Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perbedaan Idul Adha: Akibat Pemakaian Dua Garis Saya ingin menanggapi kebingungan Ny. Utju Fatonah tentang "Idul Adha yang Tidak Tepat" (TEMPO, 13 Juli 1991, Kontak Pembaca). Kebingungan semacam itu merupakan persoalan lama, yang terjadi di berbagai negara. Di Jepang, misalnya, hal tersebut sering diperdebatkan, terutama oleh teman-teman dari negara-negara Arab. Idul Adha 1411 di Asia Timur dan Tenggara yang "berbeda" dari Arab Saudi, jelas menimbulkan kebingungan kalau sebabnya tidak diketahui. Sebenarnya, sumber kebingungan itu hanyalah kerancuan dalam pemakaian dua sistem kalender sekaligus: kalender surya ( Syamsiah) dan kalender bulan (Qamariyah). Dalam kehidupan sehari-hari, kalender surya yang banyak dipakai. Sedangkan, dalam ibadah, umat Islam harus mengacu pada kalender bulan. Keduanya dibenarkan untuk dipakai, karena Allah sudah menyatakannya dalam Quran Surat Al-An'am 96, bahwa bulan dan matahari digunakan untuk perhitungan waktu. Kesan adanya perbedaan ini hanyalah disebabkan oleh terbelenggunya pola pikir kita pada sistem kalender surya. Coba pikirkan sejenak kasus Idul Adha 1411 lalu. Wukuf di Arafah pada Jumat, 21 Juni 1991. Dan Idul Adha di Arafah dan sekitarnya dilakukan pada Sabtunya. Lalu, mengapa di Asia Timur dan Tenggara dilaksanakan pada Ahad? Daerah yang mula-mula melihat hilal (bulan sabit) awal Zulhijah adalah daerah sekitar India. Ini yang mendefenisikan Garis Tanggal Islam tersebut. Garis Tanggal Islam atau secara umumnya Garis Tanggal Qamariyah itu selalu bergeser tergantung pada penampakan hilal. Maka, wilayah India ke arah baratnya merayakan Idul Adha pada Sabtu. Makin ke Barat, pada garis bujur 180 derajat, ada Garis Tanggal Internasional. Melompati garis tanggal tersebut, itu berarti hari Sabtu sudah berubah menjadi Ahad. Itulah yang menyebabkan Indonesia berhari raya pada Ahad. Sebenarnya, Sabtu dan Ahad, dalam hal ini hanya berbeda definisi, bukan hakiki. Jelaslah, biang keladi "perbedaan" itu adalah pemakaian dua garis tanggal sekaligus. Andaikan kita bisa mengubah konvensi internasional untuk menyesuaikan Garis Tanggal Internasional agar mendekati Garis Tanggal Islam, perbedaan itu mudah dihilangkan. Misalnya, kita geser Garis Tanggal Internasional menjadi garis bujur 60 derajat BT maka hampir seluruh umat Islam di dunia berhari raya pada 22 Juni 1991. Hanya di daerah lndia dan Asia Tengah yang merayakannya pada 21 Juni 1991. Sekali lagi, dalam hal ini tanggal 21 dan 22 hanya berbeda definisi karena melompati garis tanggal, bukan hakiki. Sayangnya, penggeseran seperti itu sulit diwujudkan. Kini, tinggal bagaimana umat Islam mau memahami bahwa ada Garis Tanggal Islam, yang selama ini terabaikan. Kalau hal ini bisa dipahami, tidak perlu usaha-usaha penyeragaman awal Ramadan dan hari raya dalam sistem kalender surya seperti yang sering diusulkan. T. DJAMALUDDIN Dept. of Astronomy, Kyoto Univ. Sakyo-ku, Kyoto 606 Japan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo