Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Stasiun Paduan Era Kolonial dan Modern 

MRT Jakarta mengklaim melibatkan arkeolog dalam pembangunan jalur kereta fase 2A. Pembangunan Stasiun Kota juga akan tetap merawat peninggalan sejarah dan nuansa kuno di kawasan bekas Kota Batavia tersebut.

28 April 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Proyek MRT Fase II di salah satu cagar budaya Tugu Jam Thamrin, Jakarta, 2021. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • MRT menemukan sejumlah benda bersejarah selama pembangunan fase 2A.

  • Pembangunan Stasiun Kota akan memadukan unsur kuno era kolonial dengan unsur modern.

  • MRT akan menampilkan semua benda sejarah yang ditemukan selama pembangunan.

JAKARTA – PT Mass Rapid Transit atau MRT Jakarta memastikan proyek pembangunan jalur dan stasiun kereta Ratangga di kawasan Stasiun Kota Tua tak akan merusak peninggalan sejarah dan cagar budaya. Pembangunan stasiun dengan desain bertema Dwara Batavia atau Gerbang Batavia ini justru akan mengusung perpaduan antara unsur era kolonial dan modern.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pembangunannya tentu sangat hati-hati. Namun, bisa dikatakan, stasiun ini akan menjadi satu-satunya yang memperkuat pengalaman penumpang dekat dengan sejarah," kata Direktur Utama MRT Jakarta, William Sabandar, di kawasan M Bloc Space, kemarin, 27 April.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, MRT Jakarta memang melibatkan masyarakat dalam pembuatan desain Stasiun Kota. Sayembara ini kemudian dimenangi Team Under Labo, Architecture and Design Bandung, yang mengusung tema Dwara Batavia. Sebagian besar konstruksi stasiun akan mengadaptasi salah satu bentuk ikonis Stasiun Beos, yaitu lengkungan pada bagian atap dan interior lainnya.

Stasiun Kota masuk dalam contract package (CP) 203, yang dikerjakan perusahaan kontraktor Sumitomo Mitsui Construction Company-PT Hutama Karya Joint Operation. Paket proyek ini juga bertanggung jawab atas pembangunan tunnel dan stasiun di sepanjang Mangga Besar hingga Kota Tua. Hingga saat ini, pembangunan paket tersebut sudah 9,49 persen.

Menurut William, perusahaannya telah meminta perusahaan kontraktor berhati-hati dalam pengerjaan CP 203. MRT Jakarta juga mengklaim telah melibatkan tim arkeolog dalam pengerjaan proyek pembangunan fase 2A, Bundaran HI-Kota. Proyek sepanjang 5,8 kilometer ini memang melewati sejumlah kawasan cagar budaya dan benda sejarah. Salah satu bukti peran para arkeolog adalah proses penggalian dan pemindahan rel trem tua saat pengerjaan CP 203. Jalur kereta ini diduga merupakan hasil pembangunan pada era penjajahan Belanda sekitar 1869-1871.

Proyek MRT fase 2 di salah satu cagar budaya Tugu Jam Thamrin, Jakarta, 2021. TEMPO/Subekti

Selain memindahkan rel trem, badan usaha milik daerah Jakarta ini telah mengumpulkan sejumlah benda sejarah dalam proses penggalian dan pembangunan jalur kereta di fase 2A. Beberapa barang temuan yang sempat disampaikan antara lain potongan tulang dan gigi binatang, fragmen keramik, peluru, dan koin. Bersama arkeolog dan tim cagar budaya, MRT berencana menampilkan semua temuan benda bersejarah itu kepada masyarakat.

William mengklaim, selain tetap menjaga peninggalan sejarah, pembangunan Stasiun Kota akan merawat nuansa klasik di kawasan yang dulunya bernama Batavia tersebut. Salah satunya melalui pembangunan jalur pedestrian di sekitar Plaza Beos, yang bisa menuntun penumpang mengunjungi kawasan pecinan di Kota Tua.

Wakil Ketua Tim Cagar Budaya Jakarta, Husnison Nizar, juga membenarkan adanya pelibatan arkeolog dalam pembangunan infrastruktur di Jakarta. Salah satunya adalah pembangunan jaringan transportasi melalui jalur kereta MRT pada fase 2A. Menurut Husnison, pemerintah provinsi sejak awal menyadari adanya potensi persinggungan antara pembangunan fisik dan peninggalan sejarah.

"Sekarang, pada setiap pembangunan, arkeolog maju lebih dulu untuk memeriksa dan mendeteksi (peninggalan sejarah). Kalau dulu, pembangunan main hajar saja sehingga merusak benda bersejarah," kata Husnison.

Ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai pemprov dan MRT Jakarta harus berhati-hati dalam pembangunan jalur dan stasiun Ratangga di kawasan cagar budaya. Menurut dia, keduanya harus memastikan bahwa proyek fase 2A memang telah mendapat izin untuk mengubah kawasan Kota Tua.

Nirwono menilai ada potensi nilai sejarah dari keaslian dan interior bangunan di kawasan tersebut justru hilang atau turun setelah pembangunan stasiun MRT Jakarta. "Bagaimana pemerintah seharusnya menjaga unsur histori dan kuno pada bangunan-bangunan di kawasan ini?" ujar Nirwono.

FRANSISCO ROSARIANS
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus