CINTA banyak yang palsu. Tapi surat cinta palsu, sungguh bukan kejadian lazim. Dan ini yang dialami Mildawani, 19 tahun, mahasiswi Fakultas Keguruan Universitas Muhammadiyah, Palembang. Tiga tahun lalu, Milda -- panggilan akrab Mildawani -- bertemu dengan cowok tampan di sebuah opelet. "Saya naksir dia," bisiknya kepada Kusmaita, sobat akrabnya, cewek sebayanya. "Itu cinta pada pandangan pertama," seluruh yang mendapat bisikan. "Kalau jodoh tak akan ke mana," tambah Kusmaita yang gemar cerita fiktif ini. Beberapa hari kemudian Ita -- demikian Kusmaita dipanggil -- membawa sepucuk surat untuk Milda. Bila kemudian hati Milda berbunga-bunga, mudah diterka: surat itu dari si Arjuna di dalam opelet, yang ternyata bernama Heri Permana, siswa kelas III SMA Gama, Palembang. Milda belum segera membalas surat perkenalan itu. Mungkin dag-dig-dug. Baru setelah ia terima surat ketiga, jantung Milda mulai tenang dan mulai membalas. Surat datang surat melayang, dan petugas posnya, ya, tak lain si Ita itu sendiri. Mulanya surat-surat hanya berisi cerita seputar sekolah dan hobi. Lambat-laun beranjak masuk lingkaran cinta. Ini cinta pertama bagi Milda. Ketika Heri memberi tahu akan berulang tahun, Milda pun memberi hadiah. Anehnya, "pak pos" sukarela itu selalu ikut campur tiap Milda membeli kado. Ita selalu menyarankan kado yang mahal. "Si Heri itu anak orang kaya, masa dibelikan kado murah," bujuknya. Dan, sebagaimana surat, kado pun dikirim lewat Ita. Aneh kedua, tiap Milda ingin menemui Heri, Ita selalu menghalangi. Ada saja alasannya. Bahkan, suatu hari, Ita mengatakan bahwa Heri kini kuliah di Prancis. Milda percaya saja, termasuk ketika menerima surat, yang kata Ita dari Prancis, padahal tanpa prangko. Cinta surat Milda sudah begitu menyumsum rupanya, sampai-sampai ia bersedia mengirim uang untuk Heri yang mengiba harus bayar pondokan. Lalu datanglah harinya, pada akhir April lalu, Nyonya Maimun, 50 tahun, yang berniat naik haji. Ia, yang tak lain adalah ibu Milda, menanyakan uang yang disimpan atas nama anaknya itu di bank. Betapa kecewanya ibu 12 anak itu mendapatkan simpanan Rp 7 juta sudah menguap. "Saat itu rasanya aku ingin bunuh diri, apalagi nama Heri ternyata fiktif," sesal Milda. Diantar ibunya, Milda pun lapor ke polisi. Ita tak mungkin mungkir lagi: Heri memang fiktif. "Surat-surat itu sayalah yang membuatnya," katanya kepada polisi. "Saya kapok jadi comblang. Saya gagal mengikuti ujian semester," kata Ita kepada Aina Rumiyati Aziz dari TEMPO. Ita kini ditahan di penjara Pakjo, Palembang, dan tetap membela diri. "Menurut dukun, sayalah yang makan uang itu. Itu tidak benar," kata Ita. Kalau bukan dia, tentu si Heri, tapi mana dia? Mahasiswi montok berkulit kuning langsat itu mengelak. "Milda yang lebih tahu. Kan do'inya dia," jawabnya. Mendengar Ita masih berkelit, Milda sewot. "Sejak Ita ditahan, tak pernah lagi ada surat dari orang bernama Heri." Ed Zoelverdi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini