Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DESA Pungguk Pedaro geger. Gadis-gadis dan para ibu yang berada di jalan atau halaman rumah tiba-tiba menjerit-jerit dan lari masuk rumah. Ahad pekan lalu, di desa yang termasuk Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, itu dilangsungkan pawai yang bukan sembarang baris-berbaris. "Itu pawai porno," kata Zainab, 30 tahun, salah seorang wanita yang ikut menjerit masuk rumah. Memang, puluhan pemuda menabuh batok kelapa dengan irama dangdut sambil bersorak sorai. Sebagai pucuk barisan adalah Pak Kepala Desa, yakni Makruf. Tapi, masya Allah, ia tak sedang memimpin pawai, karena kepala desa berusia 45 tahun ini, dengan tangan terikat, berjalan di depan rombongan tanpa sehelai benang pun melekat di tubuhnya. Dan jangan pula Anda menduga ini semacam tradisi desa itu untuk memperingati, misalnya, hari jadi desa. Dengar saja kata Rozali, salah seorang pemuda peserta pawai, "Pak Kades kepergok sedang berbuat mesum di rumah kosong." Pemuda itu sebenarnya sedikit memperhalus tuduhan. Yang benar, Makruf dituduh memperkosa seorang gadis yang kala itu sedang bertamu di Desa Pungguk Pedaro. Gadis montok berkulit sawo matang berusia sekitar 20 tahun asal Kecamatan Indrapura, Sumatera Barat, ini bertamu dengan maksud menemui pacarnya, Buyung Roni. Ia mau menagih janji nikah. Tentu saja Buyung kelabakan. Ia bukan lagi bujang. Di rumahnya ada seorang istri dan seorang anak. Maka, ia pun mengajak ceweknya itu untuk menemui Makruf, kepala desa, untuk mencari jalan keluar. Singkat kata, Makruf sanggup menyelesaikan urusan secara damai. Bukan saat itu tapi, melainkan esoknya. Mungkin ia minta waktu berpikir, ini kan bukan masalah sepele. Lalu Makruf mengajak cewek itu ke rumah seorang wadam, sekitar 200 meter dari rumahnya, untuk dititipkan menginap. Ia tak mau kalau tamu desanya itu tidur di rumahnya, katanya, khawatir kalau istrinya cemburu. Cewek yang bertamu itu, yang merasa tak berdaya di kampung orang, dan syok karena tertipu pacarnya, tak banyak cingcong dibilang begini-begitu oleh Makruf. "Saya percaya saja. Ia kan kepala desa," katanya kepada Budiarni dari TEMPO. Alkisah, esoknya Makruf menjemput si cewek. Mereka lalu pergi, eh, bukan ke rumah Buyung, melainkan ke sebuah rumah kosong. Di situlah "jalan keluar" yang dijanjikannya kemarin diberikan, yang tentu saja di luar kemauan pacar si Buyung. Tapi rupanya kemarin sudah tersebar kabar, kepala desa menyimpan cewek. Beberapa pemuda segera berperan sebagai detektif swasta. Maka, Makruf pun tertangkap basah di rumah kosong itu. Dan langsung diajak pawai, tanpa diberi kesempatan memakai apa pun. Si cewek bebas pawai karena dianggap hanyalah korban. Untunglah, ada warga desa yang merasa kasihan kalau kepala desanya sampai masuk angin, karena hari sudah menjelang senja. Dilemparkanlah seperangkat pakaian lelaki. Makruf, yang kala itu sudah tak terikat, langsung mengerti maksud pengiriman pakaian itu. Ia pun lalu berdandan. Ketika itulah, entah dengan tipu apa, ia tiba-tiba menghilang, kabur di keremangan senja, dan para pemuda tak bisa menjejakinya. Hingga akhir pekan lalu, Makruf, bapak tiga anak dan kakek delapan cucu itu, masih raib. Tak jelas bagaimana reaksi istri, anak, menantu, dan cucu-cucu Makruf. Yang jelas, tuntutan Zainal Abidin, bapak angkat cewek yang mengaku diperkosa itu, yang melapor -- bukan ke polisi -- ke Gubernur Bengkulu. "Kades itu harus dipecat," katanya. Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo