Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teroka

Bagaimana Irama Nusantara Merawat Musik Populer Indonesia

Lebih dari satu dasawarsa Irama Nusantara mendata dan mengarsipkan rilisan serta berbagai informasi musik populer Indonesia.

27 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGU baru dari masa lalu. Begitulah tagar di situs Irama Nusantara. Yayasan nirlaba ini menghadirkan ribuan informasi mengenai musik populer Indonesia. Para penggemar musik bisa menemukan berbagai lagu Indonesia, khususnya yang lawas, dan informasi label perusahaan rekaman di situs itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdiri pada 2013, Irama Nusantara mengupayakan pelestarian dan pengarsipan data serta informasi musik populer Indonesia. Langkah mereka berangkat dari kesadaran bahwa betapa penting bagi masyarakat untuk mengenal dan memahami musik modern Indonesia sebagai bagian dari identitas bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, pada kenyataannya, masyarakat Indonesia sulit mendapatkan referensi lagu-lagu Indonesia, terutama tembang-tembang lama, yang merupakan asal-usul musik populer Indonesia.

Bertolak dari hal itu, beberapa musikus, kolektor, serta pencinta musik dan pegiat literasi musik, seperti David Tarigan, Blas Christoforus, Alvin Yunata, Toma Avianda, Mayumi Haryoto, dan Dian Onno, menginisiasi berdirinya Irama Nusantara. “Kami ingin menjadi sentra pendataan rilisan musik populer Indonesia dari berbagai zaman di Indonesia,” kata David Tarigan di situs Irama Nusantara.

Mereka mengawali pengarsipan rekaman atau rilisan musik populer Indonesia dari 1950-1970-an, berlanjut ke tahun-tahun berikutnya atau sebelumnya. Mereka menilai pendataan dan pengarsipan digital ini penting untuk pelestarian seni budaya Indonesia bagi masyarakat kita yang pengetahuan dan kepedulian sejarah musiknya masih minim. 

“Dengan kemajuan teknologi, pengarsipan digital ini bisa meningkatkan kesadaran serta ketertarikan semua orang dari berbagai usia dan kalangan,” ujar Blas Christoforus. 

Mereka menjelaskan, metode pengumpulan data rilisan boleh dibilang sederhana, seperti mengoleksi apa pun yang bisa mereka koleksi. Setelah data terkumpul, mereka lantas mendigitalkan arsip rilisan fisik analog musik populer Indonesia itu, lalu menyimpannya di situs Irama Nusantara. 

Masyarakat bisa menikmati hasil kerja mereka, seperti gambar sampul, lagu, artikel, dan informasi terkait lain, dengan mengakses situs Irama Nusantara. “Situs ini bersifat interaktif dan menarik untuk dinikmati,” ucap Toma Avianda.

Tak hanya mendata dan mengarsip rilisan musik populer Indonesia, langkah Irama Nusantara meluas ke usaha publikasi literatur musik, acara budaya, radio daring, cendera mata, dan berbagai proyek yang bisa dilakukan, seperti diskusi, pemutaran film, dan pertunjukan musik.

Irama Nusantara juga berharap usaha mereka mendata dan mengarsip rilisan musik Indonesia itu bisa menjadi sumber acuan penelitian serta pengetahuan bagi orang-orang dari dalam dan luar negeri untuk memahami sejarah musik Indonesia.

Sejak 2013, mereka telah mengarsipkan lebih dari 75 ribu rilisan berformat shellac, vinil, dan kaset serta 280 pustaka dan 742 label rekaman dengan rilisan produk masing-masing. Selain itu, lebih dari 15 ribu data artis atau seniman musik atau penyanyi dan ratusan artikel telah mereka arsipkan.

Pendiri sekaligus Ketua Yayasan Irama Nusantara Dian Onno menjelaskan, langkah mereka itu adalah sebuah usaha terus-menerus. “Dibutuhkan dukungan, partisipasi, dan kontribusi dari Anda yang peduli untuk kelestarian musik Indonesia,” ujarnya.

Mereka membuka kesempatan bagi semua pihak yang hendak terlibat dalam kegiatan mereka, termasuk dalam pendanaan untuk menggerakkan organisasi. Misalnya melalui usaha donasi dan berbagai acara atau program yang mereka helat. 

Selama ini Irama Nusantara mendapat kucuran dana antara lain dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dengan dana LPDP ini, mereka dapat mengadakan beragam acara, termasuk pameran arsip seperti “Mari Berlenso” yang sedang digelar di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta, pada 28 September-24 November 2024.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus