Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAU bukan Belanda. Hatimu hati Indonesia," Douwes Dekker membujuk Nelly Alberta Kruymel menjelang akhir 1946. Ketika itu, Douwes Dekker—dikenal dengan nama Setiabudi—hendak berlayar dari Belanda menuju Indonesia. Nelly adalah perawat Setiabudi selama terbaring di gedung perkumpulan Perhimpunan Indonesia di Amsterdam, setelah bebas dari Suriname.
Hati Nelly tergerak. Janda satu anak berdarah Belanda-Jawa berusia 34 tahun itu akhirnya sudi menerabas laut luas bersama Douwes Dekker, saat itu 68 tahun. "Dengan kapal Weltevreden, saya kembali ke negara ibu saya," tulis Nelly—seperti termuat di Intisari edisi Desember 1982.
Tiba di Tanah Air, Nelly mengikuti Douwes Dekker ke Yogyakarta. Beberapa kali Setiabudi mengunjunginya, termasuk saat wanita itu tinggal di peristirahatan Presiden Sukarno di Kaliurang. Agaknya Setiabudi jatuh hati kepada putri administrator perkebunan tembakau yang lahir di Binjai, Sumatera Utara, itu.
Satu kali, Sukarno menemui Nelly. Ia bercerita tentang jasa besar Douwes Dekker bagi Indonesia. Sang Presiden meminta Nelly bersedia "menolong" kawan karibnya. Tak sekadar menjadi perawat, tapi menjadi istri. "Ia juga mencintai saya," Nelly mengenang. Maka jadilah. Keduanya berikrar di Masjid Agung Yogyakarta pada 8 Maret 1947.
Menurut Nelly, suaminya berkenan menerima putra hasil perkawinan pertamanya. Keinginan Setiabudi memiliki anak lelaki membuat dia mengubah nama putra Nelly menjadi Kesworo Setiabudi. Douwes Dekker juga mengalihkan nama Nelly menjadi Harumi Wanasita. "Ia ingin kami terlindung oleh namanya," kata Harumi.
Perjalanan rumah tangga mereka tak mudah. Setiabudi harus mendekam di penjara Wirogunan saat tentara Belanda merebut Yogyakarta, setahun setelah mereka menikah. Ia sempat dipindahkan ke kamp pengungsi di Gang Chasse di kawasan Gajah Mada, Jakarta Barat, karena sakit. Ketika sakitnya makin parah, barulah Belanda membebaskannya.
Kondisi Setiabudi tak pernah membaik. Pada 28 Agustus 1950, dia mangkat. Kisah cinta keduanya berakhir di rumah mereka di Jalan Lembang, Bandung Utara. "Saya berada di sisi ranjangnya ketika ia mengembuskan napas terakhir."
HARUMI istri terakhir Setiabudi. Seperti disebutkan dalam buku Dr. D.D. Douwes Dekker yang ditulis Tashadi, adalah perempuan berdarah Jerman, Clara Charlotte Deije, yang menjadi istri pertama Setiabudi. Mereka menikah pada 1904, saat usia Douwes Dekker 25 tahun. Setiabudi beroleh lima anak dari Clara, dua di antaranya lelaki tapi meninggal saat kecil.
Putri sulung Setiabudi-Clara, Louisa Erna AdeÂline, dalam suratnya kepada Soebagijo Ilham Notodidjojo yang dimuat di Kompas edisi 1 Agustus 1975, mengatakan ibunya tertarik pada gagasan Setiabudi. Belakangan, kesulitan ekonomi mengakibatkan keduanya bercerai.
Adeline juga menyebutkan bahwa ibunya tak senang dengan kelakuan Setiabudi yang memiliki perempuan lain. "Ayah memang charmant (menawan)," katanya. Menurut Adeline, orang tuanya berpisah pada 1915. Tapi baru lima tahun kemudian keduanya resmi bercerai. Pengadilan Belanda memutuskan tiga putri mereka diserahkan kepada Clara karena Douwes Dekker tak punya penghasilan tetap dan anti-Belanda.
Sejak perceraian, Setiabudi jarang menemui putri-putrinya. Olave Joan Roemer, cucu Setiabudi dari Sieglinde Ragna Sigrid, putri bungsunya, mengatakan kakeknya terlalu sering diasingkan. Olave pun hanya bertemu tiga kali dengan kakeknya. "Ibu saya juga tidak bertemu lagi dengan ayahnya," kata Olave, 78 tahun, kepada Tempo di rumahnya di Den Haag, Belanda.
Berikutnya, Setiabudi menikahi Johanna Petronella Mossel. Kisah cinta keduanya bermula di Ksatrian Instituut, sekolah yang dibentuknya bersama tujuh orang lain. Johanna, yang berteman dengan Erna AdeÂline, saat itu menjadi sekretaris dan bendahara Yayasan Ksatrian Instituut. Adapun Douwes Dekker ketua yayasan.
Johanna menilai Douwes Dekker sebagai pria tampan dengan mata tajam. "Tapi, kalau berbicara, nah..., inilah susahnya, benar-benar menarik perhatian setiap orang," kata Johanna, seperti tertulis dalam buku karya Tashadi. "Pendeknya, saya benar-benar tertarik karena mengagumi kecerdasan otaknya."
Relasi asmara keduanya sempat ditentang orang tua Johanna. Musababnya, usia Johanna terlalu jauh dengan Setiabudi, baru 22 tahun. "Bagaimana mungkin kamu yang seusia dengan Erna bisa menikah dengan ayahnya?" kata Johanna, menirukan orang tuanya. Orang tua Johanna juga khawatir akan sikap Douwes Dekker yang memusuhi Belanda. Tapi gadis muda itu nekat. Pada 22 September 1926, disaksikan adik Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, mereka menikah di Bandung.
Manisnya madu rumah tangga tiba-tiba terputus. Pada awal 1941, Setiabudi ditangkap Belanda dan ditahan di Ngawi, Jawa Timur. Pada awal 1942, dia diasingkan ke Suriname. Uniknya, Douwes Dekker berpesan supaya istrinya menikah dengan pengikutnya, Djafar Kartodiredjo. "Demi keselamatan saya," kata Johanna seperti ditulis majalah ini edisi 20 April 1974. Setahun setelah Setiabudi diasingkan, Johanna menuruti pesan suaminya.
Setiabudi kembali bertemu dengan Johanna di Yogyakarta. Kali itu Johanna bersama Djafar, dan Setiabudi ditemani Nelly Alberta Kruymel, yang berganti nama menjadi Harumi Wanasita. Perceraian Setiabudi-Johanna terjadi tiga bulan setelah pernikahan Setiabudi dengan Nelly.
HAMPIR 24 tahun setelah Setiabudi wafat, persinggungan terjadi antara Harumi dan Johanna. Pada 1974, setelah Douwes Dekker menerima penghargaan sebagai tokoh perintis pers Indonesia, Johanna mengeluh di depan sejumlah wartawan. Johanna menilai Fatimah Sutan Kerajan, penerima piagam dan hadiah uang Rp 500 ribu, bukan ahli waris sah Setiabudi.
Menurut Johanna, seperti ditulis majalah ini pada April 1974, ahli waris sah adalah Usep Ranuwijaya, anak angkat Setiabudi. Usep saat itu menjadi Duta Besar Indonesia di Hanoi, Vietnam. "Kami tidak minta apa-apa dari pemerintah. Yang kami cari cuma kebenaran," katanya. Adapun Fatimah anak angkat Djafar Kartodiredjo.
Pernyataan Johanna dibaca oleh Harumi Wanasita, yang tinggal di San Jose, California, Amerika Serikat. Saat itu Harumi sudah memiliki suami baru, instruktur pilot asal Amerika. Harumi mengatakan ahli waris sah adalah anak kandungnya yang mendapat nama baru dari Douwes Dekker, Kesworo Setiabudi.
Tak jelas benar kelanjutan perseteruan itu. Tapi, seperti pemikirannya, pernikahan Setiabudi pun penuh gelora….
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo