Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan batik lengan panjang warna merah, pagi itu Susilo Bambang Yudhoyono alangkah segarnya. Rambutnya masih basah disisir rapi. Badannya tegap: tegak dengan dada yang lebar membusung. Di ruang suite lantai 6 Hotel Regent Jakarta, ia duduk di sebuah ruang rapat berkursi sepuluh. Di luar, di ruang tamu, tersusun belasan koran pagi yang telah dilipat khusus agar sang calon presiden mudah membacanya. Beberapa pengawal dan staf pribadi hilir-mudik mengatur ini dan itu.
SBY?begitu namanya biasa dipendekkan?patut sumringah. Layar Tabulasi Nasional Pemilu milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan suara baginya kian menderas. Dipastikan ia akan berlaga dengan Megawati Soekarnoputri dalam putaran kedua pemilihan presiden, 20 September mendatang.
Apa yang ia siapkan untuk pertempuran besar itu? Kepada wartawan TEMPO Nezar Patria, Arif Zulkifli, Hanibal W.Y.W., Widiarsi Agustina, dan Danto dari Tempo News Room, pensiunan jenderal bintang tiga itu buka suara, Jumat pagi pekan lalu. Berikut petikannya.
Di putaran kedua, Anda akan berlaga dengan Megawati Soekarnoputri. Apa yang Anda siapkan?
Ada dua hal yang harus saya lakukan untuk memelihara momentum dukungan rakyat terhadap saya. Pertama, komunikasi politik akan saya intensifkan ke akar, grass root. Dengan begitu, dukungan lintas identitas dan lintas partai politik itu masih dapat saya pertahankan. Kedua, politik itu akhirnya kan power sharing. Konsensus. Deal. Tentu ada keperluan politik untuk membangun kebersamaan baru menuju putaran kedua. Dengan catatan, efektivitas sebuah pemerintahan atau kabinet tidak boleh dikorbankan demi power sharing.
Maksudnya, lebih suka kabinet ahli?
Insya Allah. Kalau saya terpilih, saya akan menyusun kabinet yang efektif, terdiri dari mereka yang punya kapasitas dan integritas tinggi, seraya memberikan ruang yang cukup untuk power sharing. Artinya, ada sejumlah posisi pada kabinet yang harus ditata dalam konteks power sharing. Tapi jumlahnya tidak akan besar. Saya akan bertumpu pada asas profesionalitas dan meritokrasi dalam menyusun kabinet.
Kira-kira berapa persen jatah bagi profesional?
Untuk sekarang, saya menghindari persentase seperti itu. Tapi, saya pastikan, (calon menteri) yang datang dari partai politik harus memiliki standar minimal. Tidak boleh, hanya karena power sharing, seseorang yang di bawah standar serta-merta duduk di kabinet.
Gus Dur dulu digoyang karena tak punya basis kuat di parlemen. Dengan hanya disokong Partai Demokrat dan dua partai kecil lainnya, Anda merasa akan bernasib sama?
Tidak besarnya basis politik di parlemen tidak serta-merta berarti keberlanjutan pemerintahan akan terancam. Memang, sebuah pemerintahan akan stabil dan sustainable kalau dukungan politik di parlemen memadai. Tapi insya Allah jika terpilih saya akan membangun koalisi baru dengan satu atau dua partai politik. Tentu tidak semua. Saya sejak dini mengatakan kabinet pelangi itu tidak efektif. Tapi koalisi terbatas barangkali sebuah opsi ke depan.
Anda merasa Golkar jadi penentu kemenangan Anda?
Dengan asumsi saya masuk putaran kedua bersama Ibu Mega, tentu ada kekuatan yang tidak lagi ikut dalam kompetisi, seperti Golkar, PPP, dan PAN. Saya sangat mungkin berkoalisi dengan mereka. Tapi sekarang saya lihat mereka masih terfokus pada penuntasan hitung-menghitung (suara). Insya Allah, beberapa hari mendatang pasti ada komunikasi politik lebih intens untuk, sebutlah, penjajakan koalisi.
Sudah ada sinyal dari Golkar?
Lepas dari kompetisi keras dalam pemilihan presiden, hubungan saya dengan teman-teman di Golkar, PAN, PPP, bahkan dengan PDIP sebetulnya baik-baik saja. Tentu, sekarang ada komunikasi informal. Tapi biarlah ini berjalan dulu. Pernyataan saya kan tidak boleh prematur.
Bahkan, jika menang, Anda akan mengajak PDIP masuk kabinet?
Sebenarnya, setelah kompetisi selesai, apa sih yang akan dilakukan? Untuk membangun negeri pasca-krisis, semua kan harus berperan. Insya Allah kalau yang menang Ibu Megawati, saya pun harus punya kontribusi. Begitu juga sebaliknya. Perannya berpulang pada mereka: menjadi oposisi atau masuk koalisi longgar.
Menurut Anda, seberapa kuat kubu Megawati?
Yang jelas faktor yang sangat menguntungkan bagi Ibu Megawati adalah, sebagai presiden yang masih menjabat, ia memiliki ruang yang lebih untuk bermanuver. Saya menyadari kemudahan itu tidak saya miliki karena saya berada di luar kekuasaan sekarang. Itu faktor yang harus saya hitung secara cermat.
Faktor lain, misalnya Megawati putrinya Bung Karno?
Tentu. Secara psikologis garis ketokohan Bung Karno pada Ibu Mega ada pengaruhnya. Faktor lain adalah mesin politik: bagaimanapun PDI Perjuangan adalah metamorfosis PDI yang juga sudah lama ada.
Anda khawatir kasus 27 Juli akan dimunculkan lagi?
Dalam kampanye, ada kampanye negatif tapi ada kampanye hitam (black campaign). Kalau kampanye negatif, misalkan kasus 27 Juli diangkat, saya sangat siap. Saya menghormati proses hukum. Kepada tim investigasi kepolisian maupun tim koneksitas, saya telah menyampaikan semuanya secara terang-benderang. Saya kira publik tahu bahwa tanggung jawab komando dan otoritas komando ada pada siapa. Saya berharap, janganlah kampanye mendatang diwarnai dengan kampanye hitam. Sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Apalagi isu agama atau isu yang aneh-aneh.
Sebagai presiden, Megawati bisa saja mengangkat kasus 27 Juli sebagai bagian dari kampanyenya?.
Silakan. Saya pernah di pemerintahan. Kalau masalah itu diangkat, saya sangat tahu mana sesuatu yang wajar dan tidak wajar. Mana yang bernuansa politik, mana yang hukum. Mana yang mengikuti fairness, mana yang dipaksakan agar seseorang dapat dinyatakan bersalah.
Bagaimana kalau tiba-tiba Anda menjadi tersangka?
Dua atau tiga tahun lalu, dari berbagai pemeriksaan dan kesaksian, saya tidak pernah masuk dalam kategori tersangka. Jadi, kalau tiba-tiba menjadi tersangka, harus dibuka kepada publik, harus transparan. Saya ini bukan kartu yang tidak bisa menalar. Saya tentu punya argumentasi untuk juga mengatakan sesuatu.
Kalau dihantam isu anti-militer?
Ya, bisa-bisa saja. Saya berharap rakyat lebih jernih melihatnya. Ketika ada dua pilihan, Ibu Megawati dengan saya, apakah saringannya itu soal berlatar militer atau bukan berlatar militer? Saya serahkan kembali kepada rakyat. Saya menganggap wajar saja pendapat yang mengatakan nanti jangan pilih SBY karena dia dulu tentara. Tapi negara ini butuh pemimpin dengan manajemen dan kepemimpinan efektif sehingga kondisi lima tahun mendatang lebih baik.
Betulkah Anda menang karena didukung TNI?
Saya orang yang ikut menyusun kebijakan, strategi, dan konsep reformasi TNI dan Polri. Saya ingin lembaga ini betul-betul netral. Saya tidak ingin karena dalam kompetisi ini ada Pak Wiranto, Pak Agum Gumelar, dan saya, lantas mereka (TNI) merasa perlu mendukung purnawirawan-purnawirawan ini. Tidak. Saya katakan tidak. Saya ingin TNI netral.
Ini soal lain. Bagaimana Anda mengelola orang-orang yang sekarang tiba-tiba berkumpul di sekitar Anda? Tim sukses Anda kabarnya juga tak kompak?
Saya sangat rasional. Mungkin orang keliru mengatakan pasti pemerintahan SBY nanti diwarnai orang sekitarnya, tim suksesnya, atau orang yang tiba-tiba dekat dengan SBY belakangan ini. Insya Allah saya punya alat kontrol untuk itu. Ini urusan negara, urusan rakyat, urusan masa depan. Saya pastikan, kriterianya sangat jelas. Saya meletakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas setinggi-tingginya.
Termasuk soal pencarian dana?
Saya tidak pernah toleran terhadap dana dari sumber yang tidak jelas, pemberian gelap, atau dari orang yang bermasalah. Kita ingin membuat baik bagi negara ini. Dengan demikian, saya tidak punya beban apa pun kalau seandainya nanti mandat dari rakyat.
Anda bilang akan ada alat kontrol. Apa?
Pengambilan keputusan ada pada saya. Orang boleh memberikan rekomendasi dan masukan. Tapi, decision is upon me. Saya akan mendengarkan keinginan rakyat. Saya tidak bisa didikte, tidak bisa dipengaruhi oleh siapa pun.
Anda mungkin jujur, tapi boleh jadi ada pengusaha yang mendekati orang dekat Anda?
Ada mekanisme audit pengelolaan administrasi dan juga pengecekan terhadap sumber dana maupun penggunaannya. Itulah yang dilaporkan kepada saya secara terus-menerus. Saya pastikan tidak pernah ada bantuan dana yang menabrak kriteria yang saya tetapkan itu.
Dulu, Anda pernah membantah isu dibiayai pengusaha Tomy Winata. Sekarang, isu itu muncul lagi.?
Tidak benar. Tak ada satu rupiah pun dana yang saya terima dari Tomy Winata, yang katanya seratus sekian miliar rupiah. Dana yang kami miliki itu pas-pasan. Nanti, setelah selesai hitung-hitungannya, Anda akan tahu betapa dana SBY-Kalla itu pas-pasan. Saya bersyukur bersama Pak Jusuf Kalla, karena beliau pengusaha. Ada bantuan yang memadai dari beliau. Tapi, kalau sampai ratusan (miliar), tidak ada. Mendapatkan dana satu atau dua miliar saja sangat tak mudah. Itu pun dengan komunikasi yang sangat baik (dengan para donatur).
(Tomy Winata juga membantah keras tudingan miring itu. "Tidak benar. Itu fitnah. Saya tidak tertarik dengan politik praktis. Saya bekerja secara profesional sebagai seorang pengusaha," ujar bos PT Artha Graha Group itu kepada Danto dari Tempo News Room, Jumat pekan lalu.)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo