Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEHARI setelah menerima surat usul pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat Muhammad Nazaruddin, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengumpulkan sejumlah penyelidik dan penyidik. "Untuk melihat pohon kasus Nazaruddin di KPK," kata Syarif, pertengahan Februari lalu. "Agar bisa dilihat perkara yang sudah selesai dan belum."
Dua bulan sebelumnya, penjara tempat Nazar-begitu Muhammad Nazaruddin biasa disapa-dikurung, Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, mengajukan permohonan asimilasi dan bebas bersyarat ini kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Surat permohonan asimilasi dan bebas bersyarat Nazaruddin kemudian diteruskan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada 5 Februari lalu. "Berdasarkan peraturan, kami harus meminta rekomendasi lembaga penegak hukum yang menyidik kasus narapidana," ujar Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ade Kusmanto, Kamis pekan lalu.
Divonis untuk dua kasus berbeda, Muhammad Nazaruddin semestinya mendekam di penjara selama 13 tahun. Masuk bui pada 2011, bekas Bendahara Umum Partai Demokrat itu baru menghirup udara bebas setelah 2024, jika menjalani hukuman secara normal.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Nazar empat tahun penjara. Pada Juni 2012, Mahkamah Agung kemudian menambah masa pidana Nazar menjadi tujuh tahun. Ia dinilai terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar lewat Grup Permai, kelompok perusahaannya. Pada 2016, empat tahun setelah vonis wisma atlet, pengadilan yang sama menghukum Nazar enam tahun penjara dalam perkara korupsi dan pencucian uang. Karena kedua vonis itu bersifat akumulatif, ia harus menjalani hukuman 13 tahun penjara.
Beberapa kali mendapatkan remisi, terpidana suap Wisma Atlet Jakabaring, Palembang, dan pencucian uang tersebut tak perlu menjalani hukuman selama itu. Sejauh ini, Nazar sudah mendapatkan pengurangan hukuman selama 28 bulan. Salah satunya pemotongan masa tahanan selama lima bulan pada hari kemerdekaan Indonesia ke-72 pada Agustus tahun lalu.
Karena hukumannya banyak dipotong, Nazar dianggap sudah melewati dua pertiga masa hukuman. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, seorang narapidana memang bisa mendapatkan pembebasan bersyarat setelah menjalani dua pertiga masa kurungan.
Rencana pembebasan bersyarat ini memantik polemik. Apalagi pada bulan lalu beredar sepotong surat dari Bagian Penindakan KPK kepada Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Di bagian perihal surat tertulis keterangan tidak ada perkara lain atas nama Muhammad Nazaruddin. Poin tiga isi surat tersebut kemudian mempertegas keterangan itu dengan menyebutkan, "Berdasarkan data Direktorat Penyidikan dan Penuntutan KPK, terpidana sampai saat ini tidak ada perkara lain." Surat itu bertanggal 17 November 2017.
Padahal, setelah menangkap Nazaruddin pada 2011, KPK menyebutkan ada 35 kasus yang diduga menanti anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 ini. Semua kasus itu melibatkan proyek pemerintah yang nilai totalnya mencapai Rp 6 triliun. Selain dua kasus yang sudah diputus pengadilan, pengusutan perkara lainnya tak terdengar lagi.
Ihwal surat 17 November 2017 yang menyebutkan tidak ada tunggakan penyidikan dan penuntutan, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan layang itu berkaitan dengan remisi Nazar, bukan untuk pembebasan bersyarat. Kementerian Hukum dan HAM, kata Febri, memang sering meminta surat pernyataan tersebut. Adapun Nazar terakhir kali mendapatkan remisi pada Agustus 2017 atau tiga bulan sebelum surat itu muncul.
Yulianis, mantan anak buah Nazar di Grup Permai, menuding KPK mengistimewakan bekas bosnya. Ia meyakini surat itu berhubungan dengan permohonan bebas bersyarat Nazar. "Kenapa KPK berani bilang tidak ada perkara lain?" ujarnya ketika ditemui di sebuah rumah makan di Cilandak, Jakarta Selatan, awal Februari lalu. Yulianis adalah saksi kunci dalam bejibun perkara Nazar karena memegang catatan dugaan aliran duit dari Grup Permai ke sejumlah pejabat dan politikus.
Mantan Wakil Direktur Grup Permai ini mencatat ada 29 perkara yang diduga melibatkan Nazaruddin. Rinciannya: 5 perkara di KPK, 9 di kejaksaan, dan 15 di kepolisian. Dari semua perkara ini, hanya korupsi wisma atlet dan pencucian uang yang menjerat Nazar. "Lainnya hanya berhenti di teman-teman saya yang pernah jadi anak buah Nazar," kata Yulianis. "Padahal, dalam putusan, nama Nazar selalu disebut ’turut serta’."
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Brigadir Jenderal Muhammad Iqbal mengakui ada perkara Nazar yang mengendap di kepolisian. Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sarjono Turin pun mengakui ada tunggakan perkara Nazar di Kejaksaan. "Dia diduga mengendalikan dari jauh, jadi agak susah," ucap Sarjono, mantan Kepala Subdirektorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung yang dulu menangani perkara Nazar.
Setelah permohonan asimilasi dan pembebasan bersyarat Nazar menuai kecaman publik, pada 21 Februari lalu, pimpinan komisi antikorupsi meriung membahas permohonan itu di ruang pimpinan lantai 15, gedung KPK. Dalam rapat tersebut, mereka memutuskan untuk tidak memberikan rekomendasi. "Kami sudah membalas surat tersebut dan menyatakan tidak memberikan rekomendasi," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Seorang penegak hukum menuturkan. alasan pimpinan KPK ogah memberikan rekomendasi adalah tunggakan perkara Nazar masih menumpuk di tahap penyelidikan. Adanya tunggakan ini baru diketahui pimpinan setelah memanggil para penyelidiknya pada awal Februari lalu.
KPK, kata sumber ini, membuka peluang untuk menjerat perusahaan-perusahaan Nazar menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Kebetulan, KPK sudah meneken nota kesepahaman dengan Mahkamah Agung bahwa perusahaan bisa dicengkam dengan pidana korporasi.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan lembaganya menolak memberikan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat karena salah satu alasannya Nazaruddin sudah banyak mendapatkan remisi. Kendati menjadi justice collaborator dan whistleblower yang membantu membongkar sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK, menurut Agus, Nazar tak pantas mendapatkan pembebasan bersyarat. "Remisinya juga sudah banyak sekali," ujarnya.
Setelah menerima surat dari KPK, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan akhirnya menampik pembebasan bersyarat Nazaruddin. Penolakan pembebasan bersyarat itu dikirimkan secara tertulis ke Sukamiskin pada Rabu pekan lalu.
YULIANIS menilai Muhammad Nazaruddin memang tak pantas mendapatkan asimilasi dan pembebasan bersyarat. Sebab, selain masih ada tunggakan perkara, Yulianis menduga Nazar masih bermain proyek lewat perusahaan baru yang dibuat selama di sel Sukamiskin.
Penjara rupanya tak menghentikan bisnis Nazar. Sebelum dipindahkan ke Sukamiskin, lembaga pemasyarakatan khusus koruptor, ia membuat puluhan perusahaan yang bergerak dalam proyek pemerintah di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta. Perusahaan ini berbeda dengan perusahaan di bawah naungan Grup Permai, yang beku setelah Nazar masuk penjara.
Bisnis Nazar yang baru ini bubar setelah diungkap majalah Tempo dalam edisi "Super Nazar Super Napi", yang terbit pada 23 Juni 2013. Nazar, yang dipindahkan ke Sukamiskin pada Mei 2013-sebulan sebelumnya-rupanya tak kapok. Di sel barunya, ia kembali merancang bisnisnya.
Marisi Matondang, bekas anak buah Nazaruddin, menggambarkan cara kerja mantan bosnya itu mengendalikan bisnis dari dalam bui. Nazar mengumpulkan bekas anak buahnya di Grup Permai yang masih loyal di Sukamiskin. Saat itu, Marisi masih satu kubu dengan Nazar. "Kami rutin bertemu untuk rapat membahas proyek," kata Marisi ketika ditemui di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang, Banten, Kamis pekan lalu.
Pertemuan terakhir yang diikuti Marisi terjadi pada pertengahan 2014. Setelah itu, ia absen karena KPK menetapkannya sebagai tersangka proyek pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Khusus Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali, tahun anggaran 2009. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Marisi tiga tahun penjara pada akhir September 2017.
Marisi adalah tokoh penting di lingkaran Nazaruddin. Sejak Nazar ditahan di Cipinang pada awal 2012, Marisi mendapat tugas mengatur hampir semua pendirian perusahaan dan menyiapkan dokumen untuk mengikuti lelang. Karena itu, ia kerap bolak-balik ke Cipinang.
Polah Nazaruddin di Sukamiskin disinyalir tak jauh berbeda. Menurut Marisi, Nazar mengumpulkan karyawan perusahaannya setiap Sabtu. Rapat digelar di ruangan pegawai penjara yang berada di dekat pintu masuk. Ia mengatakan ruangan rapat disiapkan oleh tahanan di Sukamiskin. "Kalau rapat, umpatan ’kebun binatang’ pasti keluar dari mulut Nazar," ucap Marisi. "Terutama jika ada target yang meleset."
Salah satu perusahaan Nazaruddin yang ikut dilahirkan Marisi adalah PT Ratu Karya. Perusahaan itu dibuat pada 2014, sebelum Marisi menjadi tersangka di KPK. Marisi mulanya menyangka perusahaan tersebut tak pernah dipakai. "Karena saking banyaknya perusahaan yang dibuat," ujarnya. Tapi, pada pertengahan 2016, Marisi mendengar dari salah satu rekannya bahwa Ratu Karya memenangi proyek di Cirebon, Jawa Barat.
Proyek yang dimaksud adalah perbaikan jalan, jembatan, dan trotoar di Kecamatan Harjamukti, Cirebon, yang menggunakan Dana Alokasi Khusus senilai Rp 40 mwiliar. Belakangan, pekerjaan Ratu Karya ini mangkrak. Marisi tidak tahu bagaimana perusahaan tersebut bisa memenangi proyek. Sebab, tugas para karyawan hanya mendaftarkan berkas dalam lelang proyek pemerintah.
Marisi mengatakan Nazaruddin sangat ambisius dalam mengembangkan bisnisnya. Setiap tahun, mereka diwajibkan membuat 20 kantor baru. Perusahaan lama tetap digunakan, tapi sekadar untuk menggerumuti lelang. Nazar juga memerintahkan dalam satu gedung kantor harus diisi paling banyak lima perusahaan.
Posisi direktur di perusahaan itu kebanyakan diisi bekas karyawan Grup Permai. Jika ada pelamar di luar jaringannya, Nazaruddin akan menghubungi si kandidat menggunakan nama Baskoro. Tidak jarang Nazar mencatut sembarang nama karena saking banyaknya perusahaan yang dibuat.
Rabu pekan lalu, Tempo menunjukkan susunan direksi salah satu perusahaan baru Nazaruddin, PT Mustika Mirah Makmur, kepada Yulianis. "Ya ampun, nama staf saya ada di situ," kata Yulianis. Berdasarkan data dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi, perusahaan tersebut baru mengubah aktanya pada 2015.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sarjono Turin mengatakan para karyawan ini menjadi bumper Nazaruddin. "Dia diduga memajukan anak buahnya," ujar Sarjono, yang sempat menangani perkara Nazar. "Makanya sulit disentuh karena minim bukti keterlibatan langsung Nazar."
Perilaku Nazaruddin ini sebenarnya sudah diketahui KPK. Bahkan KPK mendengar cerita bahwa Nazar diduga memeras pejabat atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat. "Yang saya dengar, kalau dipanggil KPK, dia akan menakut-nakuti orang dengan mengatakan akan menyebut orang ini menerima fee," kata Laode Muhammad Syarif.
Tempo sudah mengirimkan surat permintaan wawancara lewat Elza Syarief, pengacara Nazaruddin. Elza mengatakan kliennya tidak akan memberikan klarifikasi. "Saya juga tidak berani bicara karena tidak ada izin dari Pak Nazar," ujarnya. Sampai akhir pekan lalu, Nazar juga tidak merespons surat permohonan wawancara Tempo yang dititipkan ke petugas Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Dedi Handoko menolak memberikan tanggapan atas perilaku Nazaruddin di dalam penjara. "Silakan kirim surat ke Dirjen Pemasyarakatan," katanya Selasa pekan lalu. Sehari kemudian, pada Rabu pekan lalu, Kementerian Hukum dan HAM memutasi Dedi ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum di Riau.
Kepala Bagian Humas Dirjen Pemasyarakatan Ade Kusmanto mengatakan belum mengetahui informasi tersebut. "Tapi salah satu syarat mengajukan pembebasan bersyarat adalah berkelakuan baik," kata Ade.
Syailendra Persada, Linda Trianita, Istman M.p, Ahmad Fikri (bandung), Aminuddin (bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo