernikahan oleh warga lokal yang baru ia kenal.
Meski menjelajah sendirian, Lorian mengaku tak begitu merasa kesepian. Ia biasanya mencari kenalan melalui aplikasi Couchsurfing. Ia menggunakan fitur Hangouts untuk mencari teman nongkrong. Ia lalu akan menyepakati pertemuan di suatu tempat. Terkadang teman baru juga ia dapatkan dari saling sapa di warung makan. “Dari cuma duduk di samping jadi ngobrol,” tuturnya.
Sepulang dari lima negara di Asia Tenggara, Lorian mengunggah dokumentasi perjalanannya di media sosial. Tak dinyana, popularitas video-videonya meledak. Jumlah pengikutnya terus bertambah hingga kini mencapai 138 ribu. Berbagai tawaran kerja sama dari jenama hingga instansi pemerintah pun masuk. Penghasilannya sebagai kreator konten dapat mencukupi kebutuhannya dan membiayai perjalanan solo berikutnya, antara lain ke Korea Selatan, Cina, dan India.
Bagi Lorian, perjalanan solo membuatnya menjadi pribadi yang lebih berani dan cermat memilih teman. Karena cukup sering berkenalan spontan dengan orang asing, ia mengaku instingnya terasah untuk mengetahui mana yang bisa dijadikan teman. Khususnya bagi perempuan, ada saja laki-laki yang mengajak berkenalan karena ingin berkencan. Untuk menjaga diri, Lorian selalu berupaya dalam keadaan sadar ketika bersosialisasi dengan orang asing. Ketika minum minuman beralkohol, misalnya, ia akan membatasi diri agar tidak sampai mabuk.
Kendala sebagai pelancong solo perempuan juga ia alami ketika melancong ke India. Ia merasakan kesenjangan ketika berada di dalam sarana transportasi publik yang dominan diisi kaum pria. “Di India aku enggak se-friendly itu. Jadi tergantung tempat juga, ya. Aku enggak menjawab semua orang yang ngajak ngobrol aku,” ucapnya.
•••
SOLO trip atau solo traveling alias perjalanan solo adalah kegiatan bepergian yang dilakukan sendirian. Perjalanan ini umumnya tidak mengandalkan pemandu, tapi berbekal riset. Pelakunya—populer disebut solo traveler—akan mempersiapkan rencana perjalanan dengan matang, dari mengumpulkan informasi tentang tempat yang dituju; mengatur transportasi, makanan, dan bujet; hingga memastikan perlengkapan yang harus dibawa.
Beberapa tahun terakhir, tren melancong sendirian ini meningkat signifikan di kalangan perempuan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Menurut hasil riset Inayah Hidayati, peneliti mobilitas penduduk di Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional, yang dipublikasikan The Conversation Indonesia, ada beragam motivasi yang mendorong mereka melakukan perjalanan sendirian.
Motivasi mereka antara lain demi pertumbuhan pribadi dan profesional, keinginan mempelajari budaya, keinginan mandiri, hingga sarana penyembuhan diri. Terbukanya akses informasi, pertumbuhan ekonomi, dan perkembangan teknologi informasi pun memperluas wawasan dan membangkitkan hasrat perempuan untuk meraih pengalaman baru di luar negeri.
Selain itu, perkembangan media sosial membuka peluang bagi perempuan Indonesia untuk menjelajahi dunia secara mandiri. Boleh dibilang Instagram dan media sosial lain menjadi pendorong dan menginspirasi lebih banyak perempuan untuk berani melakukan perjalanan solo.
Mira Sabe saat melancong ke Doca dos Pescadores, Macau, 29 Desember 2023. Dok.Pribadi
Hal itu pula yang dialami Mira Sabe, 27 tahun. Konten-kontennya saat melancong ke berbagai negara yang ia unggah di akun Instagram-nya menggugah temannya untuk turut melakukan perjalanan. Mira dan temannya akhirnya berlibur bersama ke Bali.
Mira bercerita, ia memutuskan mulai melakukan perjalanan solo karena sulit mencocokkan waktu dengan temannya. Setelah mengumpulkan sejumlah informasi, ia nekat bepergian sendiri ke Singapura. “Untuk awal, saya cek semua, negara ini teraman untuk perjalanan,” kata Mira kepada Tempo melalui aplikasi pertemuan, 6 Februari 2024.
Perasaan senang, deg-degan, dan takjub bercampur menjadi satu. Jadilah pengalaman perdana melancong solo itu perjalanan yang menyenangkan bagi Mira. Ia kemudian membagikan pengalamannya itu di akun media sosialnya hingga membuat salah satu temannya tertarik.
Sebulan setelah menjelajahi Singapura, Mira melakukan perjalanan solo keduanya. Tujuannya adalah Malaysia. “Sewaktu ke Ipoh dan Kuala Lumpur, ternyata seru,” ujar perempuan yang mulai melancong solo pada 2023 ini. Sejak dari Malaysia, ia pun ketagihan melakukan solo traveling.
Bekerja sebagai guru di sebuah taman kanak-kanak swasta di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, Mira bisa cukup leluasa mengatur rencana perjalanan solonya ke luar negeri. Biasanya ia mengambil waktu di akhir pekan untuk perjalanan pendek atau masa liburan sekolah buat perjalanan yang agak panjang.
Untuk membiayai perjalanan, Mira menyisihkan sebagian gajinya. Ia mengumpulkan uang secara bertahap untuk membayar tiket, akomodasi, transportasi lokal, makanan, hingga sekadar membeli oleh-oleh. “Bulan ini beli tiket berangkat dulu, bulan berikutnya atau kalau lagi ada rezeki beli tiket pulang,” tuturnya. Cara ini, menurut Mira, lebih hemat ketimbang langsung membeli tiket pulang-pergi.
Biasanya ia mencari harga tiket termurah di beberapa aplikasi tiket dan hostel jauh-jauh hari untuk menyesuaikan perjalanan dengan waktu liburnya. Ia pun paham risiko harga tiket yang tinggi saat masa libur tiba. Ia mengakui biaya tiket pesawatlah yang paling memakan bujet melancongnya.
Mira Sabe bersama teman-teman dari Korea Selatan di Cat Cat Village, Vietnam, 22 Desember 2023. Dok.Pribadi
Ihwal tempat bermalam, Mira merasa lebih nyaman tinggal di hostel ketimbang di hotel. Di hostel, ia bisa mendapatkan harga lebih murah, bertemu dengan banyak pelancong lain, serta beroleh teman baru dan berjejaring. Biasanya ia mencari hostel yang bersih dan aman dengan kapasitas maksimal delapan orang.
Di hostel pula ia bisa mendapatkan banyak cerita, informasi, dan pengalaman baru dari sesama pelancong. “Saya pilih hostel juga karena dasarnya saya takut kalau tidur sendiri di hotel,” ucapnya.
Sejak memulai perjalanan solo, Mira telah menjelajahi delapan negara, antara lain Singapura, Malaysia, Vietnam, Korea Selatan, Hong Kong, dan Makau. Ia memanfaatkan kesempatan berkunjung ke negara bebas visa di Asia untuk menghemat biaya.
Mira menyebut Pulau Jeju di Korea Selatan sebagai tujuan favoritnya karena di sini ia mendapat pengalaman pertamanya menikmati salju. Di bawahnya ada Hong Kong dan Makau. Tahun ini ia berencana bepergian sendiri ke Jepang, Laos, Kamboja, Cina, dan Australia.
Ada banyak suka-duka melancong sendirian yang Mira alami. Pengalaman dukanya antara lain tak ada yang membantunya mengangkat koper ke sana-kemari. Hal ini menyulitkan terutama ketika ia berada di area stasiun yang mengharuskannya naik-turun tangga. Dia juga pernah nyaris menyantap makanan nonhalal gara-gara tidak mengecek ulang. Adapun hal yang menyenangkan di antaranya Mira bisa menikmati keseruan berjumpa dengan banyak teman baru sesama pelancong.
•••
KISAH Asyana Eka Putri, 26 tahun, lain lagi. Ia justru melakukan perjalanan solo pertamanya di dalam negeri, yaitu ke Bandung ketika ia duduk di kelas I sekolah menengah atas. Asyana melancong sendirian di usia remaja lantaran banyak temannya yang tak bisa pergi karena tak mendapat izin orang tua mereka.
Menurut Asyana, budaya Indonesia memang tidak membiasakan anak perempuan pergi sendirian. “Jadi kadang orang tua khawatir dan ini jadi kendala teman-teman cewek kalau mau traveling ke luar negeri sendirian,” kata pendiri komunitas pelancong perempuan Wanderella tersebut.
Asyana bisa mendapatkan kepercayaan orang tuanya dengan membiayai sendiri perjalanannya. Perempuan asal Yogyakarta ini mengumpulkan uang dari bisnis online yang dirintisnya semasa sekolah. Ia menjual barang-barang kerajinan kulit yang mudah ditemukan di kota tempat tinggalnya. “Aku jualin online di marketplace,” ujarnya. Setelah mendatangi Bandung, ia menjajal solo traveling ke Bali.
Asyana Eka Putri, berada di Osaka, Jepang, 2023. Dok pribadi
Perjalanan solo Asyana ke Bandung dan Bali itu hanyalah permulaan. Ketika kuliah di Prancis pada 2016, ia memberanikan diri melancong sendirian ke sejumlah negara Eropa terdekat, seperti Belanda, Belgia, dan Jerman.
Begitu masuk ke dunia kerja, Asyana makin leluasa melakukan perjalanan solo. Profesinya sebagai manajer pemasaran digital untuk perusahaan di luar negeri yang bisa bekerja secara remote memungkinkan ia berkeliling dunia setidaknya sekali dalam setahun.
Negara di Eropa Tengah dan Eropa Timur menjadi targetnya. Asyana mengaku penasaran karena kunjungan wisatawan ke wilayah tersebut tak seramai di kawasan barat. Terlebih Eropa Tengah dan Eropa Timur kaya akan budaya. Hal ini tentu sejalan dengan tujuan utama perjalanan Asyana, yaitu mengenal budaya baru.
Tahun lalu, Asyana melakukan perjalanan solo mengelilingi Eropa selama tiga pekan. Ia mencari penerbangan termurah lewat Google Flight. Asyana berkunjung ke Cek, Hungaria, Polandia, Kroasia, Slovakia, dan Slovenia. Lalu ia melanjutkan perjalanan ke Swiss, Austria, Prancis, Belanda, dan Belgia.
Asyana menjelajahi semua negara itu dengan bus demi menekan bujet. “Tidur juga di bus. Jadi saat itu full perjalanan darat,” tutur perempuan yang tengah melancong sendirian ke Osaka, Jepang, tersebut.
Selain tidur di bus selama perjalanan, Asyana menginap di hostel yang direkomendasikan para pelancong. Pilihan lain adalah mencari penginapan melalui Couchsurfing.
Tidak hanya untuk beristirahat, hostel juga menjadi tempat ia bersosialisasi. Asyana kerap bertemu dengan sesama solo traveler. Bahkan mereka kerap bepergian bersama, seperti ke pantai.
Cara lain Asyana mendapatkan teman adalah mengikuti walking tour. Kegiatan tur wisata dengan berjalan kaki ini sering Asyana lakukan untuk mempelajari budaya di negara tujuan. Salah satu penyedia jasa tur tersebut yang sering ia ikuti adalah Guruwalk.
“Biasanya satu rombongan bakal jadi teman,” katanya. “Kami bisa ngobrol, bertanya-jawab, dan berinteraksi. Selepas walking tour, bisa makan, jalan bareng.”
Sayangnya, meski Asyana bisa berkenalan dengan banyak orang selama perjalanan, waktu kebersamaan mereka sangat singkat. Memang, Asyana menuturkan, tidak enaknya menjadi solo traveler adalah jarang memiliki hubungan pertemanan jangka panjang di satu tempat. Agar tetap terhubung, ia dan kenalannya saling mengikuti akun media sosial.
Setelah menjelajahi lebih dari 20 negara, Asyana sadar bahwa ia memiliki misi menemukan diri sendiri. Beberapa kali bertemu dengan warga lokal dan sesama pelancong, ia menilai diri sendiri merupakan rumah ternyaman dan teraman.
“Jadi mau di mana pun kita, selama enggak kehilangan diri sendiri, kita pasti bakal terus kembali, bakal punya teman terbaik dan enggak takut kesepian atau sendirian,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Dian Yuliastuti berkontribusi dalam penulisan laporan ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Penjelajahan Pelancong Solo Perempuan"