Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Tanjungpinang menggandeng pesantren untuk merehabilitasi pencandu narkotik.
Ada blok khusus yang dihuni narapidana pilihan.
Lokasi penjara yang terisolasi tak menghalangi pihak luar membantu program rehabilitasi.
LANTUNAN Surat Al-Fatihah bersahutan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada Senin, 3 Mei lalu. Malam itu, puluhan narapidana tengah mendirikan salat tarawih. “Sepanjang Ramadan, umumnya kami salat tarawih di kamar masing-masing,” kata seorang narapidana, Ari A. Kurniawan, 38 tahun, seusai sembahyang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapasitas Masjid Baitul Maghfirah di dalam kompleks penjara tak cukup menampung semua narapidana muslim. LP Tanjungpinang dihuni 921 orang. Mayoritas beragama Islam. Sementara itu, masjid hanya berkapasitas 150 orang. Ruangan menjadi kian terbatas karena sipir menerapkan protokol kesehatan demi mencegah penyebaran Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun pembatasan itu tak menyurutkan semangat para napi menunaikan salat. Khususnya penghuni Blok Pondok Pesantren Darut Taubah atau biasa disebut Blok Santri. Secara mandiri, mereka berbagi tugas di dalam sel. Ada yang berperan menjadi imam, bilal, hingga pemberi tausiah. Tiap kelompok berjumlah lima-sepuluh orang. Seusai tarawih, mereka melanjutkan ibadah dengan tadarusan.
Ari Kurniawan diangkat menjadi Kepala Blok Santri. Blok seluas lapangan futsal ini berisi 64 orang. Lokasinya berada di tengah kompleks penjara. Arsitektur Lembaga Pemasyarakatan Tanjungpinang bergaya panopticon, yakni berbentuk silinder, dengan semua kamarnya menghadap satu bangunan sentral.
Blok Santri berada di bangunan dua lantai yang terletak di pusat silinder. “Blok Santri merupakan salah satu program rehabilitasi dengan mendirikan pesantren tetap di lembaga pemasyarakatan,” ujar Kepala Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Tanjungpinang Irwan Sopyan.
Warga binaan mengikuti siraman rohani dari Ustad Herman Umar di Lapas Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang, Senin, 3 Mei 2021. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Blok Santri, kata Irwan, adalah salah satu program andalan lembaga pemasyarakatan tersebut. Tujuannya agar para terpidana siap kembali ke masyarakat. Itu sebabnya penghuni blok ini adalah orang-orang pilihan. Syarat narapidana agar bisa menetap di blok ini di antaranya sudah mendekati masa kebebasan, menjalani asimilasi, dan lanjut usia. Mereka juga harus tertib dan tak berperilaku buruk selama berada di lembaga pemasyarakatan.
Ari Kurniawan merasa spesial menjadi penghuni Blok Santri. Bagi mantan pencandu narkotik ini, kehidupan di pesantren terasa guyub. Jika ada salah seorang anggota keluarga mereka meninggal, misalnya, para penghuni blok berinisiatif membacakan Surat Yasin. “Itu juga salah satu dampak kegiatan keagamaan ini. Saya sangat merasakan adanya perubahan dari sisi keagamaan dan tingkah laku, dari negatif sudah mulai berubah menjadi positif,” katanya.
Program rehabilitasi ini membuat Ari melupakan narkotik. Ia mengaku pikirannya sudah penuh dengan rencana ibadah. “Selama dua tahun mendekam dalam lembaga pemasyarakatan, terasa sekali perubahan dalam kepribadian diri saya,” ucap pria yang dihukum 8 tahun 2 bulan penjara karena memiliki narkotik itu.
Irwan Sopyan mengatakan kehidupan di Blok Santri mirip dengan pendidikan pesantren. Para penghuni blok mendapat bekal pemahaman agama dari sejumlah pendidik setiap hari. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengajar, Lembaga Pemasyarakatan Tanjungpinang menjalin kesepakatan dengan Pesantren Darul Ilmi, Tanjungpinang, Kabupaten Bintan.
LP Tanjungpinang juga menyediakan perpustakaan dengan beragam koleksi buku, khususnya keagamaan. Pihak lembaga pemasyarakatan berharap literatur tersebut mengasah pemahaman narapidana akan nilai keagamaan dan pengetahuan lain. “Di luar Ramadan, mereka juga harus memiliki disiplin ibadah. Ibadah dan tindakan yang baik harus muncul karena kesadaran sendiri, tanpa kita suruh,” kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang Wahyu Prasetyo.
Selain memiliki program keagamaan, LP Tanjungpinang menggelar sejumlah program yang berkaitan dengan rehabilitasi narapidana. Berbagai aktivitas program ini dibagikan dalam situs mereka, di antaranya kegiatan “One Day One Prison’s Product” untuk memamerkan buah tangan para narapidana. Mereka juga rutin menggelar acara buka puasa bersama selama Ramadan untuk membuat penghuni penjara makin guyub.
•••
SATU per satu narapidana Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang beringsut dari dalam sel menuju masjid. Hampir semuanya mengenakan kemeja putih, sarung, dan kopiah. Pada Senin siang, 3 Mei lalu, itu, mereka bersiap mengikuti tausiah yang akan diisi seorang ustad dari luar penjara, Herman Umar.
Saat ceramah berlangsung, wajah narapidana tampak serius mendengarkan Herman. Hadirin kuyup oleh gelak karena Herman sesekali melontarkan seloroh.
Hari itu Herman menyampaikan tausiah tentang keutamaan malam lailatul qadar. Di sela ceramah, ia menyisipkan pesan agar narapidana bertobat dan menjauhkan diri dari narkotik. “Allah itu Maha Pengampun,” ujarnya di hadapan para narapidana.
Menurut Herman, kegiatan rohani sangat membantu narapidana. Mereka yang awalnya sering meninggalkan salat kini tak lagi abai. Bahkan ada warga binaan yang sudah cakap sebagai imam ataupun khatib.
Herman adalah pegawai di Kementerian Agama Kabupaten Bintan. Ia sudah 15 tahun berceramah di berbagai penjara di sana. Ia meyakini dakwah bisa mengubah seorang narapidana menjadi lebih baik jika mereka rutin mengikutinya. “Kalau kita siramkan setiap minggu, mereka bisa berubah,” ucapnya.
Kepala Lapas Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang Wahyu Prasetyo, Senin, 3 Mei 2021. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
Bukan hanya Herman, banyak ulama kini digunakan lembaga pemasyarakatan untuk menyadarkan narapidana. Kepala LP Tanjungpinang Wahyu Prasetyo mengatakan pihaknya merangkul para pemuka agama untuk membina kerohanian dan membantu program rehabilitasi. LP Tanjungpinang pun menggandeng Kantor Wilayah Kementerian Agama Bintan dan pesantren di luar penjara. “Hampir setiap hari digelar acara siraman rohani,” ujar Wahyu.
Lembaga Pemasyarakatan Tanjungpinang juga menyelenggarakan acara kerohanian bagi agama lain. Kegiatan itu digelar sekali dalam sepekan. Jumlah mereka sekitar 10 persen dari semua narapidana.
Menurut Wahyu, selain menggunakan pendekatan agama, program rehabilitasi dilakukan dengan menggandeng petugas kesehatan dan para konselor. Mereka dilibatkan untuk narapidana tertentu yang membutuhkan rehabilitasi medis dan sosial.
Model rehabilitasi tiap narapidana bisa berbeda, sesuai dengan hasil asesmen tiap pencandu. “Pada 2020, kami sudah merehabilitasi 700 orang, sedangkan 2021 akan menyasar 240 orang,” tutur Wahyu.
Kondisi geografis Lembaga Pemasyarakatan Tanjungpinang menjadi tantangan bagi mereka yang membantu program rehabilitasi. Mereka umumnya tinggal di Kota Batam. LP Tanjungpinang berada di Pulau Bintan, yang hanya bisa ditempuh dengan feri.
Butuh waktu sekitar dua jam berlayar dari Pelabuhan Telangga Punggur di Batam menuju Pelabuhan Sri Bintan Pura. Letak penjara juga berada di tengah perkebunan sawit, yang menghabiskan waktu perjalanan sekitar satu jam menggunakan kendaraan bermotor. Wahyu berharap para pemuka agama dan konselor konsisten membantu narapidana meski perjalanan ke penjara cukup berliku.
Untuk memastikan keberhasilan program, kata Wahyu, petugas pemantau yang lazim disebut “wali pemasyarakatan” diminta memonitor perkembangan warga binaan secara berkala. Mereka juga memberikan pendampingan secara personal untuk memastikan kemustajaban pembinaan.
Wahyu percaya para narapidana berhak mendapat kesempatan kedua. Dengan mendalami agama, mereka yang sebelumnya berkecimpung di dunia narkotik bisa belajar salat, membaca dan menulis huruf hijaiyah, serta ilmu fikih dasar. “Ini juga demi bekal mereka di masa depan selepas dari penjara,” ucap Wahyu.
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Tanjungpinang
Lokasi:
Jalan Dr Sahardjo SH, Nomor 3, Kampung Banjar Lama, Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau
Tahun berdiri:
2009
Jumlah narapidana:
921
Program unggulan:
Pesantren Darut Taubah
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo