Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDANG paripurna terakhir Dewan Perwakilan Rakyat pada 6 Februari 2024 memastikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana kembali mandek. Padahal sejumlah pihak sudah mendesak rancangan undang-undang ini disahkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUU Perampasan Aset juga termasuk salah satu poin visi dan misi para calon presiden dan wakil presiden. Kini nasibnya akan ditentukan oleh anggota DPR periode baru. Padahal Senayan telah menerima surat presiden tentang RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini penjelasan Direktur Hukum dan Regulasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Fithriadi Muslim tentang pentingnya rancangan undang-undang tersebut untuk segera disahkan kepada wartawan Tempo, Lani Diana dan Fajar Pebrianto, di kantornya pada 7 Februari 2024.
Bagaimana Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset akan memperkuat upaya pemberantasan korupsi?
RUU ini akan memperkuat rezim anti-pencucian uang karena kerja PPATK mengenai penyusunan aset akan ditopang perangkat hukum yang memadai. Jika yang ditemukan oleh PPATK adalah asetnya, aset itu juga bisa langsung dipersoalkan. Tidak selalu harus mengaitkan dengan pidananya.
Sebelum ada RUU ini, apa yang bisa dilakukan penegak hukum?
Saat ini kita memiliki instrumen yang sangat terbatas untuk bisa merampas aset. Hanya terbatas pada uang yang ada dalam rekening bank. Sebab, syarat untuk mempersoalkan aset tersebut adalah adanya berita acara penghentian sementara transaksi yang dilakukan oleh PPATK.
Bagaimana modus pelaku agar hartanya tak terlacak?
Umumnya pelaku segera mengubah aset tersebut melalui praktik pencucian uang. Misalnya dengan ditransfer ke rekening lain ataupun dengan mengubah atau membeli properti dan barang-barang mewah.
Bagaimana tindakan penegak hukum saat mengetahui pencucian uang itu?
Sekarang aparat kita tidak punya opsi merampas aset tanpa memidanakan pelaku. Jadi, tatkala PPATK menyampaikan hasil analisis pemeriksaannya, mungkin saja tindak lanjutnya minim. Sebab, mereka memang sulit menemukan indikasi tindak pidananya dari laporan PPATK.
Artinya, RUU ini justru bisa memperkuat temuan PPATK?
Iya, betul. Jadi ada opsi lain, tidak hanya memidanakan orang dan menyita asetnya, tapi juga langsung berfokus merampas aset. Ini sebenarnya juga melindungi masyarakat dari pihak yang berusaha “pokoknya harus dipidana” menjadi dipaksakan proses pemidanaannya.
Mengapa RUU Perampasan Aset sangat penting?
Yang penting dari RUU ini adalah mempertegas status aset. Jadi sekarang banyak aset yang disita tapi kita tidak punya dokumennya untuk menyatakan ini milik negara.
Apa dampaknya jika RUU ini tidak segera disahkan?
Pertama, dari sisi penegakan jadi tidak terlalu kuat. Kedua, kalau kaitannya dengan FATF (Financial Action Task Force), beberapa rekomendasinya meminta negara-negara punya mekanisme untuk merampas aset seluas-luasnya. Jangan sampai nanti ini terus menjadi defisiensi karena kita tidak bisa memenuhi rekomendasi tersebut.
Sekarang pembahasan RUU Perampasan Aset dipastikan mandek. Apa yang akan dilakukan PPATK agar RUU ini
mendapat perhatian DPR?
Kayaknya kami sudah berusaha maksimal. Kami berharap diskusi di DPR bisa memperkaya pemahaman aset ini. Kalau ada yang kurang, diperbaiki atau ditambah, tapi kalau bisa jangan digantung tidak jelas.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Saat Ini Aturan Merampas Aset Terbatas"